Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penegak hukum mesti transparan dalam menangani kasus Chief Executive Officer MNC Group Hary Tanoesoedibjo. Jangan sampai muncul kesan bahwa hukum di republik ini mudah disalahgunakan buat kepentingan politik. Kubu Hary Tanoe pun perlu menahan diri agar proses penegakan hukum tidak semakin keruh.
Sikap profesional penegak hukum amat diperlukan karena perkara ini melibatkan pejabat Kejaksaan Agung. Hary Tanoe ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian dalam kasus dugaan mengancam Kepala Subdirektorat Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Yulianto melalui pesan elektronik. Ada potensi konflik kepentingan karena proses penuntutan kasus ini tentu ditangani kejaksaan.
Pesan pendek yang menjadi pangkal perkara itu dikirim ke Yulianto pada awal tahun lalu. Saat itu, sang jaksa sedang menangani kasus PT Mobile-8, salah satu perusahaan milik Hary Tanoe. Pesan itu antara lain berbunyi, "Mas Yulianto, kita buktikan siapa yang salah dan siapa yang benar. Siapa yang profesional dan siapa yang preman." Ada juga kata-kata, "Saya masuk ke politik antara lain mau memberantas oknum-oknum penegak hukum yang transaksional dan suka abuse of power. Catat kata-kata saya di sini, saya pasti jadi pimpinan negeri ini."
Pengusaha yang juga menjadi Ketua Umum Partai Persatuan Indonesia itu dijerat dengan Pasal 29 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Unsur pokok pasal ini adalah mengancam atau menakut-nakuti lewat pesan elektronik. Baik kepolisian maupun kejaksaan perlu menangani kasus ini secara profesional. Bukti pendukung adanya unsur ancaman itu perlu dibeberkan. Soalnya, pasal itu multitafsir dan cenderung digunakan secara lentur.
Kejaksaan Agung juga perlu mengungkap secara transparan kasus PT Mobile-8 yang memicu kisruh. Apalagi kejaksaan kini membuka lagi kasus yang diduga merugikan negara Rp 80 miliar tersebut. Dugaan ini didasari temuan transaksi mencurigakan antara PT Mobile-8 dan PT Djaja Nusantara Komunikasi pada 2007-2009 senilai Rp 260 miliar. Transaksi yang diduga palsu itu menjadi dasar PT Mobile-8 untuk meminta restitusi pajak. Saat itu, Hary Tanoe menjadi Komisaris PT Mobile-8.
Dibukanya lagi kasus Mobile-8 cukup kontroversial karena kejaksaan telah kalah dalam praperadilan. Gugatan itu diajukan Direktur PT Mobile-8 Anthony Chandra dan Direktur PT Djaja Nusantara Komunikasi Hary Djaja, yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh kejaksaan. Hakim praperadilan menyatakan kejaksaan tak berwenang menangani kasus itu karena masuk ranah perpajakan.
Hanya, Hary Tanoe pun perlu menghormati proses hukum. Media-media MNC Group tidak perlu terus-menerus berupaya menyerang kejaksaan lewat pemberitaan. Cara ini bisa dinilai menunggangi pers untuk kepentingan pribadi. Upaya Hary Tanoe melibatkan tokoh Presidium 212-kelompok yang dulu berdemo anti-Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok-dalam membela diri juga berlebihan.
Tekanan terhadap proses penegakan hukum dalam bentuk apa pun jelas tidak bisa dibenarkan. Tapi penegak hukum juga dituntut adil dalam menangani setiap perkara.
Presiden Joko Widodo semestinya tidak berdiam diri. Ia harus mendorong Kejaksaan Agung menangani kasus korupsi yang diduga melibatkan Hary Tanoe secara profesional. Proses penanganan hukum secara adil dan transparan akan menghapus kesan adanya tebang pilih dalam penegakan hukum atau upaya memanfaatkan hukum demi kepentingan politik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo