Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bahasa

Makna Lain Kata Miskin

Pemerintah punya berbagai program untuk kaum miskin tapi mengapa menghindari kata miskin, kecuali pada kemiskinan ekstrem?

19 Mei 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kata miskin kembali tenar lantaran siniar Indah Gunawan dan Cinta Laura Kiehl di YouTube tentang bahasa Indonesia yang “miskin kosakata”. Saya yakin, jika Indah memilih diksi selain “miskin”, warganet tidak akan berang. Kita tahu, kata miskin tidak pernah bermakna positif. Yang bisa kita terima hanyalah “miskin harta” dan “miskin ilmu”, tapi tidak dengan “miskin kosakata”—ini menyangkut identitas kita sebagai sebuah bangsa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kata miskin merupakan status atau label untuk segala yang kurang atau lemah tapi sekaligus menjadi tolok ukur keberhasilan negara dan pemimpinnya. Setiap tahun, World Population Review melaporkan dan membanding-bandingkan tingkat kemiskinan negara-negara di dunia. Perserikatan Bangsa-Bangsa punya daftar kategori negara yang diukur dari kemampuan ekonominya, seperti negara berpendapatan tinggi, negara berpendapatan menengah ke atas, negara berpendapatan menengah ke bawah, negara perekonomian maju, negara perekonomian dalam transisi, negara pengekspor bahan bakar, dan negara berkembang kepulauan kecil. Indonesia berada di dua kategori, yaitu negara berpendapatan menengah ke bawah dan pengekspor bahan bakar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebagai bentuk tanggung jawab dan barangkali juga upaya menjaga martabat di mata dunia, pemerintah memberikan beragam bantuan, fasilitas, dan program untuk kaum miskin, seperti raskin (beras untuk keluarga miskin), bantuan langsung tunai (BLT), beasiswa prasejahtera, kredit pemilikan rumah sederhana dan rumah sangat sederhana, kartu keluarga sejahtera, serta program keluarga harapan. Kata miskin dihindari sesering mungkin, mungkin karena terlalu menghinakan.

Belakangan, istilah kemiskinan ekstrem menjadi populer dan tertuang dalam Keputusan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Nomor 32 Tahun 2022 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Program Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem. Istilah ini diperkenalkan ekonom Inggris, Michael Lipton (2015), dan telah muncul pada laman Bank Dunia di bawah tajuk Principles and Practice in Measuring Global Poverty pada 2016. Namun Lipton memakai istilah ultra poor, “sekelompok orang yang mengkonsumsi kurang dari 80 persen kebutuhan energinya meskipun menghabiskan setidaknya 80 persen pendapatannya untuk makanan”. Jadi, bukan hanya ada wisata dan golongan ekstrem, miskin pun ada yang ekstrem.

Bahasa Indonesia memiliki banyak diksi yang bertautan dengan kata miskin, seperti tak berpunya, wong cilik, orang susah, fakir, gembel, papa, kaum duafa, melarat, dan prasejahtera. Prasejahtera, eufemisme dari kata miskin, diterakan Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring sebagai “dalam keadaan belum mencapai kesejahteraan”.

Omong-omong kata miskin, cerita-cerita pendek Indonesia banyak bertema kemiskinan. Salah satunya ditulis oleh Agus Noor, “Perihal Orang Miskin yang Bahagia”, yang terbit di Jawa Pos pada 31 Januari 2010. Pengarang, kita tahu, selalu punya cara sendiri mendefinisikan kata dan bisa jadi pula Kartu Tanda Miskin dalam cerpen itu nama lain dari Kartu Keluarga Sejahtera. Pemegangnya pun kita tahu siapa. Kita lagi-lagi diyakinkan bahwa pemerintah kita paling ahli dalam urusan membesarkan hati rakyat. Mari kita simak nukilannya: “Kalau mereka tetap miskin, malah banyak gunanya, kan? Biar ada yang terus berdesak-desakan dan saling injak setiap kali ada pembagian beras dan sumbangan. Biar ada yang terus bisa ditipu setiap menjelang pemilu. Kau tahu, itulah sebabnya, kenapa di negeri ini orang miskin terus dikembangbiakkan dan dibudidayakan.” Anda teringat sesuatu?

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Miskin"

Darmawati M.R.

Darmawati M.R.

Peneliti pada Pusat Riset Bahasa, Sastra, dan Komunitas BRIN
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus