Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Main Silat di Pengadilan

Mengaku telah menyuap jaksa, bekas bos PT Jamsostek mengamuk di pengadilan. Bukan sekadar contempt of court.

1 Mei 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKALI lagi, arang tercoreng di wajah pengadilan kita. Ahmad Djunaidi, bekas Direktur Utama PT Jamsostek, mengamuk setelah hakim memvonisnya delapan tahun penjara. Yang jadi sasaran adalah jaksa penuntut umum Heru Chairuddin. Djunaidi berang karena penuntut tak bisa ”menjinakkan” hakim meski ia mengaku sudah menyuap jaksa Rp 600 juta.

Di ruang pengadilan orang panik dan berusaha menenangkan Djunaidi yang sedang main silat. Di rumah, di depan pesawat televisi yang menyiarkan adegan yang me-malu-kan itu, kita menarik napas panjang seraya mengingat adegan serupa hampir 20 tahun lalu.

Ketika itu, Agustus 1987, Mimi Lidawati melempar hakim dengan sepatu. Mimi kecewa terhadap hakim Abdul Razak yang menjatuhkan vonis 10 bulan penjara kepada Nyonya Nani, lawannya beperkara. Bagi Mimi, hukuman itu terlalu ringan. Apalagi, Mimi mengaku sudah menyuap hakim Rp 2,5 juta.

Kasus yang mirip terjadi di Lampung, Juni 2002. Fachrul Kurniawan menyiram hakim dan jaksa di Pengadilan Ne-geri Metro, Lampung, dengan sumpah serapah karena dihukum penjara empat tahun. Fachrul tak menyogok siapa pun. Tapi katanya, lantaran itu hukuman yang dijatuhkan padanya teramat berat.

Cerita tambah runyam karena hakim Achmad Lakoni tak terima dicaci maki. Dalam keadaan tangan terborgol saat dibawa ke rumah tahanan, terhukum dihajar Lakoni. Bersama hakim, ikut main hakim sendiri jaksa Sobeng. Ketika itu baik Lakoni dan Sobeng membantah memukul Fachrul.

Kisah Djunaidi, Mimi, dan Fachrul berbeda dalam detail tapi serupa dalam substansi. Perbedaannya: Djunaidi melempar jaksa, Mimi menimpuk hakim dan Fachrul mencaci jaksa dan hakim. Mimi merasa sudah menyuap hakim, tokoh sentral dan pengambil keputusan tertinggi di ruang sidang. Djunaidi mengaku menyuap jaksa—bukan penentu keputusan tapi bisa ”memainkan” kasus agar sulit dibukti-kan dan dengan demikian ”memaksa” hakim memvonis ringan. Fachrul tak menyuap hakim dan jaksa tapi ia percaya pengadilan adalah dongeng besar yang, ”sayangnya”, tak bisa ia kendalikan karena ia tidak main suap.

Persamaan ketiga kasus ini: wibawa pengadilan tersuruk jauh ke dasar sepatu. Ada yang didasarkan pada fakta seperti dalam kasus Mimi, ada yang bertumpu pada asumsi seperti dalam kasus Fachrul. Keduanya setali tiga uang: kepercayaan yang rendah kepada abdi hukum.

Dalam kasus Djunaidi, tudingan suap memang belum tentu benar meski juga belum tentu salah. Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh mengambil langkah tepat dengan meminta jajarannya memeriksa semua jaksa yang terlibat dalam kasus korupsi Ahmad Djunaidi. Jika terbukti bersalah, jaksa yang nakal harus ditindak. Djunaidi sudah tentu harus dipersoalkan karena menghina sidang. Jika terbukti suap menyuap itu ada, Djunaidi bersalah karena dua hal: menyuap jaksa dan menghina pengadilan (contempt of court).

Langkah cepat dan transparan dari Kejaksaan Agung untuk menuntaskan kasus ini memang tidak dengan serta-merta bisa menyemir citra pengadilan. Coreng-moreng dunia hukum kita bukan hanya karena jaksa yang brengsek, tapi karena patgulipat yang sistemik antara hakim, jaksa, terdakwa dan pengacara. Sudah jamak kita dengar, peng-acara jadi operator suap atau hakim main mata de-ngan j-aksa.

Kasus Ahmad Djunaidi ini harus segera dibongkar. Peng-adilan adalah rumah suci tempat keadilan dicari dan ditemukan. Ia bukan arena dagang sapi, apalagi sasana adu tinju.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus