Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Sarasehan Para Pawang

Panitia peringatan konperensi asia-afrika ke-25 di bandung, mendatangkan 7 pawang hujan agar acara tersebut tidak terganggu. sebaiknya diadakan sarasehan pawang terutama untuk banjir, gempa dan bimas.

17 Mei 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI Blitar saya punya sahabat namanya Saleh Ular. Diabukan berbapak ular melainkan pandai menangkap ular. Cukup dengan menguak semak dan merogoh lubang tangannya mencekam batang leher ular dan memijitnya hingga mendelik. Ular yang malang itu dikuliti, dijual untuk tas dan sepatu nyonya-nyonya baik di negara yang sedang maupun yang sudah berkembang. Saleh kita ini seorang pawang ular yang tidak ada sekolahannya, baik sekolah bersubsidi maupun sekolah inpres. Konon para ular sudah berulang kali berembuk sesamanya untuk mencatok tengkuk Saleh ini, tapi sampai tulisan ini dibuat belum tampak realisasinya. Di Kualatungkal ada seorang kerempeng yang namanya saya sudah lupa. Dengan sepucuk ranting kering yang jatuh menimpa kepala sudah cukup membuatnya roboh ke tanah. Tapi dia pawang buaya yang disegani oleh semua buaya tua muda di sepanjang sungai Batanghari. Hanya dengan siulan pendek -- bagaikan mandor memanggil kuli -- buaya dipaksa datang tergopoh-gopoh dan menyerahkan nasib ke tangannya. Dengan satu pitingan raja sungai itu sudah bisa berpulang ke alam baka dan kulitnya jadi barang konsumsi istri pegawai eselon dua ke atas. Selain itu, makelar yang berikat pinggang kulit buaya berbeda banyak dengan makelar yang berikat pinggang kulit sapi. Ada juga memang saya dengar pawang tikus, tapi karena tikus bukanlah makhluk komersial dan berada di luar jangkauan lembaga konsumen, pawang sektor ini derajatnya tidak diperhitungkan orang. Tidak ada misalnya seorang yang mendambakan punya menantu seorang pawang tikus, karena betapa pun rendah pangkatnya, seorang karyawan bagian pajak jauh lebih berharga di mata para tetangga. Oleh sebab itu tidak ada gunanya berpanjang-panjang membahas pawang tikus ini karena masih banyak urusan yang mendesak. Teknologi komputer, cangkok jantung, bionik, kabel laut ' Ancol-Singapura, bahkan mengubah kentang jadi bahan enerji, samasekali tidak menghambat kelestarian dunia pawang. Malahan sebaliknya. Jika dulu pawang itu cuma menyangkut kepentingan sekelompok kecil orang, atau berkaitan dengan cari nafkah sesuap nasi, sekarang derajat dan arti pentingnya makin menanjak dan dibutuhkan secara nasional dan internasional. Kalau toh bukan pawang ular atau buaya, setidak-tidaknya pawang hujan. Panitia peringatan 25 tahun Konperensi Asia-Afrika di Bandung tidak cemas kalau-kalau para tamu undangan serta hadirin dan hadirat dipatuk ular atau digigit buaya, tapi mereka cemas hujan turun tatkala upacara berlangsung. Pembesar negeri, tamu undangan seperti halnya seorang bayi --samasekali tidak boleh ketimpa hujan. Ini akan membuatnya pilek dan bersin tak berkeputusan. Karena itu, tidak kurang dari 7 pawang hujan sengaja dipasang agar dengan kekuatan dalam yang ada padanya bisa menahan turunnya hujan, paling sedikit memohon kerelaan sang hujan agar kalaulah ada niatan akan jatuh juga ke bumi, harap ditangguhkan barang satu atau dua hari. Jika permohonan ini kelewat berat, 3-4 jam pun jadilah, pokoknya jangan sampai menimbulkan keonaran dan kegemparan. Ketika acara berjalan, memang ada sedikit turun hujan, tapi hujan yang lembut dan ramahtamah sehingga tidak memaksa penonton lari tunggang langgang. Hal itu barangkali saja berkat pengerahan 7 pawang pilihan yang mempertaruhkan ilmunya menahan reservoir langit supaya jangan tumpah sampai urat-urat lehernya tegang. Berdasar pengalaman ini, apakah salahnya jika pihak dirjen - dirjen bagian apa saya belum tahu mengambil prakarsa mengadakan sarasehan para pawang dari pelbagai rupa disiplin untuk meningkatkan mutu dan partisipasi mereka dalam hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan nasional serta internasional. Sarasehan ini bisa diadakan di Hotel Sahid atau di kaki gunung, soal tempat tidaklah penting betul. Siapa tahu, dari sarasehan ini akan bermunculan pawang-pawang baru yang belum pernah terpikirkan sebelumnya, misalnya: pawang banjir, pawang gempa, pawang bimas supaya kredit yang sudah keluar bisa masuk sebagaimana mestinya, pawang asembling dan pawang kampus agar semua yang diharapkan bisa berjalan tanpa halangan suatu apa. Pawang-pawang ini tidak usah punya status tetap tapi cukup status diperbantukan seperti halnya Wedana pada Bupati dan Residen pada Gubernur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus