Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Satuan Tugas Penanganan Penyakit Mulut dan Kuku pada sapi berhadapan dengan dua tantangan.
Penyebaran wabah penyakit mulut dan kuku kadung meluas akibat ketidakbecusan pemerintah.
Penanganan darurat harus tetap memperhatikan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.
MENDAPAT tugas mencuci “piring kotor” penanganan penyakit mulut dan kuku (PMK) yang ditinggalkan Kementerian Pertanian, beban tim khusus yang dipimpin Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sungguh tidak ringan. Mereka harus bergerak cepat memobilisasi semua perangkat pemerintah di pusat dan daerah untuk menanggulangi wabah yang kadung menyebar luas sekaligus memastikan semua penanganan wabah tetap akuntabel.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Satuan Tugas Penanganan Penyakit Mulut dan Kuku, begitu nama tim lintas kementerian dan lembaga di bawah koordinasi BNPB yang dibentuk pada Jumat, 24 Juni 2022. Begitu mendapat mandat penuh, pekan lalu BNPB langsung menetapkan status keadaan darurat di wilayah yang terjangkit PMK. Dengan status itu, Satgas bisa membatasi perniagaan hewan ternak antardaerah dengan skema mirip pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat pada penanganan Covid-19.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kebijakan pembentukan Satgas PMK ini sudah tepat karena wabah yang telanjur meluas memerlukan penanganan terintegrasi di pusat dan daerah. PMK kini telah menjangkiti lebih dari 300 ribu ekor hewan ternak di 19 provinsi. Meski terlambat, langkah ini setidaknya efektif mencegah penularan dan mengerem penyebaran wabah ke daerah lain. Satgas juga punya pekerjaan rumah mengejar vaksinasi hewan ternak untuk membentuk kekebalan komunal.
Dengan status darurat, pemerintah pusat dan daerah bisa menggunakan anggaran siap pakai untuk kebencanaan. Meredanya Covid-19 juga memberi ruang bagi pemerintah untuk segera merealokasi dana penanganan pandemi, termasuk yang selama ini dipakai membiayai program pemulihan ekonomi nasional, untuk mencegah berbagai dampak buruk PMK.
Bagaimanapun publik tak boleh lupa bahwa merebaknya wabah ini merupakan buah dari kebijakan pemerintah yang serampangan mengubah aturan impor sapi dari semula berbasis negara menjadi kawasan pada 2015. Perubahan Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan ketika itu membuka celah masuknya daging atau hewan impor dari negara yang terjangkit penyakit. Masalah kian parah karena Kementerian Pertanian terkesan menganggap enteng persoalan ketika penyakit ini pertama kali terdeteksi di Jawa Timur pada akhir April lalu.
Wabah PMK memang tak seperti Covid-19 yang langsung menyerang kesehatan manusia. Namun dampak serangannya terhadap ekonomi tak bisa disepelekan. Bagi masyarakat di perdesaan, sapi dan kambing adalah harta dan investasi. Matinya ternak warga akibat terjangkit PMK, apalagi dalam jumlah banyak dan tiba-tiba, akan memukul kehidupan mereka.
Peternak yang hewan ternaknya selamat tetap tak bisa menghindar dari kerugian. Permintaan sapi potong anjlok. Harganya jeblok. Di peternakan skala besar, kondisi ini tak hanya menjadi kabar buruk bagi para pemilik, tapi juga buat pekerja, yang terancam kehilangan mata pencarian. Imbasnya, perekonomian nasional bisa terguncang.
Walau tugas penanganan PMK diliputi suasana keterdesakan, Satgas yang dipimpin BNPB tak boleh menerabas prinsip tata pemerintahan yang baik. Berbagai temuan audit Badan Pemeriksa Keuangan atas penanganan dampak Covid-19, seperti penyelewengan pengadaan alat kesehatan dan bantuan sosial tak tepat sasaran, tak boleh terulang. Pemerintah harus memastikan setiap rupiah duit negara untuk penanganan PMK dapat dipertanggungjawabkan.
Tanpa kehati-hatian, upaya membersihkan “piring kotor” yang diwariskan Kementerian Pertanian dua bulan terakhir hanya akan menghasilkan kotoran baru di dapur keuangan negara. Sungguh cilaka dua belas jika ini terjadi.
Artikel:
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo