Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Tak Kunjung Beres Mengurus Beras

Harga beras terus naik sejak akhir tahun lalu. Operasi pasar melibatkan pedagang.

29 Januari 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Tak Kunjung Beres Mengurus Beras

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Harga beras terus naik, menembus Rp 12 ribu per kilogram untuk beras medium.

  • Pada Agustus 2022, harga pasaran beras medium masih Rp 8.300 per kilogram.

  • Operasi pasar dinilai kurang besar, salah sasaran, dan melibatkan pemburu keuntungan.

MENINGKATNYA beban masyarakat akibat harga beras yang terus melambung adalah buah kesalahan tata kelola bahan pangan pokok ini. Sistem distribusi beras yang dijalankan Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik atau Bulog sebagai "tangan pemerintah" untuk menstabilkan harga berisiko dimainkan pemburu rente.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Harga beras terus membubung, naik 6,23 persen sepanjang 2022. Pada bulan ini, harga beras medium pun lebih tinggi 2,73 persen dibanding pada Desember 2022, menjadi Rp 11.300 per kilogram. Harga itu sudah kelewat mahal. Pemerintah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) beras medium—yang dikonsumsi masyarakat kelas menengah ke bawah—Rp 9.450 per kilogram.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ilmu ekonomi dasar menunjukkan kenaikan harga tersebut terjadi akibat rendahnya tingkat ketersediaan. Cadangan beras pemerintah cuma 680 ribu ton, separuh dari batas aman 1.200 ton. 

Lonjakan harga ini memunculkan pertanyaan mengenai peran Perum Bulog sebagai pengelola persediaan dan distribusi serta pengendali harga beras. Apalagi harga sudah lama mulai merangkak naik, yaitu sejak Agustus 2022. Saat itu satu kilogram beras medium masih bisa dibawa pulang dengan uang Rp 8.300.

Salah satu mekanisme pengendalian harga adalah operasi pasar. Teorinya, guyuran beras dalam jumlah masif membuat angka ketersediaan meningkat dan harga menurun. Bulog telah menjalankannya. Klaimnya: 100 ribu ton beras masuk ke pasar mulai awal bulan ini. Namun tetap saja, mereka tak kuasa menggoyang harga.

Penyebabnya ada tiga. Pertama, volume yang terlampau kecil. Jakarta, misalnya, kebagian 10.700 ton. Jumlah ini bahkan tidak cukup untuk menambal defisit persediaan di Pasar Induk Beras Cipinang. Saat ini stok harian di sana hanya 14 ribu ton, jauh di bawah angka normal yang sebesar 30 ribu ton per hari. 

Pemerintah tak punya amunisi yang cukup untuk melawan pasar. Sebab, stok tiris. Untuk menambah cadangan, Bulog mengimpor 500 ribu ton beras dari Vietnam, Thailand, dan Pakistan. Sebanyak 200 ribu ton di antaranya dijadwalkan tiba pada akhir Desember 2022, sisanya pada Februari 2023. Namun yang sudah mendarat baru 100 ribu ton akibat terhalang cuaca buruk.

Kedua, sudah volumenya kecil, operasi pasar pun disinyalir tak tepat sasaran. Tiga dari empat provinsi penerima terbanyak merupakan daerah surplus beras, yaitu Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan. Sulawesi Selatan, misalnya, kelebihan stok 2 juta ton, tapi diberi 152 ribu ton cadangan beras pemerintah pada tahun lalu.

Penyebab ketiga operasi pasar tak bergigi adalah mekanismenya. Cara Bulog melepas stok beras ke pedagang-pedagang besar, alih-alih ke masyarakat, berisiko besar. Harganya Rp 8.300 per kilogram. Pedagang besar menjual kembali ke pedagang kecil sebelum bisa dibeli masyarakat. 

Menunjuk pedagang di operasi pasar, yang bertujuan menurunkan harga, merupakan sesat logika. Tak mungkin masyarakat bisa membeli sesuai harga eceran tertinggi Rp 9.450 per kilogram, di saat pedagang besar melabeli beras yang mereka beli dari Bulog tersebut Rp 9.500 per kilogram ke pengecer. 

Walhasil, tetap saja masyarakat membeli beras medium Rp 12 ribuan per kilogram. Ada pun, negara merugi. Sebab, operasi pasar itu menggunakan beras yang Bulog beli dari petani dengan harga beras komersial, Rp 10.200 per kilogram, pada akhir tahun lalu. Sementara para pedagang, termasuk perusahaan rekanan Bulog, mandi laba. 

Artikel:

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus