PSSI, salah satu organisasi olah raga nasional kita yang makin buruk prestasinya, rupanya memiliki maskot tetap bagi tim-tim kesebelasannya: kambing berbulu hitam bernama si Suap. Si Suap ini nyaris selalu ditampilkan PSSI pada saat-saat tertentu menyusul kekalahan beruntunnya. Terakhir, si Suap itu dipamerkan PSSI setelah PSSI Pra-Olimpiade ndonesia dibantai kesebelasan Singapura dan Jepang. Yang menarik, kali ini, kambing 'suap" hitam itu tampaknya tak asli berbulu hitam melainkan seolah dicat hitam, setidak-tidaknya, menurut pengamatan saya, yang belum pernah satu kali pun menjadi "jurkam" alias juragan kambing. Betapa tidak. Menjelang pertandingan melawan kesebelasan Singapura, hampir semua pengamat dan kalangan persepakbolaan. berpendapa: bahwa suatu hal mukjizat bila kesebelasan kita menang. Hasil seri pun dianggap luar biasa. Paling tinggi kans bagi PSSI fifty-fifty. Bahkan banyak yang berani meramalkan Indonesia akan kalah. Kesimpulannya, kalau PSSI Pra-Olimpiade kita kalah melawan Singapura apalagi melawan Jepang - itu wajar sekali dan sudah diduga . Itu pendapat para pengamat dan ahli persepakbolaan. Belum lagi pendapat para "pengamat" sepak bola yang tak resmi. Dapat dipastikan, tak ada di antara mereka yang berani bertaruh untuk kemenangan kesebelasan "dua minggu" itu. Kalau sudah demikian kondisinya, sulit dilacak dasar atau motivasi "para ahli tak resmi" itu melakukan penyuapan - kalau benar - terhadap pemainpemain kita sekadar untuk bermain wajar (baca: kalah). Tanpa disuap pun, pemain-pemain Singapura akan menyuapi mereka dengan gol-gol. Bahkan sebaliknya, andai kata tiap pemain PSSI dijanjikan bonus berupa baby benz sekalipun, belum tentu mereka mampu menahan seri - apalagi menang melawan Singapura. Secara "Porkas" lebih tepat dan menguntungkan, jika menyuap pemain-pemain Singapura, agar bersedia kalah. BN, EI, LM, NM, dan RM memang perlu dikasihani. Mereka bukan Maradona atau Lineker dan kesebelasannya pun bukan PSSI-nya Iswadi/Sucipto dan kawan-kawan. Sehingga, boleh disebutkan hanya orang bodoh yang berani menyuap mereka, kecuali orang-orang tersebut mempunyai maksud-maksud lainj yang tak berkaitan dengan kalah-menangnya PSSI. Tragisnya, sebagian besar dari nama-nama itu di atas berasal dari klub sepak bola elite yang menyediakan jaminan fasilitas tergolong paling lengkap dan eksklusif di negeri ini, yang nilai fasilitas itu jauh lebih besar daripada nilai (jumlah) uang suap yang tersebut dalam media massa. Mereka juga bukan orang baru (kecuali LM) di kesebelasan nasional kita dan telah berulang kali berjuang membawa nama bangsa melalui kesebelasannya, walaupun perjuangan itu sering tak berhasil baik karena faktor-faktor teknis maupun nonteknis. Akhirnya, saya hanya dapat menyarankan kepada PSSI (Persatuan Sepak-bola "Suap" Indonesia maaf), agar menghentikan kegemaran memelihara kambinghitam dan mulailah belajar membayangkan bahwa suatu kekalahan adalah hal paling indah dan nikmat. Sementara itu, kemenangan adalah hal paling menakutkan dan menyakitkan. Percayalah, dengan begitu niscaya PSSI akan bersih dari kasus atau isu suap. L.R. FIRMAN Jalan Darmawangsa II/20 Jakarta Selatan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini