Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kegelapan sering kali menjadi ladang subur kejahat-an. Itu sebabnya tata kelola pemerintahan perlu dila-kukan dalam suasana terang-benderang. Dalam sis-tem yang transparan, kegiatan setiap pejabat publik da-pat dipantau sehingga penyalahgunaan wewenang sulit terjadi. Tapi, di lain pihak, memang ada saatnya pemerintah perlu mengadakan kegiatan tertutup justru agar tujuan melayani rakyat sebaik-baiknya dapat tercapai.
Tak cuma dalam keadaan perang, ketika sebagian kegiat-an pemerintah perlu dirahasiakan agar tak dimanfaatkan- lawan, pemerintah perlu bertindak tertutup. Di masa da-mai- pun pengelolaan keamanan negara merupakan salah satu bidang yang kerap membutuhkan perlindungan dari pemantauan orang ramai. Maka, wajar saja jika dua pekan lalu Departemen Pertahanan menyusun draf Rancangan Undang-Undang Rahasia Negara untuk kepentingan menjalankan tugasnya.
Kewajaran itu, sayangnya, jadi bermasalah ketika isi draf disimak dengan cermat. Berbagai pasal yang termuat dalam dokumen setebal 25 halaman itu ternyata memberikan wewenang terlalu banyak kepada pimpinan institusi pemerintah untuk menentukan apa yang rahasia dan apa yang bukan. Kekuasaan yang terlalu besar ini amat rawan disalahgunakan pada saat birokrasi Indonesia masih menderita kanker korupsi stadium lanjut seperti sekarang ini. Terutama karena mekanisme checks and balances terha-dap- wewenang itu oleh publik, misal melalui parlemen, ter-nyata- nihil.
Apalagi ancaman hukuman bagi yang memiliki atau menyebarluaskan rahasia negara secara tak sah sangat berat, yaitu minimal 7 tahun penjara, tanpa kecuali. Ditambah lagi masa berlaku rahasia sangat lama, 30 tahun, dan da-pat diperpanjang. Padahal draf ini sangat memungkinkan- seorang pejabat memutuskan sebuah dokumen sebagai ber-klasifikasi ”sangat rahasia” bukan demi kepentingan ke-aman-an atau kedaulatan negara, tapi semata-mata untuk menyembunyikan perilaku korup yang sangat merugikan kepentingan publik. Hal ini terjadi karena usulan rancang-an undang-undang ini tidak memberi batasan yang jelas dan rinci tentang persyaratan sebuah informasi agar dapat dikategorikan rahasia.
Kekurangan-kekurangan yang fatal seperti itu tentu ha-rus segera dibenahi. Dalam hal ini sikap Menteri Perta-han-an Juwono Sudarsono, yang menyatakan kesediaannya mengkaji kembali dokumen yang memicu banyak protes- ini, sangat dihargai. Mudah-mudahan hal ini segera dila-kukan sehingga dapat dihasilkan RUU yang mampu mendu-kung kepentingan upaya menjaga keamanan dan kedaulatan ne-ga-ra, tanpa mengorbankan kedaulatan rakyat untuk meng-a-wasi jalannya roda pemerintah secara efektif.
Salah satu alternatif yang dapat dijelajahi lebih dalam ada-lah mengajukannya sebagai bagian dari RUU Kebebas-an Memperoleh Informasi Publik, yang sedang digodok di Senayan. Rancangan undang-undang ini mempunyai semangat demokrasi yang sehat karena membebankan kepada pemerintah untuk memberi alasan mengapa dokumen atau informasi tertentu tidak atau belum dapat dibuka kepada umum. Dengan demikian, seorang pejabat tak dapat me-nyatakan sebuah informasi sebagai rahasia dengan se-enaknya. Dalam alam demokrasi, kerahasiaan memang m-asih diperbolehkan jika semata-mata demi kepentingan publik jua.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo