Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Marginalia

Modi

Narendra Modi ada kemungkinan kembali menjadi Perdana Menteri India untuk ketiga kali. Populisme dan kampanye berbasis agama.

19 Mei 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMILIHAN umum di India dimulai pada 19 April lalu dan akan berakhir pada awal Juni 2024. Ada sekitar 970 juta suara yang diperebutkan untuk mendapatkan 543 kursi di Lok Sabha, majelis rendah parlemennya. Partai yang bersaing: 6 di tingkat nasional, 57 partai lokal di tingkat negara bagian, dan 2.500-an partai kecil tak terverifikasi. Suatu pemilu yang berlangsung lama di negara demokratis terbesar di dunia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bagaimanapun, pemilu kali ini seolah-olah suatu referendum bagi kepemimpinan Narendra Modi. Bahkan ia mungkin akan memenangi jabatan presiden untuk ketiga kalinya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut survei Lokniti-CSDS India yang digelar pada Maret-April 2024, alasan terbesar pemilih mendukung Modi dan partainya ialah kinerja, kepemimpinan, dan skema bantuan sosialnya. Juga karena ia berhasil membangun kuil Rama di Ayodhya dan melindungi kepentingan agama Hindu. Selain itu, tersebar kesan bahwa, berkat Modi, citra internasional India mengemuka.

Bantuan sosial yang digelontorkan pemerintahan Modi sudah sebanyak 6.000-an triliun rupee selama ini—sebesar utang luar negeri Indonesia—dan hal itu disebut sebagai “new welfarism”. Ia menyasar pengadaan kakus sampai pemberian bantuan langsung tunai kepada keluarga miskin dan bibit gratis bagi petani. Masih ada lagi 2.000-an macam bantuan tunai lain.

Politikus lokal pendukung Modi turut memberi bantuan sepeda gratis untuk ke sekolah serta dana pensiun bagi perempuan dan janda, selain biaya badan penyelenggara jaminan sosial. Kampanye “Duare Sarkar”, pemerintah hadir di pintu rumahmu, telah menjaring 100 juta pendaftar. Mereka akan menerima berbagai bantuan langsung “sejak lahir sampai mati”. Semua ini memberi kesan bahwa Modi telah menjadikan India suatu negara yang mampu mengatasi kesulitan sehari-hari rakyatnya.

Popularitas Modi meningkat karena profilnya yang tampak asketis. Ia lahir tahun 1950 di desa kecil Gujarat dari keluarga pedagang teh. Sejak umur 8 tahun, Modi telah bergabung dengan gerakan nasionalisme Hindu, Rashtriya Swayamsevak Sangh (RSS). Gerakan ini didirikan dengan keyakinan bahwa Hindu adalah inti India. Kita tahu bahwa anggota RSS, Nathuram Godse, yang membunuh Mahatma Gandhi tahun 1948.

Pada usia 13, Modi dijodohkan, tapi pernikahannya cepat kandas. Sampai kini ia tak menikah dan disebut menempuh hidup selibat. Citra diri tanpa urusan keluarga ini menambah karismanya. Ini juga membuat lawan politiknya, pemimpin partai Kongres, tampak sekadar penerus dinasti Nehru yang gampang diolok sebagai partai tua tak bertaji.

The Economist pada April lalu menyebut partai Kongres bak tulang keropos. Tahun 1980 bisa meraih 50 persen suara, tapi kini di bawah pimpinan Rahul Gandhi, cicit Nehru, partai itu hanya meraih kurang dari 20 persen. Untuk menaikkan perolehan suara, Rahul berkampanye ribuan kilometer, sambil menuduh Modi sebagai ancaman bagi demokrasi. Partai Bharatiya Janata (BJP), produk gerakan RSS, yang kini berkuasa, bagi Rahul telah pula menciptakan kesenjangan ekonomi, yang memperparah pengangguran kaum terdidik India.

Tapi tak ada hal menarik yang ditawarkan oleh partai nasionalis tertua ini; sekalipun sejak 1885 partai Kongres ini berjuang untuk kemerdekaan India. Salah seorang tokohnya, Ambedkar, berhasil membuat konstitusi India yang sekuler dan tidak hinduistis (Hindutva), untuk mengatasi sengitnya komunalisme Hindu dan Islam kala itu. Tapi tetap saja terjadi partisi tahun 1947, yang melahirkan negara Pakistan.

Sejak itu, sekularisme India terus terguncang. Nehru mengakui tak ada terjemahan sekularisme dalam bahasa India. Sekalipun sekularisme berprinsip negara netral atas kepentingan agama-agama, hal ini terus diragukan dan digangsir oleh gerakan RSS. Hindu-first telah pula jadi harga mati gerakan ini. Maka kemenangan Modi menjadi tanda redupnya sekularisme India.

Hal ini tak lepas dari pendirian kuil Rama. Kampanye terus-menerus para nasionalis Hindu telah menumbuhkan kepastian bahwa di atas kuil kelahiran Rama itu dibangun masjid Babri tahun 1528 oleh Babur, raja Mughal. Akhirnya, pada 1992, masjid itu dihancurkan.

Komisi penyidikan atas kerusuhan ini membutuhkan 17 tahun untuk menyelesaikan laporannya. Pada 2010 muncul putusan pengadilan agar lokasi reruntuhan tersebut dimanfaatkan bersama. Namun putusan digugat. Mahkamah Agung kembali menetapkan pembagian lahannya. Pada Januari 2020, Modi meletakkan batu pertama pembangunannya. Pada awal 2024, kuil Rama ditahbiskan.

Atas proses panjang konflik di lahan masjid ini, Modi berkata, “Kini Rama, Tuhan kita, telah tiba, setelah berabad-abad bersabar dan berkorban. Inilah awal dari era baru.” Ketika Modi berkampanye di Karnataka pada Januari lalu, wartawan CBC News, Salimah Shivji, mencatat percakapan Satish dengan temannya, Suresh Dowda, saat menyambutnya. Mereka berkata bahwa Modi telah membangun infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi India. Ia telah juga menjadikan umat Hindu kuat. Kata Satish, “Kami datang untuk melihat Modi, Tuhan kami.”

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Martin Lukito Sinaga

Martin Lukito Sinaga

Pengajar teologi. Menulis sejarah dan pemikiran agama dalam masyarakat

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus