Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Sihanouk mungkin tak keliru

Rujuknya sihanouk dengan khieu samphan lebih menjamin kemungkinan terciptanya satu pemerintahan yang nasionalistis untuk sebagian rakyat kamboja. sekali ini, sihanouk mungkin tak keluru lagi.

14 Maret 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERTENGAHAN tahun 1980, Pangeran Sihanouk keliling Amerika sambil tidak lupa memuji tuan rumahnya. Ketika ditanyakan bagaimana dulu beliau bisa menulis buku yang begitu anti-Amerika, My war with the CIA, Pangeran tanpa mahkota itu hanya menjawab singkat: "Saya dulu keliru." Tentu saja Sihanouk tahu bahwa jawabannya hanyalah untuk menjadi seorang tamu yang baik di negara orang. Bagian terbesar dari ceramahnya berisi kecaman terhadap rezim Pol Pot, bekas sekutunya selama 1970 sampai 1975, yang kemudian dibencinya melebihi keberangannya terhadap rezim Heng Samrin angkatan Vietnam. Bulan Mei dan Juni 1980 memang merupakan titik puncak dari usaha mencari 'kepemimpinan alternatif bagi Kamboja, di luar Pol Pot dan Heng Samrin. Kunjungan Sihanouk keliling Amerika merupakan bagian dari usaha penciptaan imaji baru baginya, dengan dukungan kuat pemerhntah Amerika. Reputasi internasionalnya ttap menempatkan Sihanouk sebagai tokoh yang dapat diterima semua negara Barat, yang walaupun simpati terhadap nasionalisme Pol Pot, tapi tetap menolaknya karena pelanggarannya yang berat terhadap asas kemanusiaan. Pemimpin Tanpa Akar Setelah sepuluh tahun berada di luar Kamboja, Sihanouk benar-benar telah jadi pemimpin tanpa akar di kalangan rakyatnya sendiri. Bahkan kekecewaannya terhadap pemerintahan Pol Pot banyak bersumber dari perasaan seorang bapak yang kehilangan miliknya yang berharga -- anak-anaknya. Dua putra laki-lakinya adalah perwira pada tentara Kamboja pimpinan Pol Pot. Bukan saja mereka tidak mengacuhkan panggilan bapaknya untuk bergabung dengannya, tapi mereka juga sudah bosan dengan sikap politik bapaknya, yang tanpa ideologi yang jelas. Putri kesayangannya, Botum Bopha, dipercayanya sudah terbunuh bersama suaminya, seorang pilot Angkatan Udara, dalam pembersihan yang dilakukan rezim Pol Pot pada awal 1976. Maka gagallah pula usaha rujuk antara Sihanouk dengan pemerintahan Pol Pot Khieu Samphan sepanjang tahun 1980. Di kalangan organisasi-organisasi perlawanan lainnya, Sihanouk tidak juga populer. Ini terutama karena sifat dari organisasi-organisasi tersebut, yang banyak sekali bergantung pada dukungan kaum militer Muangthai, khususnya dari kalangan perwira muda yang memimpin komando militer di perbatasan dengan Kamboja. Golongan militer Muangthai inilah yang memberikan persenjataan untuk gerakan perlawanan seperti yang dipimpin Son Sann. Buat golongan Son Sann dan sejenisnya, Sihanouk merupakan seorang pemimpin yang tidak dapat diterima, karena permusuhan mereka dengannya pada masa yang lalu. Banyak dari mereka adalah tokoh penting pada zaman Lon Nol, yang telah menumbangkan kekuasaan Sihanouk pada tahun 1970. Mereka juga curiga bahwa Sihanouk pada akhirnya akan memihak pada pemerintahan Kampuchea demokratis pimpinan Pol Pot-Khieu Samphan. Lebih penting lagi adalah sikap golongan 'Turki Muda' tentara Muangthai yang memberikan perlindungan pada Son Sann. Bagi mereka, golongan Son Sann tidak banyak bedanya dengan peran yang dimainkan Heng Samrin untuk Vietnam. Sejak dulu, Kamboja selalu mengalami tarikan pengaruh Vietnam dan Muangthai, yang berusaha menciptakan antek-anteknya di kalangan pemimpin Kamboja. Muangthai sedikit banyak berhasil membangun pengaruhnya di kalangan golongan Son Sann melalui proteksinya terhadap pengungsi Kamboja, terutama di sekitar kota perbatasan Anya pranyet. Dari kalangan pengungsi inilah, golongan Son Sann memperoleh rekruit baru sedang perlengkapan dan senjata diberikan oleh Muangthai. Sejelek-jeleknya Sihanouk, ia konsisten pada sikapnya sebagai seorang nasionalis Kamboja, yang menolak pengaruh Vietnam maupun Muangthai. Karena sikapnya itu, Sihanouk tidak dapat pasaran di kalangan gerakan perlawanan kaum pengungsi yang sebagian besar dikendalikan oleh perwira muda Muangthai. Tanpa Penyelesaian Pada akhirnya, Sihanouk memilih jalan yang paling bermanfaat untuk masa depan bangsanya, rujuk dengan pemerintahan demokratis Kampuchea. Pemerintahan itu sendiri sudah mengalami perombakan yang drastis. 'Kelompok Empat' yang dianggap jadi otak inlelektuil dari rezim Pol Pot (yakni Pol Pot dan Ieng Sary serta istrinya masing-masing, yang adalah kakak adik), sudah ditarik ke belakang. Peranan mereka digantikan oleh Khieu Samphan, si intelektuil dari Sorbonne, yang dua temannya ikut dibunuh pembersihan Pol Pot-Ieng Sary. Di basis-basis gerilyanya, pemerintahan Khieu Samphan diperkirakan masih menguasai sekitar 2 juta penduduk. Organisasinya yang kuat serta identitas nasionalisme Kambojanya membuat pemerintahan Khieu Samphan memiliki perspektif untuk gerilya jangka panjang. Dengan reputasi Sihanouk, Muangthai mungkin akan harus melepaskan dukungannya terhadap gerakan perlawanan kaum pengungsi, yang kebanyakan dipimpin oleh pemimpin petualang. Walaupun tidak akan pernah jadi bagian dari pengaruh Muangthai, Khieu Samphan yang bersahabat jauh lebih baik bagi Bangkok daripada Heng Samrin. Rujuknya Sihanouk dengan pemerintahan Kampuchea Demokratis tidaklah mengubah posisi Vietnam di negara itu. Dokumen lama yang baru ditemukan menyatakan bahwa sudah sejak tahun 1950, Vietnam menyaratkan pemerintahan yang berada di bawah pengaruhnya di Laos dan Kamboja. Jika usaha melalui infiltrasi oleh kader-kader didikan Hanoi gagal, seperti terjadi di Kamboja, maka satu-satunya cara adalah intervensi militer. Dengan 220 ribu tentaranya di Kamboja sekarang, yang telah diperkuat oleh birokrasi sipil, Vietnam sudah kepalang tanggung untuk menarik diri. Jikapun ada tekanan, paling banter Vietnam akan setuju pada pemecahan Kamboja: Satu di bawah Heng Samrin, merupakan 'penyekat' untuk Vietnam terhadap Muangthai. Satu lagi benar-benar Kamboja, di bawah Sihanouk-Khieu Samphan, yang bersahabat dengan Muangthai dan tidaklah mustahil akan menjadi anggota ASEAN. Dari sudut ini, rujuknya Sihanouk dengan Khieu Samphan lebih menjamin kemungkinan terciptanya satu pemerintahan yang nasionalistis untuk sebagian rakyat Kamboja. Sekali ini, Sihanouk mungkin tidak keliru.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus