SEBUAH cerita di pergantian tahun, dengan tokoh "misterius"
seperti puteri roman abad lalu, menyangkut seorang wanita di New
York yang mengaku sebagai anak Almarhum Bung Karno (TEMPO, 24
Desember 1977, Pokok & Tokoh). Ketika pembantu TEMPO di
Washington DC Abdul Nur Adnan mengunjungi dia, wanita ini
berteriak: "Naa, akhirnya bangsaku bertanya: di mana Rukmini?"
....
Di Hotel Essex House, New York, tempat wanita itu melakukan
kegiatan bisnisnya, dia mengaku nama lengkapnya adalah Rukmini
Sukawati Sukarno Kline, puteri tertua Presiden Sukarno almarhum.
Berkulit kuning langsat, bertubuh besar nyaris mendekati gemuk,
Rukmini pagi itu mengenakan longdress merah jambu. Leher,
jarijari dan pergelangan tangan dipenuhi perhiasan yang
tampaknya cukup mahal.
Untuk bidang usahanya yang beragam, Rukmini menyatakan dapat
modal dari tiga bank. First National Bank, Bankers Trust dan
Barclays Bank. Dengan suara macam pancuran air yang sulit
dibendung, ia bercerita: "Perusahaan saya bergerak di bidang
pengangkutan kapal, minyak mentah, gandum, pipa pembor minyak.
Saya punya bisnis indigo-dye dengan Taiwan, saya juga beli beras
dari Muangthai dan saya jual ke negara-negara Teluk Persia, saya
jual semen dari Korea untuk Nigeria, saya beli kopi dari
Meksiko, saya beli cengkeh dari Tanzania untuk saya jual ke
Indonesia."
"Jumlah cengkeh yang saya jual ke Indonesia masih sedikit.
Mudah-mudahan Pak Harto mau membuka pintu agak lebih lebar
kepada saya sehingga saya bisa jual bahan itu lebih murah lagi"
.... Dan masih banyak. Semuanya dia ceritakan dengan mata (yang
dirias tebal) bersinar-sinar, dengan vitalitas yang menggebu.
Brooker
"Saya juga punya backing dari orang-orang kuat dalam bidang
finansiil di Amerika sini. Siapa mereka? Wah, kalau saya buka
rahasia saya, nanti saya dijegal lagi." Dia menceritakan duduk
perkaranya menang tender untuk membawa bahan pangan dari Proyek
PL480 ke Indonesia. Karena timbul ketidak percayaan antara kedua
belah pihak, terutama Konsulat Indonesia di New York, gagallah
dia mengangkut 33.000 metrik ton beras. "Saya jadi curiga," kata
Rukmini. "Sebab perusahaan Amerika yang ditunjuk Konsulat pasang
harga lebih tinggi AS$2,50 setiap metrik ton daripada saya.
Menyedihkan. Bangsa sendiri berhantam di luar negeri dengan
bangsa sendiri."
Konjen Indonesia untuk New York, Tri Hardjo, telah membantah hal
ini pada kesempatan bertemu Presiden Suharto di Bina Graha
minggu lalu. Disebutkannya: bantuan AS dalam Proyek PL480,
pengangkutannya ditentukan 50% dilakukan dengan kapal berbendera
AS dan sisanya pihak swasta yang tidak berbendera AS. Ujar Tri
Hardjo: "Masalah itu sudah beres. Rukmini ini hanya brooker
saja. Dia juga cuma mengakuaku sebagai anak Presiden Pertama
RI."
Sambung Rukmini: "Tapi urusan perkapalan ini soal kecil bagi
saya. Saya masih punya kesibukan bisnis lainyang lebih besar."
Dia kemudian menyebutkan kantor-kantornya di seantero negara,
"dan saya telah berhasil merobah wajah buruk Indonesia di dunia
bisnis internasional. Indonesia paling buruk setelah itu disusul
Nigeria." Masih memegang paspor Indonesia, Rukmini kemudian
titip pesan: "Mbok pejabat-pejabat kita yang sudah dapat posisi
tinggi itu jangan korupsi. Kurang apa lagi, ingat dong rakyat."
Ia mengaku pernah pulang ke Indonesia, ketika Bung Karno wafat
("dan saya melayat sampai ke Blitar," katanya). Ia juga menolak
"disamakan" dengan Christina Onassis. Dengan lantang dia
berkata: "Jangan sekali-kali membandingkan saya dengan wanita
itu." Apa soalnya? Dengan judul Miss Sukarno: Dan Indonesia
Onassis?, New York Times telah menulis tentang kegagalan Rukmini
untuk menuntut Pemerintah Indonesia di depan Mahkamah Tinggi New
York dalam hal pembatalan kontrak pengapalan beras.
Dengan suara geram, sambung Rukmini lagi: "Sorry ya, saya tidak
mau menyombong atau bagaimana. Tapi Tina Onassis itu tidak punya
otak seperti otak saya, dia tidak punya bakat seperti bakat
saya. Dia tidak punya suara seperti suara saya. Kalau saya punya
uang warisan seperti yang dia miliki.... " dan diapun
menceritakan rencananya.
Rukmini, yang kini menikah dengan Frank Lattimore Kline dan
punya seorang anak (Christopher, berumur 14 tahun) masih
mempunyai orangtua dan dik-adik yang semuanya tinggal di
Jakarta. Ayahnya bernama Yunus Sulaiman, dulu dikenal sebagai
Lay Siong Hium Umurnya 65 tahun, sakit-sakitan. Siong Hiun dulu
masyhur sebagai pembalap motor. Pernah terjatuh dari sepeda
motor, dan kini menderita lemah ingatan dengan keadaan yang
cukup krisis. Isterinya, Liong Kim fong, 56 tahun, tetap
mendampingi Siong Hiun. Dari perkawinan mereka, lahir empat
orang anak.
Gang Toagong Empat
Yang tertua bernama Lay Nyuk Lan yang kini merobah namanya jadi
Rukuini. Usia Nyuk Lan bukan 35 tahun seerti yang diakuinya,
tapi 41. Kemudian Lay Muk Sun alias Djoni Sulaiman, 40 tahun.
Adik Djoni bernama Lau Muk Yin, kini Djohan Sulaiman,
dokterandus tarmasi. Yang bungsu: Lay Nyuk Lin. Dalam hubungan
keluarga ini, Nyonya lais, adik Yunus Sulaiman, yang ditemui
Lukman Setiawan dari TEMPO, berpesan: "Jangan ketemuin
orangtuanya deh perkara Rukmini. Mereka sudah tua, kasihan nanti
shock gara-gara Rkmini."
Sedang Djoni Sulaiman yang tinggal di Grogor cuma berkata:
"Bisnis saya ini jangan sekali-kali dihubungkan dengan
Rukmini." Pengusaha yang mulai maju ini kemudian menyilakan
bertanya kepada Djohan Sulaiman saja, kalau mau tahu soal
Rukmini. Tambah Djoni: "Saya sendiri dengar dia cuma lewat
koran. Selama ini hubungan kita praktis putus. Dia tak pernah
berhubungan dengan kita lagi." Sayang, Djohan tidak berhasil
ditemui dengan alasan sibuk pekerjaan. Djohan inilah yang dua
tahun lalu pergi ke AS dan kemungkinan besar bertemu dengan
Rukmini.
"Sebetulnya, Rukmini dinantikan kembalinya dari New York karena
kon disi ayahnya sangat kritis," sambung Nyonya Rais. Keluarga
Lay Siong Hiun dulunya tinggal di Gang Toagong Empat, yang kini
berobah jadi Mangga Besar IV/M. Semasa Rukmini tinggal di sana.
(ang Toagong adalah gang kecil yang selalu becek kalau hujan.
Rumah-rumah saling berdempetan - dan kini telah kena Proyek MH
Thamrin.
Tetangga Rukmini ketika gadis, Clara Widjaja, kenal betul dengan
kelakuan Rukmini semasih belia. "Nyuk Lan menlang suka
sinting-sintingan," kata Clara. "Saya masih ingat ketika dia
masih berlatih menyanyi gaya opera. Dia ingin suara soprannya
kedengaran dari ujung ke ujung gang," cerita Clara. "Dia tidak
peduli orang suka apa tidak. Lebih-lebih kalau dia menari Jawa.
Semua orang yang ada di sekelilingnya tidak boleh berisik. Dia
bisa naik pitam kalau merasa terganggu." Teman-teman
sepermainannya, juga anak laki-laki, tidak ada yang berani
melawan Rukmini. "Mana saya berani sama dla. Dia kelas sumo
deh," kata salah seorang teman.
Baik Djoni maupun Clara mengatakan, bahwa sekitar tahun 50-an
Presiden Sukarno tertarik oleh penampilan Ruk mini. "Dia lalu
diangkat anak dan dikirim ke Roma untuk belajar nyanyi. Ucapan
Presiden yang mengangkat anak Nyuk Lan 'kan tidak bisa ditarik
kembali," kata Djoni, "bahkan sudah tersiar di koran-koran waktu
itu." Dan Djoni hanya tertawa saja ketika diceritakan bahwa
Rukmini telah menuntut Pemerintah Indonesia karena merasa
dirugikan dalam usaha pengangkutan beras.
Turun Mental
"Dia tidak pernah diangkat resmi sebagai anak oleh Sukarno,"
kata Mr. Subardjo, bekas Menteri Luar Negeri. Tambah Subardjo:
"Sering nama Bung Karno dijadikan alasan untuknya. Dan
keberaniannya ini sering menjadi kenekadan." Bahkan Nyonya
Subardjo menyatakan, yang mengirim Nyuk Lan ke Italia
perkumpulan kerjasama kebudayaan Indonesia-Italia yang
menyelenggarakan beberapa kursus kesenian di rumah nya dan
dikukuhkan pula oleh Departemen P & K. Yang berhasil dikirim,
selain Nyuk Lan, misalnya penyanyi Evi Tjoa, sutradara film
Bachtiar Effendi, penyanyi Ade Ticoalu, soprano Catherine
Wiriadinata, pematung Mikael Wowor.
Dan Mikael Wowor sendiri, yang sekarang di Jakarta, juga pernah
keserempet "keberanian" Rukmini ini. Wowor berada di Italia
lebih dulu waktu itu. Tahun 1954, menjelang kunjungan Bung Karno
ke Eropa, Wowor dan kawan-kawan sesama mahasiswa senirupa
mendapat kenalan baru seorang mahasiswi yang mengaku masuk
jurusan seni suara untuk lagu-lagu opera, di Conservatorium
Santa Lucia. Namanya Rukmini.
Untuk menambah uang saku Wowor bekerja juga di Kedutaan RI di
Roma, di bagian perpustakaan. Pada suatu hari, ruangan di mana
dia kerja sedang kosong. Telepon berdering dan Woworlah yang
mengangkatnya. Seorang wanita berbicara. "Karena bahasa Italinya
jelek, akhirnya ketahuan kalau dia orang Indonesia. Kami
kemudian bicara bahasa Indonesia saja. Tapi dia tidak mau
mengenalkan dirinya, hanya suaranya memang penuh wibawa. Saya
jengkel. Saya letakkan gagang telpon." Tidak lama telepon
berdering lagi. "Suara wanita itu semakin garang dan berkata:
"Berani banting telpon ya!" Saya benar-benar turun mental. Saya
kira dia isteri Duta Besar."
Baru ketahuan kalau yang menelepon itu Rukmini. Berhadapan muka
beberapa hari kemudian, Wowor - seperti ceritanya kepada Slamet
Djabarudi dari TEMPO--masih dibentak dengan ucapan "Goblok kau!"
Dan ketika Sukarno mengadakan kunjungan ke beberapa negara
Eropa, tersiar berita bahwa Rukmini sebenarnya "anak Babe."
Tidak jelas siapa yang menyiarkan berita itu, tapi para penjabat
Kedutaan tidak ada yang berani memberi konfirmasi
betul-tidaknya. "Juga kami para mahasiswa yang ada di Itali,
tidak berani menanyakan langsung hal itu," kata Wowor, "karena
Rukmini pembawaannya angkuh, busung dada dan lagaknya seperti
anak orang besar."
Diceritakan oleh Wowor: kalau Bung Karno datang, Rukmini selalu
memisahkan diri. Dia tidak mau turut bersamasama menyajikan
atraksi penyambutan, misalnya paduan suara. "Sampai sekarang,
saya tidak tahu persis benar-tidaknya info bahwa Rukmini anak
Bung Karno," tambah Wowor.
"Memang banyak yang tidak tahu," sambung Rukmini kepada Abdul
Nur Adnan. "Malah ada yang mengira saya ini permainan Bung
Karno. Tidak! Saya betul-betul anak Bung Karno. Saya lahir 26
Agustus 1942 di Pangkalpinang. Ibu saya berdarah Jerman, namanya
Nina. Sayang dia meninggal waktu saya berumur 3 tahun. Saya anak
tunggal, karena itu ayah sayang sekali pada saya."
Bohong Besar
Ketika ditanyakan bukankah namanya dulu Nyuk Lan, serta-merta
Rukmini menyahut: "Siapa? Nyuk Lan? Memang, waktu kecil saya
pernah tinggal bersama keluarga Tionghoa dan mereka memberi nama
itu kepada saya. Tetapi nama saya yang betul adalah Rukmini.
Nama sejak kecil. Saya punya surat kelahiran dengan nama itu dan
ditandatangani ayah, Sukarno. Ibu sayabukan Tionghoa, tetapi
orang Bengkulu keturunan Jerman. Ia kawin sah dengan Bung Karno,
sebelum Bung Karno kawin dengan Ibu Fatma."
Haji Abdul Karim, tokoh Muhammadiyah dari Bengkulu, menyangkal
keras ucapan Rukmini yang satu ini. "Bengkulu itu cuma berapa
ribu orang waktu itu. Kota kecil, pasti semua orang tahu. Itu
tidak betul, itu bohong besar," ujarnya. Abdul Karim adalah
keturunan Tionghoa yang sekarang menghabiskan usia tuanya untuk
pergerakan Muhammadiyah, dan jadi kawan karib Sukarno ketika
yang terakhir ini dibuang Belanda ke Bengkulu dahulu.
"Kami selalu makan bersama dan tidur bersama. Jadi tidak mungkin
Bung Karno menikah dengan orang Jerman itu. Lagi pula, dia
datang ke Bengkulu bersama Ibu Inggit. Mana mungkin Bung Karno
menikah, sedang Fatmawati saja waktu itu tidak bisa menikah
karena Ibu Inggit masih jadi isteri Bung Karno? Menurut buku
biografi Fatmawati Sukarno, Abdul Karim inilah yang menjemput
Bung Karno dari Padang, ketika Jepang masuk Sumatera. Dia pula
yang dalam buku Fatmawati dipanggil Si Babah, yang melamarkan
Fatmawati untuk Sukarno. Sekarang kyai ini tinggal di Tomang,
Jakarta, jadi ketua atau bekas ketua Persatuan Iman Tauhid Islam
(d/h Persatuan Islam Tionghoa Indonesia) dan dua tahun lalu
menikahkan puterinya dengan putera Kyai Yunan Helmy Nasution.
"Setelah ibu saya meninggal, saya dimasukkan klooster," lanjut
Rukmini bercerita. Mengaku belajar opera flan main piano di
konservatori di Milan, "baru 2 tahun 10 bulan saya belajar, ayah
memerintahkan saya pulang. Ayah minta saya belajar di Indonesia
saja. Saya katakan, saya belajar opera untuk tekniknya saja.
Tetapi ayah tetap minta supaya saya pulang. KBRI diperintahkan
memulangkan saya."
Rukmini kemudian, tuturnya, melarikan diri ke Jerman, ke tempat
keluarga ibunya, Keluarga Killner di Koln. "KBRI kelabakan cari
saya. Sampai dicari ke Moskow, dikira diculik orang komunis."
Karena Kehlarga Killner miskin, atau karena alasan lain yang
tidak disebut Rukmini, dia toh akhirnya pulang kandang juga.
Rukmini tidak menjelaskan kapan dia pulang--sebelum Bung Karno
wafat --dan bila pula dia keluar negeri lagi. Hanya
diceritakannya bahwa Bung Karno marah sekali -- ketika Almarhum
berada di Wina--mendengar Rukmini menikah dengan Frank Lattimore
Kline. "Dia tidak lagi marah. Tapi mengamuk! Sampai Sabur
menelepon saya dan menanyakan apa yang saya telah lakukan,
sampai ayah marah sekali."
The Night Butterfly
Ketika ditanyakan pendapatnya tentang Fatmawati, Rukmini
menyatakan sayang sekali kepadanya. "Begitu pula beliau.
Mudah-mudahan saya tidak terlambat nanti untuk dapat membantu
beliau. Hubungan saya dengan Guntur, Megawati, Sukmawati dan
lain-lain cukup baik. Mereka mungkin tidak tahu, tapi mereka
adalah adik-adik saya."
Tentang Hartini: "Saya tidak kenal dia, karena saya tidak
senang. Saya dengar kejatuhan ayah banyak sangkut-pautnya dengan
dia pula. Benar-tidaknya saya tidak tahu karena saya di luar
negeri waktu itu." Tentang Dewi? "Saya benci orang ini. Ayah
mengawininya karena rupanya mirip ibu saya. Mengapa sih, dia
pakai nama Indonesia segala. Namanya 'kan Kyoto atau siapa itu.
Dia menjelekkan nama Indonesia dan nama ayahku. Orang kaya di
Paris menjulukinya the Night Butterfly."
Banyak sekali cerita Rukmini--Kecuali tentang keluarga Tionghoa
yang pernah membesarkannya di sebuah gang becek di Jakarta.
Tentang karirnya di bidang opera, Rukmini menyatakan bahwa untuk
sukses, ekonomi harus kuat dulu. "Karena itu sekarang saya
terjun dalam bidang bisnis," ucapnya.
Ia mengumpulkan 5.000 buah piringan hitam sebagai hobi. Juga
mengaku suaranya pernah direkam dalam PH. Dua buah: Los Canarios
with Four Seasons of Vivaldi dan Opera de Waldo de Los
Rios."Yang belakangan ini sudah terjual 3 juta lebih," katanya.
Masih ada tambahan: "Saya pernah menyanyi di teaternya Tito di
Yugoslavia bersama sebuah teater opera dari Italia. Wah, saya
dapat bunga sepanjang 3 meter. Jadi nama saya terkenal sedikit
di mana-mana bukan karena nama ayah saya lho".....
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini