SERATUS sembilan puluh pabrik pakaian jadi di Jawa Barat tutup gara-gara buruh tak henti meminta kenaikan gaji. Pesanan sepatu Reebok dikurangi. Sekian ribu buruh pabrik sepatu bermerek ini diberhentikan. Order sepatu Nike merosot tajam. Beribu-ribu buruhnya menganggur. Menurut desas-desus, Nike dan Reebok mencari negeri yang upah buruhnya murah-meriah dan produktivitas pekerjanya tinggi, seperti di Cina atau Vietnam.
Semua itu karena buruh Indonesia "tidak tahu diri": suka berdemonstrasi, suka mogok, dan sering main keras dan mengancam. Pada suatu jamuan makan, seorang pengusaha garmen mengeluh bahwa buruh pabriknya menuntut macam-macam. Ketika pemberian dianggap kurang, mereka membakar 20 mobil. Para manajer pabrik kemudian menerima telepon ancaman dan intimidasi.
C.K. Song, wakil Kamar Dagang Korea di Jakarta, berkata bahwa penghambat prospek bisnis di Indonesia adalah kebijakan pemerintah tentang perburuhan. Kebijakan kenaikan gaji tidak rasional, produktivitas kerja rendah, pemogokan tak terkendali, dan penegakan hukum lemah. Dalam satu tahun saja sudah 36 perusahaan Korea, produsen garmen dan tas, gulung tikar. Mereka memindahkan operasi ke Myanmar dan Vietnam. Akibatnya, 32 ribu buruh Indonesia kehilangan pekerjaan.
Menurut Song, ada lima lagi perusahaan mainan anak-anak dan 13 perusahaan pembuat boneka yang sedang berkemas mau angkat kaki. Sengketa yang berlarut dan kebijakan pemerintah di bidang perburuhan yang merugikan dunia usaha telah membuat produksi mereka tak mampu lagi bersaing di pasar dunia.
Salah Siapa?
Pasar terbesar Indonesia di dunia sedang lesu. Para konsumen di pasar itu cemas akan terlanda resesi, dan mengurangi pembelian mereka. Permintaan akan sepatu, tas, dan garmen menurun. Sudah jelas Nike, Reebok, dan 1001 sweat shop (buruh murah-meriah, kondisi dan lingkungan kerja buruk) Korea di Indonesia angkat tangan. Alasan yang mudah digunakan untuk menjelaskan kemerosotan daya beli pasar dunia atas produksi manufaktur Indonesia: buruh rewel.
Literatur dalam dan luar negeri banyak yang menjelaskan mengapa ekonomi Indonesia dianggap "berbiaya tinggi". Salah satu sebab utamanya adalah pencurian uang rakyat sebesar paling sedikit 30 persen dari anggaran belanja bangsa. Para ekonom bisa membandingkan berapa yang masuk kantong koruptor dan disembunyikan di luar negeri, dan berapa yang masuk perut buruh dan keluarganya dan beredar kembali dalam perekonomian Indonesia. Mengambinghitamkan koruptor adalah berbahaya, karena mereka berkuasa. Menyalahkan semua malapetaka pada buruh gampang, karena mereka tak berdaya.
Dunia peradilan kita bobrok, korup, dan curang. Seorang debitor tidak hanya bisa mengemplang utang, tapi bahkan bisa menghajar kreditornya habis-habisan dengan memperalat hakim, polisi, dan jaksa. Setiap sendi kehidupan kita dirasuki ketidakpastian. Inilah yang paling efektif membuat perusahaan angkat kaki. Inilah pula yang mematikan minat penanam modal.
Indonesia kini terkenal sebagai negeri paling rawan di Asia Tenggara. Paling tidak ada lima daerah yang memiliki konflik sosial yang berdarah yang sulit dipecahkan. Ini jelas membuat Indonesia terkenal sebagai lahan usaha yang tidak nyaman. Survei organisasi risiko politik di Hong Kong menempatkan Indonesia pada posisi ketiga sebagai tempat tak aman bagi pengusaha. Di beberapa tempat dan peristiwa disinyalir sebagian alat negara turut serta dalam menciptakan suasana mencekam.
Pemberian otonomi menimbulkan avonturisme pada beberapa daerah. Kebijakan pemerintah digagalkan atas nama otonomi, demokrasi, dan asas legalitas. Pemerintah tampak tak bereaksi. Orang tidak tahu lagi siapa yang membuat keadaan tidak aman, dan siapa yang harus menjaga keamanan. Banyak pihak yang potong kompas: daripada bayar dua kali, lebih baik minta perlindungan preman.
Gelas Tumpah
Kebijakan etis pemerintah kolonial Belanda mengakibatkan anggaran belanja jajahannya defisit terus. Ketika penjajah hanya mementingkan hasil bumi Indonesia, mereka meraih laba tanpa henti. Begitu mereka mulai memedulikan rakyat Indonesia, mereka terus merugi.
"Ethische politiek" dilanjutkan oleh pemerintahan Indonesia merdeka. Indonesia punya undang-undang perburuhan menurut konsep negara kaya, padahal negaranya masih miskin. Buruh menuntut penegakan undang-undang, sistem Indonesia tidak mampu membiayai penegakan itu. Maka, meruyaklah hipokrisi, sabotase, korupsi, dan konflik.
Dalam suasana semacam itulah masuk dua macam intervensi: krisis ekonomi yang berkepanjangan dan campur tangan internasional sebagai akibat ratifikasi berbagai perjanjian internasional. "Gelas" Indonesia sudah penuh dengan masalah-masalah besar. Perkara buruh hanya setetes yang membuat gelas itu tumpah.
Nono Anwar Makarim
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini