Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Marginalia

Russkiy Mir

Mereka menyebutnya rasisme berkedok ketuhanan. Russkiy mir memunculkan totalitarianisme masa lalu.

26 Maret 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi Tempo/Imam Yunianto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Presiden Vladimir Putin membawa ideologi Russkiy Mir dalam perang Ukraina.

  • Gereja Ortodoks Rusia setuju dengan gagasan ini, gereja di dunia menilai ideologi itu berbahaya.

  • Menciptakan damai dengan membuat perang.

PRESIDEN Vladimir Putin mengatakan pada Februari 2022 bahwa invasi Rusia ke Ukraina merupakan wujud “denazifikasi”. Dengan sejarah panjang Rusia memukul mundur serangan Barat, Putin ingin menghidupkan kembali kisah-kisah kemenangan itu seraya mempertegas jangkauan kekuasaannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemimpin gereja Ortodoks Rusia, Patriark Kirill, menimpali Putin dengan menyebut perang di Ukraina sebagai konflik metafisis. Kirill menyebut Putin sebagai eksorsis pengusir setan di Ukraina. Dewan Gereja se-Dunia pada 2 Maret 2022 meminta Kirill mengirimkan pesan damai kepada Putin. Namun Kirill membalasnya bahwa perang di Ukraina bersumber pada sikap Barat yang tidak menghormati keamanan Rusia sejak Uni Soviet bubar. Katanya, Barat malah menggangsir kesatuan rohani antara Rusia, Ukraina, dan Belarus.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah ateisme Soviet padam, kini Kirill dan Putin menghidupkan ideologi Russkiy mir—tanah Rusia yang luas, suci, dan damai. Dalam konferensi keamanan di Muenchen pada 2007, Putin menyiratkan posisi ini sebagai reaksi atas tekanan unipolarisme Barat-Amerika. Rusia tampaknya ingin menegaskan trisila mereka: kebangsaan, keamanan, dan ketuhanan ortodoks.

Ketuhanan ortodoks berakar di Konstantinopel, suatu ritus mistik terang ilahi dengan para imam gereja sebagai “startsy” atau konselor jiwa atas kegentingan sepanjang masa. Putin mengakui konselornya bernama Shevkunov.

Dalam pidato di Stadion Luzhniki pada 18 Maret 2022 saat memperingati perebutan Krimea, Putin mengutip Alkitab, yang ia hafal di luar kepala, yang dia klaim menjadi penopang persaudaraan Rusia. Katanya, “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawa untuk sahabat-sahabatnya.” Bagi Putin, invasi Rusia ke Ukraina adalah upaya menyelamatkan negara itu dari dominasi Barat.

Putin memotretkan diri sebagai sahabat gereja. Juru bicara gereja Ortodoks Rusia, Vsevold Chaplin, mengatakan Putin adalah pemimpin negara yang paling bersimpati kepada gereja sejak revolusi 1917. Pada 1987 hanya ada tiga biara di Rusia, kini 478. Pada masa Gorbachev ada 2.000 gereja, kini mendekati 13 ribu.

Saat revolusi Bolshevik, menurut catatan Tim Grass dalam Modern Church History, rezim komunis telah membunuh 85 ribu imam gereja. Leon Trotsky bahkan meruntuhkan katedral Moskow pada 1930 dan Nikita Khrushchev berujar, “Hanya akan menyisakan satu imam untuk seluruh Uni Soviet.”

Dalam The New Yorker April 2022, David Remnick mencatat ideologi yang diusung Putin sebenarnya bercorak konservatif, imperialistik, dan penuh kebencian. Karena itu, pada Maret 2022, 500-an teolog gereja Ortodoks sedunia menolak Russkiy mir. Bagi mereka, ideologi yang seolah-olah rohaniah ini menyembunyikan watak agresif dan fobia terhadap Barat. Mereka menyebutnya rasisme berkedok ketuhanan. Russkiy mir memunculkan totalitarianisme masa lalu.

Perihal perang dalam sejarah Rusia pernah ditulis Leo Tolstoy dalam roman Voyna i Mir (Perang dan Damai) pada 1869. Tapi “mir” dalam novel Tolstoy bermakna tanah yang damai yang didiami manusia. Damai semacam itu masih mungkin terjadi bahkan saat perang berkobar. Dalam pengertian Tolstoy, mir merupakan kedamaian di tanah yang sehari-hari dihuni oleh tokoh-tokoh yang meragukan perang tapi secara paradoksal memprakarsai perang untuk memenangi perang dalam dirinya. 

Tolstoy menulis epik ini sebagai perenungannya atas perang Rusia melawan Napoleon dan di Krimea pada 1854-1855. Bagi Tolstoy, perang merupakan hasrat destruktif pemimpin politik yang membuat banyak orang hidup acak dalam soal-soal asmara, ketakutan, keyakinan, kematian.

Tolstoy menampilkan dua tokoh kontradiktif: Pierre Bezukhoz dan Andrei Bolskansky. 

Pierre, yang suka merenung dan bagian dari kelas elite, terus mencari kepastian di tengah kekayaan. Jauh dari medan perang, dalam asmara, ia berduel dengan maut dan mencederai lawan. Perang personalnya itu membuatnya ia tak yakin dengan ide-ide kepastian. Ia menemukan dirinya berada dalam jalinan persoalan personal sehari-hari. Andrei yang ingin menemukan arti kemenangan ikut perang di Austerlizt. Di sana ia bertarung dengan maut di antara desingan peluru. Di medan perang, ia tak menemukan pesona Napoleon atau para jenderal Rusia, hanya jeritan manusia yang terluka.

Di Rusia atau di Indonesia, kisah-kisah kemanusiaan perlu disimak agar damai datang. Tanpa perang, tanpa mimpi kesucian.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Martin Lukito Sinaga

Martin Lukito Sinaga

Pengajar teologi. Menulis sejarah dan pemikiran agama dalam masyarakat

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus