Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah meluncurkan dana abadi kebudayaan untuk membangkitkan aktivitas kebudayaan yang sempat terhenti karena pandemi.
Pengelolaan dana abadi kebudayaan sebaiknya diserahkan kepada profesional bidang keuangan.
Anggota panel ahli dan panel seleksi dalam badan pengelola dana abadi kebudayaan terdiri atas orang-orang non-pemerintah yang paham perkembangan dan kebutuhan pemajuan kebudayaan.
HAMPIR lima tahun setelah disahkannya Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan, para pekerja seni dan pelaku budaya Indonesia akhirnya bisa memanfaatkan dana kebudayaan. Dana hibah ini bisa cair setelah pemerintah melakukan sosialisasi ke semua pemangku kepentingan seni-budaya. Selain itu, pemerintah harus menyusun aturan mengenai perencanaan, penganggaran, penyaluran, dan pertanggungjawaban dana tersebut. Menurut Presiden Joko Widodo, dananya bisa mencapai Rp 5 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada 2020-2021, Kementerian Keuangan mengalokasikan anggaran dana abadi kebudayaan sebesar Rp 3 triliun dan dikelola oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Selama dua tahun, dana itu menghasilkan keuntungan Rp 200 miliar. Dana hasil pengelolaan inilah yang kemudian ditawarkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kepada semua pelaku kegiatan budaya pada pertengahan Maret lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dana abadi kebudayaan bisa dipakai untuk membangkitkan kembali aktivitas kebudayaan yang sempat terhenti karena pandemi. Berdasarkan riset Direktorat Jenderal Kebudayaan pada Agustus 2021, sebanyak 65 persen pelaku budaya tidak lagi bekerja. Sebanyak 70 persen ruang publik dan organisasi kebudayaan tidak aktif serta pendapatan pelaku budaya turun 70 persen.
Menurut Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan, dana abadi kebudayaan dapat digunakan untuk berbagai kegiatan budaya. Obyek pemajuan kebudayaan yang dimaksud adalah kesenian, tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, bahasa, teknologi tradisional, permainan rakyat, dan olahraga tradisional. Ada lima jenis peruntukan dana abadi kebudayaan: alokasi untuk institusi kesenian dan kebudayaan, dukungan produksi, preservasi, distribusi internasional, dan kajian obyek pemajuan kebudayaan.
Agar dana hibah ini bisa segera dialokasikan, perihal lembaga pengelola dan teknis pengelolaan harus segera diputuskan. Pilihannya ada dua opsi: LPDP atau badan layanan umum baru seperti yang diusulkan Direktur Jenderal Kebudayaan sekitar dua tahun lalu. Badan yang terakhir berisi panel ahli yang akan menentukan pengalokasian dana dan panel seleksi yang menentukan penerima dana. Baik anggota panel ahli maupun panel seleksi adalah orang-orang non-pemerintah yang punya rekam jejak baik serta paham perkembangan dan kebutuhan pemajuan kebudayaan.
LPDP saat ini masih mengelola sendiri Dana Abadi Pendidikan dengan menginvestasikan dana pokok ke produk keuangan yang memiliki penghasilan tetap. Jika tak ingin dikelola oleh pegiat kesenian dan kebudayaan, dana abadi kebudayaan dapat dikelola oleh profesional di bidang keuangan. Inilah yang dilakukan National Endowment for the Arts (NEA) di Amerika Serikat dan Australia Council of the Arts di Australia.
Untuk menjamin proses seleksi berlangsung adil dan menghindari korupsi-kolusi-nepotisme, masa jabatan anggota panel NEA dibatasi tiga tahun. Ketika pelamar gagal mendapatkan dana hibah dan melamar kembali pada tahun berikutnya, tim panel seleksi akan menunjuk konsultan yang berbeda untuk menilai proposal itu. Mereka juga melibatkan banyak konsultan di bidang kesenian, bahkan mendatangkannya dari luar negeri. Perlakuan di NEA ini bisa menjadi rujukan bagi pengelola dana kebudayaan.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo