Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEKALI tempo Henry Ford berkata, ”Untunglah penduduk negeri ini tak memahami sistem perbankan dan moneter kita. Jika mereka paham, saya yakin akan ada revolusi sebelum besok pagi.” Bapak industri otomotif Amerika Serikat itu tentu saja tak berbicara tentang kasus Bank Century. Ia menyindir sistem perbankan dan moneter negerinya yang sa ngat tertutup, jauh pada masa menjelang pergantian abad.
Akan halnya kasus Bank Century, se pe nuhnya bisa dimengerti mengapa publik be reak si hiruk-pikuk. Pengalaman buruk akibat penyelamatan bank, dengan sekalian skan dalnya, pernah membuat perekonomian negeri ini nyaris bangkrut. Tragedi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, yang menelan anggaran negara tak ku rang dari Rp 600 triliun, sampai sekarang menjadi beban rakyat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Century dipertimbangkan untuk ditutup karena modalnya sudah negatif. Jika dinilai tidak bakal menimbulkan dampak sistemik, bank akan ditutup oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Dalam keadaan dinilai bakal menimbulkan dampak sistemik, penanganannya diserahkan kepada Komite Kebijakan Sektor Keuangan, yang beranggotakan Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Keuangan.
Dalam kasus Century, Komite Kebijakan sudah memin ta pendapat Bank Indonesia. Dalam rapat yang sangat alot, Menteri Keuangan, juga para komisioner Lembaga Penjamin, mempertanyakan pendapat Bank Indonesia yang menyatakan penutupan Century akan menimbulkan dampak sistemik. Penutupan akan membuat Lembaga Penjamin mengeluarkan Rp 6,4 triliun. Jika diselamatkan, biayanya per 20 November 2008 hanya Rp 632 miliar. Keputusan mempertahankan Century lahir karena penutupan diperkirakan akan membuat banyak bank lain ikut terkubur.
Dalam pantauan Bank Indonesia, dalam sepuluh hari krisis Century, Rp 11 triliun dana ditarik dari 18 bank selevel Century. Muncul pula trauma krisis moneter Asia 1997, ketika pemerintah (Soeharto) menutup 16 bank pada 1 November tahun itu. Hanya dalam bilangan bulan, puluhan bank lain ikut rontok di-rush nasabah yang kehilangan kepercayaan.
Situasi sekarang mirip 1997-1998. Krisis finansial melanda dunia. Puncaknya pada Oktober-November, ketika bank kelas dunia bertumbangan. Menilik situasi itu, Bank Indonesia berpendapat Century lebih baik diselamatkan. Ternyata, banyak hal terjadi setelah itu, ter utama pembengkakan kucuran dana Lembaga Penja min hingga Rp 6,7 triliun. Legalitas pengu curan dana itu dipertanyakan karena dianggap memakai Perpu Jaring Pengaman Sistem Keuangan, yang notabene sudah ditolak Dewan Perwakilan Rakyat. Ada pula fraud yang luar biasa di Century.
Menurut penjelasan pemerintah dan Bank Indonesia, kebutuhan dana membengkak karena kondisi Century jauh lebih parah dari yang diperkirakan. Dasar hukum pe ngu curan adalah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, bukan Perpu. Adapun Lembaga Penjamin tidak bertanggung jawab kepada DPR, atawa kepada Menteri Keuangan, atawa kepada Gubernur Bank Indonesia, tapi kepada Presiden.
Pengucuran dana memang tidak perlu dilaporkan ke DPR, karena dana itu dikumpulkan Lembaga Penjamin Simpanan dari perbankan. Fraud sudah dilaporkan ke polisi dua kali. Robert Tantular, pemilik bank, dan tiga anggota direksi juga sudah ditahan, bahkan tiga anggota direksi sudah divonis bersalah. Protokol penanganan krisis perbankan, atau bank bermasalah, sudah jauh lebih baik dibanding 1998. Prosedurnya sangat jelas dan melibatkan banyak pihak.
Penanganan fraud juga sudah jauh lebih baik. Dalam kasus 1998, mereka yang bermasalah masih gentayangan di banyak negara dalam keadaan aman sejahtera. Ketika itu, Rp 600 triliun dikucurkan untuk menyelamatkan perbankan Indonesia. Karena itu, seyogianyalah ”kisruh” Century dibuat terang secalak-calaknya, apalagi kondisi Century sendiri sudah cukup baik, bahkan sudah mencetak laba hampir Rp 200 miliar.
Kekhawatiran publik memang sah belaka. Tapi ”revolusi” seperti yang dibayangkan Henry Ford tentulah jauh panggang dari api. Sistem perbankan dan moneter ne geri ini, bagaimanapun, tidaklah setertutup masa awal sistem kapitalistis Amerika. Syaratnya: semua kusut-masai itu hendaklah didedahkan kepada publik dengan segala kemauan baik. Cara itu pula yang sudah disarankan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Keterbukaan akan melenyapkan, bahkan menangkal, syak wasangka. Apalagi jika syak wasangka itu ”digoreng” untuk kepentingan percaturan politik sesaat yang akan membuat rakyat justru makin tersesat di kegelapan. Rakyat perlu diyakinkan bahwa penyelamatan Century bisa dipertanggungjawabkan. Audit yang akan dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan barangkali merupakan salah satu cara menciptakan keterbukaan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo