Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Norman-arab

Raja norman, kaisar freidrich ii bertekad menjadi murid dalam kebudayaan dan seni hidup arab. pertukaran persahabatan antara norman dan arab membuahkan perdamaian antara islam dan kristen. raja norman, kaisar friedrich ii bertekad menjadi murid dalam kebudayaan dan seni hidup arab. pertukaran persahabatan antara norman dan arab membuahkan perdamaian antara islam dan kristen.

25 April 1992 | 00.00 WIB

Norman-arab
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
NORMAN. Bukan Norman Schwarzkopf sang jenderal Desert Storm yang menghantam Irak dengan laser-lasernya. Tetapi suku-suku Norman (Manusia Utara) yang di abad-abad kuna tidak kepalang tanggung beremigrasi dari Skandinavia jauh di sana ke Afrika Utara, di sekitar Tunesia sekarang. Dan yang 1.000 tahun yang lalu menduduki Pulau Sisilia di pucuk selatan "sepatu lars" Italia, dengan kota indah bagaikan permata Palermo. Jika kita mendengar Sisilia, maka gagasan kita langsung teringat pada organisasi gelap para bandit Mafia. Tetapi Sisilia di sekitar tahun 1200 adalah suri-teladan yang indah bukan main bagi kita tentang pergaulan hidup serta ketatanegaraan yang tentu saja sama sekali lain situasi-kondisinya dari sekarang. Akan tetapi toh dapat menjadi sumber inspirasi bagi kita. Dan seandainya pun berkesan hanya impian dalam perbandingan dengan situasi kondisi real kita kini, namun apalah jeleknya kadang-kadang bermimpi. Karya-karya dan prestasi-prestasi agung selalu mulai dengan "A have a dream!" Abad ke-12/13. Dunia Arab Islam dan Frangka-Norman Nasrani sudah lelah bahkan benci perang Sabil perang Salib. Kesejahteraan dan kebudayaan Arab sedang pada puncak-puncaknya. Perang hanya menghancurkan, sedangkan perdamaian mengangkat kemakmuran dan martabat manusia. Kira-kira situasinya sama dengan zaman pasca-Gorbachev sekarang. Namun bedanya, kala itu tidak ada yang kalah tidak ada yang menang. Kedua pihak sadar sendiri. Raja-raja Norman di Sisilia bertekad bulat untuk tidak mengikuti mental tradisional para raja di daratan benua uang kini disebut Eropa. Khususnya Kaisar Friedrich II, cicit dari Raja Roger I yang merebut kembali Sisilia dari orang-orang Arab, dengan ikhlas meneruskan kebijakan kakek-moyangnya, yakni dari pemenang dalam seni perang menjadi murid dalam kebudayaan serta seni-hidup. Jelasnya seni-hidup Arab yang sudah berkebudayaan tinggi. Palermo, pusat pemukiman kaum Arab di Sisilia, dengan istana-istananya dan jalan-jalan raya serta taman-taman sari, dengan pusat-pusat bisnis, angkatan laut maupun ilmu-pengetahuannya, sudah lama dijadikan ibu kota dan sentrum kebudayaan oleh sang nenek-buyut Ratu Adelasia. Dan para admiral (amir arrahl) yang praktis berfungsi sebagai perdana menteri kerajaan, bahkan sering Hakim Tinggi dan Menteri Keuangan selalu adalah orang-orang Arab. Para raja Kristen di Sisilia tidak mau kalah terhadap kebesaran jiwa emir-emir Arab seperti Amir Machdija (Tunesia) yang Islam, dan yang perdana menterinya seorang Kristen (seperti Saddam Hussein sekarang). Pada zaman itu kerukunan antara kaum Muslimin Muslimat dan Kristen bukan hanya cita-cita tetapi sudah menjadi kebudayaan. Apakah kesulitan politis dan kultural sama sekali tidak ada? Tentu saja ada. Tetapi ada suatu etos sikap keksatriaan khusus yang saling beresonansi antara para ksatria dari padang pasir Arab itu dengan para ksatria dari benua Utara. Ternyata saling kenal dalam medan pertempuran menumbuhkan saling penghargaan dan saling kenal kebudayaan serta cara pikir. Dan jelas di sini para ksatria Arab itulah yang berfungsi menjadi para guru. Bagaimana tidak. Sebab, pada waktu itu dunia Arab memang sudah bermekaran dengan ilmu-ilmu serta keterampilan maupun kultur kehidupan sehari-hari yang sangat tinggi. Sedangkan para raja dari benua yang kelak disebut Eropa itu masih dapat disebut orang-orang dari hutan gelap. Para Genius Pewaris Budaya Yunani antik Sudah lama perang antara kaum Muslimin dan Nasrani dihentikan. Diganti dengan diplomasi. Kedua pihak merasa berat dalam mempertarungkan Jerusalem dan tempat-tempat keramat lain yang suci bagi para penganut agama kedua belah pihak. Karena diplomasi yang bersifat politik langsung masih macet, maka dimulailah hubungan kultural. Sultan Al-Kamil yang bermarkas besar dekat perbatasan Mesir mengirim hadiah-hadiah hebat berupa unta-unta balap dan kuda-kuda Arab yang termasyhur itu, gajah-gajah dan kera-kera unik, elang-elang perburuan beserta ahli-ahlinya, batu-batu permata yang langka serta kain-kain sutera mengkilau kepada Kaisar Friedrich II. Dan maharaja dari Negeri Senja mengirimkan penghormatan tertinggi di waktu itu, pengakuan kalah-budaya yang sangat mengangkat gensi sang Sultan, yakni ....... pertanyaan-pertanyaan sangat sulit dalam bidang matematika, filsafat dan ilmu-ilmu alam. Tidak dibicarakan soal-soal politik, apalagi penyerahan kota Jerusalem dan sebangsa itu. Maka dikirimlah oleh Sultan Al-Kamil ke singgasana Kaisar: seorang ilmuwan bijak-bestari, Emir Fachr ad-Din untuk berbincang-bincang dalam kerangka menjawab pertanyaan-pertanyaan filsafat, matematika dan ilmu-ilmu alam tadi, ilmu-ilmu yang sudah dikuasai oleh para sarjana Arab, baik sebagai genius yang luar biasa dalam ilmu pengetahuan maupun sebagai ahli waris kebudayaan Yunani Antik yang sudah lama hancur tetapi diselamatkan dan diolah terus oleh para filsuf dan ilmuwan eksperimental Arab. Demikian juga Kaisar Friedrich II mengutus Pangeran von Aquin yang fasih dalam berbahasa Arab ke singgasana Sultan Al-Kamil. Maka buah hasil dari pertukaran persahabatan antara maharaja Kristen dan sultan Muslimin yang satu lagu dalam rasa budaya itulah yang membuahkan perdamaian antara Dunia Islam dan Dunia Kristen di abad ke-13 itu, formal pada hari 18 Februari 1229. Tanpa pertumpahan darah tanpa sengketa. Semua kota-kota suci bagi umat Kristen bebas boleh dikunjungi oleh para peziarah Kristen, Jerusalem, Betlehem, Nasaret, dan semua jalan-jalan perziarahan sepanjang pantai Galilea, dengan semua puri-puri bentengnya, juga Sidon, Caesarea, Jaffa dan Akkon. Jerusalem sendiri dijadikan kota suci untuk para pemeluk dua agama besar itu. Maka Masjid Kubbet as-Sachra (disebut juga Katedral di Bukit Krang) dan Masjid Al-Aksa dikhususkan bagi kuam Muslimin-Muslimat. Dengan ketentuan saling menghormati dan saling menjaga. Menyembah Allah yang Mahaesa dan berdoa dengan cara masing-masng. Allah Pencipta Tunggal juga dari seluruh semesta raya termasuk bangsa manusia yang satu juga. Sungguh mengagumkan kerukunan antar-umat Islam dan Kristen di zaman penuh kemanusiaan yang adil dan beradab itu dan yang sebenarnya umum berlaku di Timur Tengah sampai sekarang. Kecuali bila sengaja diadu domba oleh kekuasaan-kekuasaan asing yang punya pamrih, seperti yang terjadi di Libanon baru-baru ini. Waktu itu bila kadang-kadang timbul perselisihan, maka bersaksilah penulis sejarah Abn al-Atir: "Sri Baginda sangat menghormati kaum Muslimin, bergaul erat dengan mereka dan melindungi mereka terhadap orang-orang Frangka. Itulah sebabnya kaum Muslimin mencintai Raja." Tetapi sebaliknya juga: ketika Kaisar mengunjungi Jerusalem, maka diperintahkanlah oleh Sultan yang arif, agar selama Kaisar hadir di dalam kota para muezzin jangan menaiki minaret-minaret dan memanggil lantang: cukup dibisikkan saja untuk bersalat. Hanya demi penghormatan tamu agungnya yang Kristen. Maka bertanyalah Kaisar Friedrich kepada Kadi Chams ad-Din yang mengunjungi beliau pada pagi hari: "O, Kadi, mengapa muezzin tidak memanggil umat untuk salat?" "O Raja semua raja, itu tanda kami merasa wajib membalas penghargaan kunjungan Sri Baginda". "Kalian kurasa tidak adil. Mengapa di dalam negerimu sendiri mengubah adat kebiasaan suci hanya demi saya. Bahkan di negara saya sekalipun, jika Anda tinggal di sana, tidak perlu Anda tinggalkan adat keagamaan kalian. Selain itu, justru saya selalu bergembira bila mendengarkan lagu-lagu doa para muezzin." "Manusia modern pertama di atas tahta," demikianlah Kaisar Friedrich II disebut oleh ahli sejarah budaya Eropa Jacob burckhardt. Modern di sini berarti humanis, putra Renaissans atau Fajar-budi, yang memandang manusia dan dunia tidak berdasarkan pagar-pagar primordial atau hukum-hukum kaku, akan tetapi dalam jiwa kemanusiaan yang adil dan beradab. Bukan hukum-rimba yang dianut para humanis dari segala agama maupun aliran filsafat, akan tetapi keksatriaan sejati, baik dalam tradisi Arab asli yang Muslimin maupun Kristiani asli dari Benua Senja. Selain itu apakah yang mempersatukan mereka dalam sikap yang begitu saling menghargai saling memberi tempat? Filsafat, matematika, ilmu-ilmu alam, ilmu ketabiban, geografi dan segala pengetahuan manusia beradab yang disebut umum: humaniora, ilmu-ilmu yang mengangkat manusia semakin lebih manussiawi dan berbudaya. Tokoh-tokoh non-dan-anti perang serta kekerasan adalah buah bibir para raja dan ningrat kedua belah pihak pada waktu itu: Ibn Ruschd, hakim, tabib dan filsuf di Kordoba. Ahli-ahli geografi Idriszi dari Korcoba juga dan kelompok 70 ahli ilmu-ilmu kota Baghdad dari Raja Al-Mamun serta tak boleh dilupakan: Marco Polo-nya bangsa Arab, Sulaiman yang menjelajahi Tiongkok dan Sahara, ahli geologi dan antropologi Makdiszi, Ibn Battuta, ahli geografi astronomik al-Battani, al-biruni, Ibn Said, Yakut dan lain-lain. Terkenal juga hali ilmu politik Schibab ad-Din, ahli botani Ibn al-Baitar, ahli astronomi dan matematika seperti yang tersohor, Mufaddal bin Omar al-Akbakri dan Kemal ad-Din ibn Yunis. Dan tentu saja sebarisan sastrawa, arsitek dan seniman lainnya yang tak terbilang. Bukan Ptolomeus dari Yunani, tetapi Idriszi dari Kordoba tadi itulah yang menjadi guru Benua Utara tentang konsep Bumi sebagai bola. Maka dapat dipahami betapa "jenis-cari-jenis" bergolak dalam kaum Negeri Fajar maupun Negeri Senja itu dalam dua hal: pertama, sikap ksatria dalam fair play dan kedua, dalam sikap ilmiah yang serba eksploratif mencari dan mencari prinsip-prinsip rasional yang terakhir. Di sinilah kaum Muslim dan Kristen bertemua jalan dalam pengakuan sikap dasar humanis atau kemanusiaan yang adil dan beradab. Sehingga sengketa tetek-bengek tentang teologi (yang bukan Tuhan) dan agama (yang tidak identik dengan Allah) dirasakan sebagai sesuatu kenanak-kanakan dan ketidak dewasaan yang menertawakan. Dalam tahun 1992 ini bulan Puasa kaum Kristen dan kaum Muslimin jatuh dalam bulan-bulan yang sama. Demikian juga Hari Raya Paskah dan Hari Raya Idulfitri tahun 1412 H. Suatu perlambangan yang didatangkan oleh Sang Waktu yang (pasti kebetulan tetapi toh tidak hanya kebetulan belaka) membawa warta dan hikmah khusus. Kerukunan antar-umat yang beragama lain tetapi tetap menyembah satu Allah. Dari mana fanatisme datang yang mengkafirkan pihak lain yang tidak seagama? Dari kepicikan keliru, seolah-olah Tuhan identik dengan teologi, seakan-akan Allah itu sama dengan agama alias mempertuhan agama. Padahal agama hanya jalan dan alat sarana saja. Pastilah alat dan sarana tidak sama, tetapi bagaimanapun jalan tetaplah bukan tujuan. Seribu tahun yang lalu Sejarah telah memberi kita suri teladan tentang kemungkinan yang indah mengenai kerukunan antara umat beragama yang sangat produktif dan mengharukan. Tetapi waktu itu orang-orang sana memang sedang mengalami suatu Fajar-Budi bersama yang bagus sekali, suatu Humanisme alamiah yang menyusul abad-abad kekanak-kanakan ke arah kedewasaan. Dengan sekian banyak ahli ilmu pengetahuan serta filsuf ternama, namun juga dengan sekian raja dan sultan yang berbesar hati, pra ksatria yang berhati emas dan yang sanggup menghargai lawan yang sama-sama ksatria. Dan yang tahu bahwa segala kekerasan dan peperangan antar-agama hanya meminta korban percuma. Friedrich II keturunan suku-suku Norman dari negeri-negeri salju paling utara, dan Sultan al-Kamil dari padang-pasir Arab. Memang zaman telah berubah dan banyak peristiwa tragis terjadi sesudah itu, namun jiwa Norman dan mental Arab yang sejati dari zaman itu (yang dapat menjadi kenyataan lagi apabila kita menjalankan Pancasila dan UUD 45 sungguh murni dan konsekuen) nun belum 1.000 tahun yang lalu (sampai sekarang di Timur Tengah) tetaplah suatu keindahan. Dan tetaplah beauty is always a joy for ever.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus