Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Momentum Suku Bunga Kredit Single Digit

Saat mayoritas perbankan di negara-negara ASEAN telah memberikan suku bunga kredit single digit, rata-rata suku bunga kredit perbankan Indonesia masih di atas 10 persen.

23 Oktober 2019 | 08.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Gubernur BI Perry Warjiyo (dua dari kiri) bersama jajarannya memberikan keterangan kepada wartawan saat Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia di Jakarta, Rabu, 15 Agustus 2018. BI juga menaikkan suku bunga <i>deposit facility</i> 25 bps menjadi 4,75 persen dan suku bunga <i>lending facility</i> 25 bps menjadi 6,25 persen. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Indra Tumbelaka
Peneliti di Departemen Riset Otoritas Jasa Keuangan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saat mayoritas perbankan di negara-negara ASEAN telah memberikan suku bunga kredit single digit, rata-rata suku bunga kredit perbankan Indonesia masih di atas 10 persen. Suku bunga kredit yang relatif tinggi dibandingkan dengan negara peer ini memberatkan dunia usaha dan menyebabkan korporasi memilih alternatif pendanaan dari luar negeri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Untuk menurunkan suku bunga kredit, pemerintah dan otoritas keuangan mewacanakan suku bunga kredit single digit sejak 2016. Terakhir, Presiden Joko Widodo mengatakan pemerintah tidak akan mengintervensi. Namun, jika suku bunga dapat turun, hal ini akan berdampak baik terhadap sektor riil.

Setelah berhasil menjaga stabilnya suku bunga kredit di tengah tren kenaikan suku bunga tahun lalu, perbankan sedang berada dalam momentum terbaiknya menuju suku bunga kredit single digit. Momentum pertama adalah meningkatnya daya saing pasar keuangan Indonesia, yang tecermin dari imbal hasil aset keuangan domestik yang kompetitif dan inflasi yang stabil pada level 3 persen. Hal ini mendorong Bank Indonesia melonggarkan kebijakan moneternya.

Pada triwulan III 2019, Bank Indonesia telah merelaksasi kewajiban giro wajib minimum (GWM) serta mengumumkan pelonggaran ketentuan loan to value (LTV) dan rasio intermediasi makroprudensial (RIM).

Bank Indonesia juga telah menurunkan suku bunga acuannya sebesar 0,75 persen ke level 5,25 persen pada periode yang sama. Bauran kebijakan BI tersebut diharapkan meningkatkan likuiditas di pasar keuangan dan mendorong penurunan biaya dana perbankan.

Momentum kedua adalah kinerja perbankan yang semakin positif, yang tecermin dari penurunan net interest margin (NIM), terjaganya risiko kredit, dan meningkatnya ekspektasi efisiensi perbankan. Dalam lima tahun terakhir, NIM perbankan terus mengalami penurunan dan menyentuh level di bawah 5 persen pada 2019.

Untuk mendorong semakin turunnya kesenjangan antara suku bunga kredit dan suku bunga simpanan, Otoritas Jasa Keuangan dapat meninjau kembali penyempurnaan Surat Edaran Nomor 15/7/DPNP, yang memberikan insentif kepada bank dengan NIM di bawah 4,5 persen. Revisi ketentuan tersebut dapat difokuskan kepada bank-bank yang memiliki risiko kredit rendah tapi masih memiliki NIM tinggi.

Selanjutnya adalah risiko kredit perbankan yang terjaga pada level yang rendah. Rasio non-performing loan dilaporkan sebesar 2,6 persen pada Agustus 2019, turun dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Ke depan, pemantauan sektor-sektor ekonomi yang memiliki rasio loan at risk yang besar akan semakin menurunkan premi risiko, salah satu komponen utama pembentuk suku bunga kredit.

Faktor terakhir yang mendukung suku bunga kredit single digit adalah meningkatnya efisiensi perbankan. Selain penurunan biaya dana dan cadangan kerugian kredit, biaya overhead diharapkan semakin kecil sejalan dengan pemanfaatan layanan digital perbankan.

Alternatif lain untuk meningkatkan efisiensi perbankan adalah melalui konsolidasi perbankan (Hadad et al, 2013). Merger atau akuisisi diharapkan meningkatkan kinerja sekaligus mengoptimalkan penggunaan sumber daya perbankan. Meski demikian, perlu diperhatikan juga konsolidasi perbankan antara bank-bank dan karakteristik tertentu, yang dapat juga meningkatkan risk-taking behavior perbankan (Yusgiantoro et al, 2019).

Di tengah gempuran perusahaan fintech, yang memberikan jasa pembiayaan dan pembayaran dengan sangat cepat, suku bunga kredit rendah merupakan satu-satunya senjata yang dimiliki oleh industri perbankan. Untuk itu, dukungan penuh otoritas dan pelaku industri keuangan sangat diperlukan agar sektor riil dapat secepat mungkin menikmati suku bunga kredit single digit. l

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus