Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Mengeluh Bukan Berarti Teror

Seorang guru ditangkap karena mengeluh lewat pesan pendek ke Ibu Negara. Nada kesal jelas bukan teror.

7 September 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

YANG dilakukan Arief Rohmana adalah perjuang an panjang demi mempertahankan masa depan. Guru Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Cimanuk, Pandeglang, Banten, itu juga memperjuangkan nasib warga masyarakat di sekelilingnya.

Guru matematika ini mencicil sebuah rumah di Griya Labuan Asri, Labuan. Tanpa disangka dan tanpa persetujuan warga sekitar—Perusahaan Listrik Negara membentangkan kabel saluran udara tegangan ekstratinggi alias SUTET di atas kawasan itu. PLN memang membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap II Banten di Kecamatan Labuan, Pandeglang. Sejak proyek diresmikan pada pertengahan 2008, Arief bersama warga sekitar berjuang menuntut keadilan.

Berbilang bulan tak ada tanggapan dari instansi terkait, meski puluhan surat protes sudah dilayangkan. Rumah Arief, yang sebelum ada tegangan tinggi bisa laku Rp 75 juta, hanya ditawar ganti rugi Rp 1,5 juta oleh pemerintah. Ganti rugi ini lebih dirasakannya sebagai penghinaan.

Menyadari bahaya radiasi yang mungkin terjadi, Arief pun pindah mengajar dan mencari rumah kontrakan. Namun perjuangannya tak surut. Puluhan pesan pendek tetap ia layangkan ke berbagai pihak. Terakhir ia mengirim pesan pendek kepada Ani Yudhoyono. Pesan pendek inilah yang jadi perkara. Bukan mendapat ganti rugi yang wajar untuk rumahnya, Arief langsung ditangkap menjelang sahur dua pekan lalu. Tak tanggung-tanggung, Detasemen Khusus Antiteror 88-lah yang menangkapnya dengan tuduhan melakukan teror.

Pesan pendek yang dikirim Arief berbunyi: ”Terompet sumber malapetaka masyarakat Labuan telah kau bu nyikan, mulai saat ini engkaulah target selanjutnya”. Po lisi barangkali terlalu sensitif membaca kata ”target”, lalu bertindak berlebihan. Arief disangka anggota jaringan teroris yang ingin menjadikan Ibu Negara seba gai ”target”—mungkin yang dibayangkan ”target pembu nuhan”. Maklum, konon jaringan teroris Noor Din M. Top pernah menjadikan Presiden sebagai ”target”. Padahal Arief berpikir polos. Setelah lama berjuang tanpa hasil, ia berharap Ibu Negara sebagai ”target keluhan”-nya kali ini bisa memberinya titik terang.

Sang Guru sudah bebas dari tahanan, tapi tuduhan yang disangkakan kepadanya sangat berlebihan. Ia didakwa dengan pasal berlapis-lapis, Pasal 45 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta Pasal 310 sampai Pasal 311 KUHP tentang penghinaan, yang hukumannya bisa 12 tahun penjara.

Kapankah keadilan berpihak kepada orang kecil? Kalau Arief disangka dengan pasal seberat itu, Perusahaan Listrik Negara mestinya bisa digugat karena sewenang-wenang membentangkan kabel tegangan tinggi di atas permukiman yang dibangun dengan surat izin resmi. Listrik memang ”hajat hidup orang banyak”, tapi upaya membangun jaringan berbahaya ini mestinya dilakukan di wilayah yang tidak padat penghuni. Atau, kalau tak ada jalan lain, ganti rugi seharusnya cukup memadai dan tidak mengorbankan rakyat kecil.

Lagi pula, keluhan masyarakat lewat pesan pendek itu sesungguhnya karena permintaan Ani Yudhoyono—meniru suaminya yang presiden. Ibu Negara membagikan nomor telepon selulernya dalam berbagai kesempatan—termasuk saat hadir dalam acara pengajian yang diikuti seorang rekan Arief Rohmana—untuk menampung keluhan rakyat. Bahasa SMS kadang terasa meneror, tapi sebenarnya tak perlu gusar menghadapinya. Kalau tak siap berhadapan dengan bahasa SMS, ya, jangan sebar nomor telepon.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus