Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Pemilik Tahun Baru

Malam tahun baru konon hanya milik orang kaya. mereka dapat ke hotel, disko untuk berjoget. tapi untuk memiliki siang dan malam tahun baru gampang saja. putarlah lagu "hak asasi manusia" sambil berjoget.

14 Januari 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KORAN pagi saya menulis bahwa malam tahun baru kemarin ini milik orang-orang berduit. Buktinya begini, katanya. Pada malam old and new itu merekalah yang mampu menghadiri pesta-pesta di hotel, restoran, kelab malam, diskotik, bioskop, dan ruang tertutup. Bagi saya tak jelas apa yang dimaksud dengan "ruang tertutup" itu, tapi jelas di ruang tertutup saya tidak ada pesta dan tidak ada duit. banyak. Maka itu, tulis koran pagi saya, "Dalam tahun baru itu benar-benar jadi milik mereka." Jadi ini benar-benaran. Lalu, kalau orang kebanyakan bagaimana? Ini jawabnya (tapi tak usah pakai "benar-benar"): mereka itu bukan pemilik malam tahun baru. Buktinya, kata koran saya, "mereka tidak bisa ke mana-mana." Nah, jadi kalau anda tidak bisa ke mana-mana, anda tidak bisa memiliki malam. Dan kalau siang anda tidak bisa ke mana-mana, maka anda juga tidak bisa memiliki siang. Wah salah! Sebaiknya begini: kalau siang anda pergi ke luar rumah, maka hilanglah hak milik anda atas slang . "Peninjauan" Saya pikir, masih mendingan jadi wakil orang kebanyakan. Koran pagi saya memberitakan bahwa wakil rakyat yang resnli itu masih bisa ke mana-mana. Dipimpin oleh kepalanya sendiri, para wakil rakyat ini pada malam old and new "melakukan peninjauan" di hotel dan diskotik dan kelab malam (ruang tertutup tidak disebut lagi). Maaf. Itu tanda petik bukan saya yang bikin, tapi koran saya. Pokoknya, sekarang saya tahu apa yang harus saya katakan seandainya saya nanti kepergok di kelab malam dan ruang tertutup. Saya bilang saja Saya ini sedang meninjau dan sedang diskusi dengan pramuria tentang ekologi dan pomparlisasi dan Pakta Warsawa. Ingat, saudara, saya ini pegawai negeri, dan saya yakin anda sudah lupa bahwa pegawai negeri itu dilarang masuk kelab malam. Maka itu ada sekarang terlintas ambisi pada saya untuk jadi wakil rakyat dengan tugas khusus meninjau pramuria. Saya juga berambisi bereksperimen dengan pramuria, sebab tugas sarjana itu bereksperimen. Maaf kalau saya tadi mengukir langit secara begitu, dan tidak secara orang-orang lain yang berpidato menyambut tahun baru kita. Tapi ukiran saya masih jauh lebih mudah dilaksanakan dari pada gantangan asap mereka. Sudah ah, kita kembali lagi saja kepada kenyataan. Begini sesungguhnya. Malam tahun baru itu saya tetap tinggal di rumah. Soalnya sih bukan apa-apa. Saya sekedar menuruti kebiasaan dan kesukaan saja. Yakni tinggal di rumah malam hari. Kalau anda tak suka, ya terserah. tapi pokoknya saya sukai juga orang-orang seperti anda. Misalnya kalau anda itu penjual karcis bioskop malam, atau kalau anda itu pramuria kelab malam. Jadi, orang yang malam-malam suka di luar rumah itu tidak aneh. Cuma, selama ini saya selalu menyangka bahwa siang dan malam itu bukan punya siapa-siapa, atau punya kita semualah. Maka kenapa saya sekarang ini merasa seperti kecolongan? Bayangkan. Begitu lonceng pembuka tahun baru iu bunyi "klonang!", maka langsung saja malam itu sudah jadi milik orang kaya dan orang dansa. Bagaimana ini? Ini bener-beneran atau sekedar asbun saja? Anda tahu, zaman sekarang ini kita sudah tidak tahu lagi mana yang asbun dan mana yang bunben. Tahun yang lalu misalnya ada wartawan yang menulis tentang orang yang ditangkap polisi karena dia minta limapuluh rupiah kepada tante nyonya. Ah, ini wartawan asbun! kata saya. Eh, ternyata dia itu wartawan bunben. Koran bilang ada orang yang ketahuan nyolong enam milyar tidak pernah ditangkap. Ah, koran asbun! Eh, koran bunben! Pagi ini ada berita tentang Komres 942 di Kudus yang menangkap seorang haji M.R. yang punya bisnis jualbeli wanita. Asbun! Asbun!!! Kalau kafir yang berbisnis begitu, itu baru bunben, sebab dia itu kafir. Kok Gampang . . . Ya, saudara pembaca. Sampai ketika Bing Crosby itu diberitakan mati, saya nyeletuk "Asbun! Bing Crosby tidak bisa mati !" Buktinya, pada malam old and new itu saya masih mendengar suaranya dalam puluhan nyanyian, dan kalau besok saya mau dengar dia lagi, itu gampang saja. Pokoknya, itu jugalah sebabnya saya malam itu ada di rumah. Dan sekarang malam itu dibilang telah jadi milik pedansa dan jutawan. Maka keruan saja saya jadi bertanya. saya ini sekarang masih punya apa? Kok gampang saja milik seseorang itu diaku oleh orang lain'? Kok gampang saja milik bersama itu dianggap milik orang kaya? Semua rekaman Bing di lemari saya ini saya anggap milik saya, dan saya memilikinya dengan cara yang sah menurut segala hukum dan agama dan kepercayaan di dunia. Tapi sekarang ini saya kurang pasti lagi. Saya tahu sekarang bahwa seandainya ada lagu Bing yang bernama "Dollar" atau "Oom Sup", maka seluruh Bing Crosby saya bisa diangkut petugas tanpa "search warrant' kata Mannix dan Kojak dan Barretta dan Bold One (perkara keadilan sosial dan kepastian hukum dan hak asasi manusia saya tidak pelajari dari pidato tuan besar, tapi dari film seri di TVRI. Terima kasih banyak TVRI!). Ya, semua Bing Crosby saya dan buku saya dan kemerdekaan saya bisa diangkut petugas. Kalau anda bilang "tidak bisa", maka apa dasar anda? Sekarang ini kan tahun baru? Para pangeran dan Punakawan dan nayaka dan cakrawati dan punggawa dan ishwara dan ishwari kepingin juga punya milik baru. Tadinya saya sangka bahwa semua sudah mereka miliki. Minyak sudah, tanah air sudah, hukum sudah, ideologi sudah, keadilan sudah, suara rakyat sudah, bahkan pangeran-pangeran muda di kampus yang belum pernah terjun ke tengah rakyat dan ke desa sudah pula memiliki hati nurani rakyat. Semua 'sudah' itu kan sudah cukup banyak menurut takaran saya. Eh, ternyata belum. Milik mereka ternyata belum lengkap. Belum seluruh darulfana dan darussalam dan rijalulgaib mereka genggam. Misalnya saja kaos oblong. Maka itu sekarang ada proyek memiliki kaos oblong. Bisa dimulai dengan yang akai tulisan dulu. Kalau ada kaos pakai tulisan, sita. Kecuali kalau tulisannya itu misalnya "Eveready" atau "Quaker State" atau "Automobile Rally" .... tapi saya tentu bisa salah, sebab zaman sekarang ini tidak pernah pasti mana yang ben dan mana yang sal. Seorang pemilik kaos oblong yang bertuliskan Hong-PingPa berkata bahwa proyek memiliki seluruh angkatan muda sedang diperbaiki. Akan proyek untuk memiliki Ibu Pertiwi, itu sekarang sudah mencapai tahap "perseneling dua", kata seorang pemilik hati nurani rakyat. Agaknya, proyek untuk memiliki semua siang dan selnua malam itu tergolong yang paling gampang, asal anda tahu caranya. Misalnya begini. Anda putar lagu "Hak Asasi Manusia", lalu berjoget. Nah, tanpa jadi jutawan atau wakil rakyat, anda sudah jadi pemilik malam. Kalau mau jadi pemilik siang, ah itu gampang juga!

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus