Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

kolom

Bulan Siyam

Pemungutan kata siyam yang berarti puasa dari bahasa Arab populer pada penutur bahasa Jawa, bukan bahasa Indonesia.

2 April 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kata siyam jarang digunakan dalam bahasa Indonesia.

  • Kata ini diadopsi oleh bahasa Jawa krama madya dan krama inggil.

  • Penerjemahan dari bahasa Arab ke bahasa Jawa tersebut dilakukan dengan penyerapan bunyi secara utuh.

UMAT Islam seantero dunia kembali pada kewajiban puasa selama sebulan di bulan Ramadan. Aktivitas ini bermakna tidak berbuat atau meninggalkan rutinitas makan-minum dan musabab pembatal puasa lain di waktu siang (sejak subuh hingga magrib). Masa sebulan penuh digunakan muslim untuk mencuci batin, membersihkan diri dari dosa-dosa yang tercipta selama rentang sebelas bulan. Maka Ramadan dinamai sebagai bulan ampunan (syahrul maghfirah). Bulan itu disebut pula sebagai bulan siyam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Siyam secara etimologis berasal dari kata bahasa Arab as-shiyam (akar kata shoma) yang berarti “menahan”. Terkait dengan ritual puasa, arti tersebut bersejajaran makna dengan kata imsak (Arab), yang juga berarti “menahan”. Maka, selama Ramadan, kata imsak amat populer, yang secara istilah berarti menahan diri dari segala perkara yang membatalkan puasa sejak fajar menyingsing hingga matahari terbenam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di samping itu, ada istilah shaum yang semakna dengan shiyam. Hanya, shaum lebih dalam maknanya dibanding shiyam, yakni tidak hanya menahan makan dan minum serta musabab lain yang membatalkan puasa, tapi juga mencegah berbicara, mendengar, dan melihat hal-hal yang merusak ibadah puasa (perbuatan negatif).

Dari aspek peristilahan, shiyam/siyam diterjemahkan ke bahasa Indonesia menjadi “puasa”. Hampir tak ditemui alias langka, muslim Indonesia ketika menjalani ibadah puasa Ramadan mengatakan “Saya sedang bersiyam” atau “Saya lagi melaksanakan ibadah siyam. Galibnya adalah “Saya sedang berpuasa” atau “Saya lagi melaksanakan ibadah puasa”. Jadi pengguna bahasa Indonesia boleh dikata tidak mengenal kata shiyam/siyam.

Kasus kelangkaan atau nirperistiwa penggunaan kata siyam dalam bahasa Indonesia di atas justru mengalami kontradiksi dengan kasus dalam bahasa Jawa. Secara umum, bahasa Jawa mengenal strata kebahasaan atau tingkatan tuturan, dari ngoko, krama madya (tengahan), hingga krama inggil. Kata shiyam/siyam dijawakan secara ngoko menjadi poso, sedangkan secara krama madya dan/atau krama inggil menjadi siyam. Proses penjawaan atau penerjemahan dari bahasa Arab ke bahasa Jawa tersebut dilakukan dengan penyerapan (pemungutan) bunyi secara utuh.

Demikianlah, dalam konteks komunikasi bahasa Jawa tengahan dan inggil, kerap ditemui ungkapan seperti “Sampeyan/panjenengan siyam nopo boten?” (Kamu berpuasa apa tidak?) atau “Sugeng nglampahi ibadah siyam” (Selamat melaksanakan ibadah puasa). Dalam konteks komunikasi ngoko, tentu tak pernah ditemui kata/istilah siyam karena terganti oleh kata poso. Maka lazim ditemui ungkapan seperti “Kowe poso opo ora?” (Kamu berpuasa apa tidak?) atau “Aku nglakoni poso sewulan muput” (Saya menjalani ibadah puasa sebulan penuh).

Seiring dengan datangnya Ramadan, ramai bergaung ungkapan berbahasa Arab “Marhaban Syahru Ramadhan” atau “Marhaban Ya Ramadhan. Jika diindonesiakan berubah menjadi “Selamat Datang Bulan Ramadan” atau “Selamat Datang Wahai Ramadan, dijawakan (strata krama madya dan krama inggil) menjadi “Sugeng Rawuh Sasi Siyam, dan jika di-ngoko-kan menjadi “Sugeng Rawuh Wulan Poso.

Banyak kata dari bahasa Arab diserap atau dipungut ke bahasa Indonesia, seperti majelis, hakim, mahkamah, kitab, zaman, mukmin, muslim, musyawarah, sejarah, berkah, salam, setan, hikmah, rahmat, hakikat, dan jahanam. Namun pemungutan kata siyam dari bahasa Arab justru populer pada penutur bahasa Jawa, yang notabene penutur terbesar dan terbanyak bahasa Indonesia. Dalam percakapan konteks bahasa Indonesia, kata siyam tidak populer bahkan tak dikenal.

Paling tidak ada tiga metode yang dipakai dalam penyerapan atau pemungutan kata asing ke bahasa Indonesia, termasuk ke bahasa Jawa, yakni adopsi, adaptasi, dan penerjemahan. Adopsi berarti penyerapan dengan cara penuh atau apa adanya menurut asas fonologi (bunyi), seperti shiyam/siyam (Arab) dijawakan menjadi siyam. Adaptasi berarti penyerapan yang ejaannya disesuaikan, misalnya option (Inggris) diindonesiakan menjadi opsi. Sedangkan penerjemahan berarti mencari padanan yang tepat, seperti overlap (Inggris) menjadi tumpang-tindih (Indonesia).

Pemungutan atau penyerapan kata asing dari bahasa Arab atau dari bahasa asing lain, seperti Inggris, Prancis, dan Belanda, ke bahasa Indonesia berlangsung secara alami sesuai dengan denyut interaksi sosial pergaulan bahasa. Pemungutan atau penyerapan tersebut membawa berkah atau hikmah memperkaya khazanah kosakata bahasa Indonesia.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus