Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Masyarakat kita lebih akrab dengan penggunaan kata-kata yang tidak pada tempatnya.
Masyarakat kita dinilai lebih terbiasa mengimitasi daripada memahami.
Masyarakat kita lebih suka kalimat yang familier (meskipun tidak tepat) daripada kalimat yang terkesan aneh (padahal tepat).
KETIKA mendengarkan pidato dalam beberapa pembukaan seminar akhir tahun lalu, saya berkali-kali menemukan praktik kesalahan berbahasa dalam penggunaan kata “pewaris”. Lebih dari dua kali saya mendengar kalimat generasi muda sebagai pewaris bangsa. Fenomena ini kembali mengingatkan saya pada cuitan Presiden Joko Widodo di akun Twitter pada 23 Juli 2015 dan cuitan di akun resmi Sekretariat Kabinet RI pada 1 November 2016. Pada Juli 2015, Presiden berkata bahwa anak-anak adalah pewaris pertiwi, sedangkan pada November 2016 Presiden mengatakan para ulama sebagai pewaris nabi. Memangnya apa yang salah dengan kalimat-kalimat yang mengandung kata “pewaris” tersebut?
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo