Dalam tulisan "Tata, antara Solo dan Italia" (TEMPO, 29 Februari 1992, Hukum) ahli hukum internasional Fakultas Hukum UGM, Surastri Isminingsih, berpendapat, "Status anak di luar perkawinan, baik tempat tinggal maupun kebangsaannya mengikuti ibunya. Namun, dengan perjanjian yang disepakati bersama, Betty kehilangan haknya. Perjanjian itu mempersulit Betty sendiri, jalannya sudah buntu." Memang, secara yuridis, anak tersebut hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya (UU No. 1 Tahun 1974, Pasal 43 (1)), sehingga Betty Bariati lebih berhak (dalam arti luas) daripada Giuseppe, sang ayah. Adanya perjanjian yang isinya, antara lain, Betty bersedia menyerahkan anaknya kepada kakak Giuseppe untuk dirawat dan dididik di Italia tidak dapat menggugurkan hak atau hubungan perdata antara Betty selaku ibu kandung dan Tata selaku anak kandungnya, yang timbul karena undangundang. Lain masalahnya kalau anak tersebut diadopsi dan dibawa ke Italia (adopsi internasional), dalam hal ini hubungan keperdataan dengan ibu kandungnya terputus. Dengan kata lain, Betty kehilangan haknya atas Tata. Soal Betty tak menepati isi perjanjian, itu sudah termasuk ke dalam bidang hukum perjanjian, yang menyebutkan Giuseppe dapat mengugat Betty berdasarkan iwanprestasir dengan tuntutan pelaksanaan prestasi. Sebaliknya, Betty juga berhak menggugat Giuseppe dengan tuntutan pembatalan perjanjian tersebut karena ditandatangani secara terpaksa atau alasan lain. Kalau isi perjanjian itu bertujuan memutuskan hubungan keperdataan antara Betty dan Tata, menurut saya, perjanjian seperti itu batal demi hukum (null and void) karena isinya bertentangan dengan undang-undang. Selanjutnya, bagaimana status kewarganegaraan Tata, si bayi tersebut? Dari tulisan TEMPO itu dapat disimpulkan bahwa Tata telah menjadi warga negara Italia karena dia dilahirkan di Italia. Itu berarti Italia menganut asas iius solir dalam menentukan status kewarganegaraan seseorang. Sebaliknya, Indonesia menganut asas ius sanguinis (asas keturunan) dengan beberapa pengecualian. Menurut Undang-Undang Perkawinan 1974, warga negara Republik Indonesia adalah orang yang waktu lahirnya mempunyai ibu warga Indonesia. Jadi, Tata adalah warga negara Indonesia. Dengan demikian, si bayi Tata adalah anak dua bangsa. TOMMY DJAJA, S.H. Jalan Majapahit 8-20 Jakarta Pusat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini