Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Percaloan Tak Kunjung Padam

Pengusutan calo perkara Mahkamah Agung menjadi pembuktian pimpinan baru KPK. Perlu sistem baru mencegah tumbuhnya broker hukum.

29 Februari 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TERTANGKAPNYA Kepala Subdirektorat Kasasi dan Peninjauan Kembali Andri Tristianto Sutrisna menunjukkan percaloan di Mahkamah Agung "tidak ada matinya". Berkali-kali Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap pegawai yang menerima suap, tapi kasus serupa masih saja terjadi.

Modus kejahatan kali ini tergolong biasa-biasa saja, malah terkesan "agak bodoh" untuk pejabat setingkat itu. Andri menerima suap Rp 400 juta di rumah mewahnya di Tangerang dari Ichsan Suaidi, terdakwa korupsi proyek dermaga di Lombok Timur. Ichsan menyuap agar Andri tak segera mengumumkan vonis empat tahun, supaya ia tak segera masuk penjara. Penyidik masih menemukan Rp 500 juta di rumahnya yang diduga terkait dengan suap ini.

Temuan uang itu menunjukkan Mahkamah Agung belum steril dari percaloan dan mungkin praktek lancung lain. Para pengacara yang beperkara di sana mengatakan Mahkamah tak ubahnya "belantara". Setiap informasi ada harganya, setiap meja ada tarifnya. Untuk mendapat informasi penanganan perkara saja, terdakwa harus membayar Rp 10 juta.

Para calo di "benteng terakhir keadilan" itu celakanya adalah orang dalam, mulai pegawai sampai hakim agung. Pada 2012, hakim Achmad Yamanie mengubah vonis mati kepada bandar narkotik Hengky Gunawan menjadi 12 tahun. Ia pun diberhentikan secara tidak hormat. Setahun berikutnya, KPK menangkap pegawai Mahkamah yang baru saja mengambil uang suap dari kantor pengacara Hotma Sitompoel.

Usaha pembersihan bukan tak ada. Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali pernah mewajibkan panitera mempublikasikan setiap perkara ke web sehari setelah putusan, mulai 1 Januari 2015. Hatta beranggapan informasi perkara yang tertutup membuat percaloan tumbuh subur. Mahalnya harga informasi perkara ini juga akibat menggunungnya tumpukan perkara di Mahkamah. Dari 13 ribu perkara setiap tahun, sekitar 9.000 tak tertangani.

Tindakan Hatta Ali benar, tapi kewajiban itu tak menghentikan percaloan. Kasus Andri dan Yamanie membuktikan permainan sudah menjangkiti semua level. Pengurusan perkara, dengan melewati banyak meja, menyuburkan percaloan di semua tingkat.

Karena kait-mengait itu, kuat diduga "bisnis" percaloan ini terstruktur dan masif. KPK mesti memanfaatkan penangkapan Andri untuk mengusut keterlibatan para petinggi dan pegawai Mahkamah, bahkan hakim agung, selain terus menularkan sistem pencegahan korupsi yang efektif.

Mahkamah Agung adalah pintu terakhir bagi pencari keadilan. Tapi Mahkamah selama ini tertutup dari pengawasan lembaga lain. Penangkapan Andri membuka kelemahan besar: pengawasan internal para hakim agung tak berfungsi. Kita patut khawatir ada kesengajaan untuk tidak difungsikan. KPK harus memutus mata rantai percaloan dan menciduk para calo yang sudah putus urat malunya itu.

Percaloan di Mahkamah akan membuat publik kian apatis terhadap penegakan hukum di negeri ini. Jika polisi, jaksa, hakim, dan hakim agung tak bisa diandalkan menegakkan keadilan, di mana lagi keadilan harus dicari? Dalam suasana begini "mendung", KPK menjadi tumpuan harapan.

Kasus di Mahkamah Agung ini merupakan "kasus berat" pertama yang mesti ditangani lima pemimpin baru KPK. Setelah komisi itu banyak dikecam karena dianggap bersikap "senada" dengan Kepolisian RI dalam kasus kriminalisasi penyidik Novel Baswedan, kasus Mahkamah merupakan pertaruhan KPK. Jika KPK berhasil membongkar praktek percaloan Mahkamah, itu sumbangan besar bagi penegakan hukum kita, sekaligus momen yang tepat untuk mengembalikan kepercayaan rakyat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus