Syukur alhamdulillah, atas adanya aksi unjuk rasa mahasiswa Bandung terhadap pembukaan SDSB (TEMPO, 10 Agustus 1991, Nasional.) Selama ini, kita seperti terlena dengan adanya SDSB. Kita tidak menyadari betapa besar pengaruh yang ditimbulkannya. Di Jakarta atau di kota-kota besar lainnya, sebelum ada SDSB, tidak pernah ada judi gelap. Namun, akhir-akhir ini kegiatan seperti itu semakin subur. Orang yang terlibat di dalamnya adalah orang yang tak puas dengan judi kupon (SDSB) sehingga mereka mencari bentuk judi lain yang lebih mengasyikkan. Tampaknya, dampak negatif SDSB tidak hanya itu. Desa-desa yang tadinya aman, tenteram, dan religus mental penghuninya sudah dirusakkan oleh SDSB. Mereka itu menjadi ahli matematika bohongan, ahli spekulasi, dan ahli rumus angka-angka, agar bisa menjadi kaya mendadak. Sementara itu pekerjaan yang biasa mereka kerjakan terbengkalai, hasil pertanian berkurang, masjid-masjid kehilangan jemaahnya, dan perekonomian pun merosot. Ironis sekali. SDSB telah menyimpang dari tujuan semula: pemerataan. Hal itu mungkin ada benarnya bila yang dimaksud adalah pemerataan hiburan siaran langsung olahraga di TVRI. Apakah hiburan itu begitu penting sehingga harus mengorbankan moral masyarakat? Sungguh tidak logis sama sekali. Maka saya sangat mengharapkan SDSB dikubur selama-lamanya. Kita tak perlu lagi membuat judi-judi baru dengan nama-nama yang lain karena itu bukan jalan keluar yang baik. Malu rasanya, sebagai negara penganut Islam terbesar, masih membolehkan judi berkembang subur. Apakah tidak lebih baik kita sumbangkan saja uang tersebut untuk pembangunan? IWAN WILDANA Mahasiswa Sastra Inggris Universitas Padjadjaran Bandung
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini