Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Masa jabatan presiden: mengapa pasalnya tidak diatur lebih rinci?

Pengaturan pelaksanaan uud 1945 harus konsekwen dan konsisten. tidak ada ketentuan membatasi jabatan presiden. padahal hak anggota dpr memajukan ruu dapat dirinci.

6 Juni 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menjelang Pemilu 1992 isu pembatasan masa jabatan presiden kembali menggelinding lengkap dengan sikap pro dan kontra. Sejauh menyangkut konstitusi yang berlaku (UUD 1945), memang tidak ada ketentuan yang membatasi berapa kali seseorang boleh menduduki jabatan presiden. Pasal 7 UUD hanya menyebutkan, "Presiden dan wakil presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali." Kalimat di atas dapat diartikan bahwa setiap selesai masa jabatannya, seorang presiden dapat dipilih kembali selama rakyat (baca MPR) masih menghendakinya. Dari pengertian inilah pihak yang tak setuju pembatasan masa jabatan presiden berdalih. Baiklah, alasan ini dapat kita terima. Karena tidak diatur dalam konstitusi maka kita tidak perlu mengadaada. Tapi di sisi lain kita tidak menunjukkan konsistensi dalam "menganut" prinsip itu, antara lain dalam menafsirkan bunyi Pasal 21 ayat 1 yang menyatakan, "Anggotaanggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak memajukan rancangan undangundang". Seperti halnya Pasal 7. Pasal ini pun tidak mencantumkan atau setidaknya menyiratkan suatu makna yang dapat ditafsirkan bahwa untuk mengajukan rancangan undangundang harus mendapat dukungan sedikitdikitnya dari dua fraksi. Heranya, ketentuan itu kok boleh dimunculkan! Timbul pertanyaan, sejauh mana sebenarnya sebuah pasal dalam UUD itu dapat dibuatkan rincian aturan pelaksanaannya dalam suatu produk hukum di bawahnya? Kenapa pasal yang mengatur masa jabatan presiden tidak boleh diatur lebih rinci dalam suatu produk tersendiri sedangkan yang menyangkut mengatur hak anggota DPR kok boleh? Kalau kita mau konsekuen dan konsisten maka tidak seharusnya kita membatasi hak anggota DPR untuk mengajukan rancangan undangundang. Artinya, setiap rancangan undangundang yang memenuhi persyaratan teknis perundangundangan, yang diajukan oleh seorang anggota DPR, seyogianya dapat diterima untuk dibahas pada masamasa persidangan berikutnya. Soal apakah rancangan ini dapat disahkan atau tidak, itu urusan nanti. Yang penting, hak itu harus diakui tanpa diembelembel persyaratan yang tidak ada dalam UUD. WALUYO BASUKI Blok Z2 Nomor 11 Pondok Kopi Jakarta 13470

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus