Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Salim Kancil dan Aparat Kerdil

Penolak tambang liar di Lumajang mati di tangan anak buah kepala desa. Laporan ancaman pembunuhan dibiarkan.

5 Oktober 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEMATIAN Salim Kancil kian menegaskan "melindungi dan mengayomi" hanya slogan polisi. Polisi di Lumajang, Jawa Timur, mengabaikan laporan adanya ancaman pembunuhan di Desa Selok Awar-Awar dua pekan sebelum Salim tewas.

Salim dibunuh 22 orang pada 26 September lalu. Ia diculik dan diseret ke balai desa, diikat, disetrum, diinjak, dipukul, hingga dicangkul di dekat permakaman setelah kakinya lunglai tak kuat melarikan diri. Tosan, rekan Salim, juga diculik pada hari yang sama. Ia diikat dan ditelentangkan untuk digilas bolak-balik dengan sepeda motor. Tosan tak mati, tapi harus dirawat intensif karena lambungnya pecah.

Para pembunuhnya sudah ditangkap dan menjadi tersangka pembunuhan berencana. Mereka adalah centeng Kepala Desa Hariyono, yang merasa terusik karena bisnis haram pengerukan pasirnya yang beromzet Rp 2 miliar sebulan terganggu oleh penolakan Salim dan warga desanya sendiri.

Ia menambang pasir di kawasan konsesi PT Indo Mining Modern Sejahtera. Izin eksplorasinya dikeluarkan Bupati Lumajang pada 2012. Tapi, sejak izin ini keluar, PT Indo Mining hanya memetakan kawasan yang mengandung bauksit itu sambil menunggu izin operasi terbit. Saat itulah Hariyono menambang pasir di pantai Samudra Hindia tersebut.

Mula-mula hanya 5-10 truk sehari, lalu membengkak menjadi 360 truk setahun kemudian. Ia menjual pasir itu ke pengepul di desanya untuk dijual lagi ke pelbagai kota di Jawa Timur. Masifnya penambangan itu merembet juga ke daerah persawahan, yang dulunya rawa-rawa bekas abrasi.

Salim dan penduduk desa yang miskin bekerja keras menyulap daerah payau itu menjadi sawah yang bisa ditanami palawija. Ia menggarap dua hektare di sana untuk menghidupi keluarga kecilnya. Para penambang liar Hariyono merampas tanah itu dengan menggali dan mengeruk pasirnya. Sejak 2014 itu, Salim aktif menyuarakan penolakan penambangan liar.

Polisi dan pejabat seakan-akan tutup mata. Kepolisian tak juga bergerak kendati Tosan jelas didatangi orang-orang yang mengancam membunuhnya pada 10 September lalu. Padahal kejadian ini sudah dilaporkan ke Kepolisian Sektor Pasirian, Lumajang, pada hari itu juga. Bupati atau setidaknya camat tak segera menangani konflik dengan membiarkan Salim dan Tosan berteriak sendiri. Juga membiarkan Hariyono dan para begundalnya mengeruk pasir yang bukan haknya. Polisi tak mengindahkan laporan PT Indo Mining, yang mengadukan Hariyono atas penambangan di lahan konsesinya.

Agaknya tragedi Salim Kancil bermula dari hulu. Undang-Undang Mineral dan Batu Bara memberi kuasa penuh kepada kepala daerah untuk menentukan wilayah pertambangan sekaligus memberi izin kepada perusahaan yang berminat. Banyak daerah yang tidak siap mengelola perizinan sekaligus mencegah konflik dengan penduduk. Akibatnya, seperti yang terjadi pada PT Indo Mining, perusahaan tak juga bisa menambang kendati telah mendapat konsesi. Muncul kemudian penambangan liar yang dikelola orang kuat di daerah, dan gesekan dengan penduduk semakin tak terkendali.

Kematian Salim Kancil kian mengingatkan agar pemerintah arif mengelola sumber daya alam. Mengeruknya terus tanpa mengindahkan kelestarian lingkungan hanya menciptakan kejahatan baru dan konflik antarmanusia. Otonomi yang sewenang-wenang telah menciptakan ribuan desa seperti Selok Awar-Awar, yang penduduknya terjepit seperti Salim, dengan aparat kerdil yang abai "melindungi dan mengayomi".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus