Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Pilkada Rasa Referendum

Mahkamah Konstitusi mengizinkan pilkada dengan calon tunggal. Pemilih bisa menggunakan haknya dengan cara mirip referendum.

5 Oktober 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMILIHAN kepala daerah (pilkada) dengan calon tunggal akhirnya boleh dilakukan. Mahkamah Konstitusi memutuskan mengizinkan adanya pasangan calon tunggal tanpa perlu menunda pilkada, Selasa pekan lalu. Dengan demikian, dalam pilkada serentak pada 9 Desember nanti, tiga daerah yang masih memiliki calon tunggal tetap bisa melangsungkan pemilihan.

Mahkamah memberi petunjuk cara pemilihan di daerah yang calonnya tunggal, yakni mirip referendum. Pemilih tinggal menentukan apakah setuju dengan calon itu atau tidak. Kini Komisi Pemilihan Umum dipersilakan membuat aturan teknis.

KPU berjanji menyelesaikan aturan teknis dalam tempo sepekan. Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Jimly Asshiddiqie mengingatkan agar tidak dipakai istilah "referendum" karena akan membawa masalah hukum di kemudian hari. Referendum tak ada dalam konstitusi. Pasal 18 (4) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan: "Gubernur, bupati, wali kota, masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota, dipilih secara demokratis."

KPU harus cermat membuat aturan yang tidak multitafsir dan tak menimbulkan kegaduhan. Kertas suara harus dibuat sederhana, misalnya satu kotak bergambar pasangan calon, kotak sebelahnya kosong tanpa gambar. Pemilih tinggal bersikap, apakah mencoblos kotak bergambar, artinya setuju pada calon tersebut; atau mencoblos yang tanpa gambar, berarti tak setuju. Kotak suara cukup satu, sebagaimana di daerah yang calonnya tidak tunggal. Maksudnya menjaga kerahasiaan pemilih, bukan menggunakan "bumbung kosong" sebagaimana yang ramai disarankan, meniru pemilihan kepala desa.

Jika pasangan calon tunggal itu unggul, mereka sah sebagai pemenang. Jika kalah, barulah pemerintah mengangkat pelaksana tugas sambil menunggu pilkada berikutnya. Kemungkinan pada pilkada selanjutnya tetap ada calon tunggal sangatlah kecil, apalagi Mahkamah juga sudah memutuskan syarat calon independen dipermudah. Yang perlu dicermati adalah bagaimana dengan suara golput, apakah diabaikan begitu saja atau digabungkan dengan "gambar kosong". Tentu lebih bijak diabaikan. Selain untuk memberi pendidikan politik bahwa memilih itu penting, golput tak selalu berkaitan dengan sikap politik, bisa jadi karena masalah transportasi atau kendala lain.

Putusan Mahkamah ini merupakan jalan keluar yang bijak untuk mengisi kekosongan hukum akibat tidak sempurnanya Undang-Undang Pilkada, yang tak mengantisipasi calon tunggal. Tentu sekaligus untuk menutup peluang partai-partai yang ingin pilkada diundur karena tak punya calon bernyali melawan inkumben yang populer dan yang dinilai berhasil membangun daerahnya.

Keengganan partai mengusung calon untuk melawan inkumben, yang berakibat tampilnya calon tunggal, merupakan cara-cara kotor menyabot hak rakyat memilih pemimpinnya. Kini, dengan putusan Mahkamah, hak rakyat untuk memilih terbuka lebar—dan siapa bisa menjamin calon tunggal itu unggul? Rakyatlah yang menentukan apakah benar inkumben yang populer itu betul-betul diharapkan meneruskan jabatannya.

Wakil rakyat di Senayan tak usah cerewet menyikapi putusan Mahkamah yang mengikat ini. Lebih baik merevisi undang-undang untuk pilkada serentak 2017, dan biarlah pilkada serentak 9 Desember nanti berlangsung dengan segala kekurangannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus