SIRENE tanda istirahat makan siang berbunyi. Dexter Gooden, seorang buruh di Anniston, Alabama, AS, bergegas ke pintu gerbang untuk menjumpai istrinya yang selalu datang mengantar makanan. Pagi itu rupanya sang istri terlalu sibuk memberesi rumah sehingga untuk makan siang suaminya ia mampir membeli hamburger di stand Burger King, lengkap dengan segelas minuman dingin. Dexter kembali ke tempat kerjanya dan menyantap makanan itu. Seorang manajernya melintas, dan tiba-tiba mata sang manajer terbeliak. "Dexter!" katanya dengan nada tinggi. "Sekarang,juga kamu pulang, dan tidak usah masuk kerja selama tiga hari." Dexter terkejut. "O, ya, upahmu juga akan dipotong seratus lima puluh dolar," tambah sang manajer sambil bergegas pergi. Dexter bangkit mengejar. "Tapi, Bos, saya belum tahu mengapa saya harus menerima hukuman itu." Sang manajer lalu menunjuk gelas minuman di meja Dexter. Pepsi Cola. Burger King memang hanya menyajikan Pepsi Cola. Tetapi, Pepsi Cola adalah benda haram di tempat Dexter bekerja - yaitu pabrik Coca-Cola. Bukan kesengajaan, memang. Sayangnya, kealpaan semacam itu tidak termaaf-kan. Tidak semua perusahaan menetapkan peraturan seketat itu. Di pelataran parkir pabrik mobil Volvo di Torslanda, Swedia, dapat dilihat berbagai merk mobil. Manajemen memang tidak mengharuskan pegawainya memakai mobil Volvo. Dapat kita bayangkan betapa beratnya kalau semua karyawan PT Star Motors diharuskan memakai mobil Mercedes. Tetapi, tentulah wajar untuk mengharap karyawan BAT tidak mengisap rokok kretek. Saya pernah bekerja dengan seorang redaktur majalah yang tidak pernah membaca majalah terbitannya kecuali karangannya sendiri. "Majalah kita ini cocoknya untuk mengepel lantai," komentarnya. Lucunya, ia tidak juga pergi mencari pekerjaan di tempat lain. Sikap mendua terhadap karya yang dihasilkan adalah sikap yang berbahaya. Seorang salesman yang tidak yakin bahwa baterai yang ditawarkannya tidak bisa bocor pastilah akan sulit meyakinkan calon pembelinya. Seorang yang mengiklankan Garuda Indonesia tentu tidak kita harapkan menumpang pesawat KLM. Kahlil Gibran bahkan pernah menulis: kalau engkau membuat anggur sambil menggerutu, maka engkau hanya membuat anggur yang tidak enak rasanya. Pernah diceritakan tentang seorang karyawan pabrik mobil Honda di Jepang yang selalu pulang ke rumah berjalan kaki. Di sepanjang perjalanan ia akan berhenti membetulkan letak kaca spion yang miring atau wiper yang belum sempurna kembali ke kedudukannya dari setiap mobil Honda yang dijumpainya. Pameran Produksi Indonesia yang sekarang sedang berlangsung di Jakarta mungkin bisa memperbarui semangat bangsa Indonesia untuk menunjukkan kesetiaannya terhadap karya bangsa Indonesia. Kita sudah mendengar banyak hal yang buruk tentang produk Indonesia. Tetapi, kita juga mendengar banyak hal yang baik tentang produk lndonesia. Karena ltu, yang di perlukan sekarang adalah sikap. Mau atau tidak. Dan sikap itu, sialnya, terlalu banyak menentukan keadaan bangsa kita di masa depan. Saya teringat kalimat Presiden Soeharto yang hingga kini masih terukir di Graha Pemuda. Kurang lebih bunyinya adalah: satu keteladanan lebih baik daripada seribu nasihat. Dan inilah justru yang paling dibutuhkan pada saat ini. Keteladanan itu diperlukan dari setiap pemimpin. Mahatma Gandhi tidak akan berhasil melakukan kampanye swadeshi kalau ia sendiri tidak memintal benang dan menenun kainnya sendiri. Mudah-mudahan tidak terdengar sinis kalau kita mempersoalkan pejabat yang lebih suka menjahitkan baju safarinya di Singapura. Dan, kalau penjahit-nya di Singapura atau London, tentulah sulit kita bayangkan bahannya akan memakai produksi Salatiga. Apalagi dalam budaya paternalistik, keteladanan merupakan kemutlakan. Peraturan penalti mungkin sudah perlu dilakukan kalau ternyata imbauan untuk melakukan keteladanan tidak mempan. Operasi Zebra toh berhasil mendisiplinkan pengendara sepeda motor untuk mengenakan helm pada wilayah tertentu. Di kantor Pak Ginandjar mungkin sudah bisa dimulai larangan penggunaan sepatu, ikat pinggang, dan tas kulit bikinan luar negeri. Petugas Operasi Zebra bisa dikerahkan ke sana. Orang berkata, perjalanan seribu kilometer harus dimulai dengan ayunan langkah pertama. Dan ayunan langhah pertama itu hampir tidak memerlukan usaha, yang penting hanya kemauan untuk memulainya. Kita memang tidak meng-kerdil-kan masalah yang besar ini, yaitu: menggalakkan pemakaian produksi Indonesia. Tetapi, langkah pertama yang kelihatannya sepele itu toh harus dimulai. Bondan Winarno
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini