Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Perekonomian Indonesia harus tumbuh 6-7 persen per tahun dalam dua dekade ke depan.
Tiga sumber pertumbuhan utama yang merupakan bagian integral dari strategi ekonomi Indonesia: ekonomi biru, manufaktur, dan pembangunan kota.
Teknik dan ilmu pengetahuan dasar menjadi kunci mendongkrak produktivitas Indonesia.
INDONESIA sedang berupaya mencapai status negara berpendapatan tinggi. Cita-cita ini merupakan salah satu aspirasi "Indonesia Emas 2045". Cita-cita itu diharapkan tercapai bertepatan dengan peringatan kemerdekaan ke-100 tahun.
Namun ada syarat untuk mencapai status negara berpendapatan tinggi: perekonomian Indonesia harus tumbuh 6-7 persen per tahun dalam dua dekade ke depan. Jika terealisasi, perekonomian Indonesia akan berlipat ganda menjadi empat kali lebih besar pada 2045.
Namun Indonesia harus melakukan upaya khusus untuk mencapai target itu. Salah satu caranya adalah memprioritaskan sumber pertumbuhan ekonomi potensial, seperti ekonomi biru, manufaktur, dan pembangunan perkotaan. Penyerapan teknologi baru dan ilmu pengetahuan dasar juga harus terus diupayakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan status negara berpendapatan tinggi, situasi ekonomi yang diidamkan Indonesia pada 2045 adalah tingkat produk domestik bruto (PDB) nominal menyentuh US$ 10 triliun. Pendapatan nasional bruto per kapita mencapai US$ 30.300 dan kontribusi manufaktur sebesar 28 persen. Indikator-indikator itu bisa saja tercapai, syaratnya, dalam perjalanan menuju 2045, Indonesia tidak menghadapi peristiwa "black swan", seperti krisis keuangan global atau insiden geopolitik besar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tak boleh dilupakan juga syarat yang tak kalah penting: meningkatkan produktivitas pada pertumbuhan ekonomi, seperti yang dipaparkan di awal. Ihwal produktivitas ini, ada satu kutipan bagus dari ekonom Paul Krugman. "Produktivitas bukanlah segalanya, tapi hampir segalanya dalam jangka panjang." Dengan demikian, menggenjot produktivitas adalah strategi yang harus dipilih Indonesia.
Semangat itu, sebetulnya tampak dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 yang dirancang Kementerian Perencanaan Pembangunan Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Dokumen ini mencantumkan area-area prioritas untuk pertumbuhan jangka panjang.
Tiga Sumber Pertumbuhan Utama
Artikel ini menekankan pada tiga sumber pertumbuhan utama yang merupakan bagian integral dari strategi ekonomi Indonesia: ekonomi biru, manufaktur, dan pembangunan kota. Indonesia perlu memahami potensi sektor-sektor ini dan bagaimana memicu produktivitasnya karena hal ini penting bagi masa depan perekonomian Indonesia.
Pertama, ekonomi biru: Indonesia merupakan negara yang memiliki lebih dari 17 ribu pulau dan panjang garis pantainya mencapai 108.000 kilometer. Sebagai negara kepulauan, Indonesia punya potensi besar di bidang sumber daya hayati dan non-hayati laut, industri, pariwisata, transportasi, sampai logistik.
Dengan gambaran potensi sebesar itu, sayangnya, kinerja industri penangkapan ikan laut, pengolahan hasil laut, dan akuakultur Indonesia masih lebih rendah dibanding negara-negara lain. Hal ini bisa dilihat dari kinerja ekspor udang Indonesia pada 2022 yang hanya senilai US$ 786 juta. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam (US$ 1,75 miliar), Cina (US$ 1,08 miliar), dan Thailand.
Potensi ekonomi biru bagi Indonesia juga ada pada komoditas rumput laut, dengan volume ekspornya yang mencapai lebih dari 250 ribu metrik ton. Produksi rumput laut Indonesia bisa sangat berlimpah, karena, Koalisi Rumput Laut Aman—sebuah kelompok riset dan industri—mengatakan panen rumput laut dapat meningkat 15 kali lipat pada 2050.
Agar potensi besar ini bisa termanfaatkan dengan optimal, Indonesia harus berani mengadopsi teknologi untuk meningkatkan produktivitas sektor kelautannya. Teknologi otomasi dan robotika, pemrosesan bertekanan tinggi/high-pressure processing (HPP), pembekuan cepat individu/individual quick frozen (IQF), serta pemanfaatan kecerdasan buatan untuk memantau wilayah laut dan sistem kesehatan laut adalah contoh teknologi yang perlu diterapkan.
Laporan Bappenas/OECD tentang ekonomi biru pada 2021 menyarankan percepatan nilai tambah ekonomi biru Indonesia dimotori oleh sektor tradisional (biota laut, non-biota laut, industri, pariwisata, perdagangan, transportasi, dan logistik) serta sektor-sektor yang sedang berkembang (energi terbarukan, bioekonomi, dan bioteknologi).
Namun konsep ekonomi biru itu baru akan mendorong pertumbuhan ekonomi ketika nilai tambah yang dihasilkan bersifat inklusif dan berkelanjutan. Ekonomi biru berfokus pada penciptaan nilai tambah dari sumber daya laut, bukan hanya menjual bahan mentah yang nilai tambahnya rendah. Teknologi dan inovasi menjadi kunci meningkatkan nilai tambah dengan menghasilkan produk baru yang akhirnya memperpanjang rantai kegiatan bisnis negara.
Sumber pertumbuhan penting buat Indonesia yang kedua adalah industri manufaktur. Pada tahun lalu, struktur PDB Indonesia masih didominasi sektor jasa (43 persen), industri manufaktur (18 persen), pertanian (13 persen), serta sisanya adalah sektor pertambangan, konstruksi, listrik dan gas, serta air.
Harap dicatat, tidak ada negara yang dapat mencapai status negara berpenghasilan tinggi jika tak memiliki sektor manufaktur yang kuat. Pengalaman negara-negara maju Asia, seperti Jepang, Korea Selatan, Cina, dan Singapura, sudah terbukti. Mereka mengandalkan sektor riset dan pengembangan serta berfokus pada industri pengolahan tinggi untuk menambah nilai manufaktur mereka.
Namun posisi Indonesia kurang menguntungkan saat ini. Situasi rendahnya peran sektor manufaktur terhadap PDB Indonesia terjadi justru ketika sektor manufaktur global kini telah dikuasai Cina yang mendominasi dari hulu hingga hilir. Belum lagi tuntutan akan adopsi teknologi canggih dan digitalisasi yang makin masif di sektor ini.
Sektor yang potensial menjadi motor pertumbuhan Indonesia adalah manufaktur pertanian dan perluasan layanan dengan produksi barang. Konsep manufaktur pertanian akan memacu produktivitas, nilai tambah, serta meningkatkan daya saing produk pertanian dan perikanan Indonesia.
Sektor ketiga, yang menjadi motor pertumbuhan Indonesia ke depan adalah pembangunan kota. Pada 2045, diproyeksikan lebih dari 82 persen penduduk Indonesia tinggal di perkotaan. Tata ruang kota merupakan pusat produktivitas dan berkontribusi terhadap pertumbuhan PDB untuk manufaktur serta jasa. Namun hal ini bisa tercapai jika terdapat konektivitas transportasi yang baik, karena akan mengurangi waktu tempuh perjalanan, memfasilitasi akses ke pekerjaan, percepatan integrasi rantai nilai dan rantai pasokan, serta mengurangi waktu produksi dan distribusi.
Kota-kota di Indonesia tidak beroperasi pada tingkat maksimum karena hanya dua kota yang memiliki ukuran yang optimal. Selain itu, persentase keuntungan (peningkatan produktivitas) jika kota-kota beroperasi pada ukuran optimal adalah sekitar 75,4 persen; hal ini menyiratkan bahwa dengan menghubungkan kota-kota kecil dan berintegrasi dengan aglomerasi yang lebih besar, produktivitas kota secara keseluruhan dapat ditingkatkan serta menjadi sumber pertumbuhan secara bertahap hingga 2045 dan seterusnya.
Studi lain menunjukkan bahwa menciptakan kluster-kluster produktif di luar Pulau Jawa juga akan membantu peningkatan produktivitas. Dekonsentrasi Pulau Jawa dan menciptakan pilar-pilar pembangunan baru, termasuk Ibu Kota Nusantara, memungkinkan munculnya aglomerasi baru. Efek agregat dari penyediaan infrastruktur dan penerapan kebijakan industri teritorial akan menjadi sumber pertumbuhan tambahan yang cukup besar.
Kunci Mendongkrak Produktivitas
Lalu, apa kunci utama untuk mendongkrak produktivitas tinggi di ketiga sektor tersebut? Jawabannya adalah teknik dan ilmu pengetahuan dasar. Dalam konteks ekonomi biru, maukah Indonesia meniru teknologi yang digunakan di negara-negara yang nilai tambah dari industri kelautannya lebih tinggi?
Bagi sektor manufaktur, selain investasi dan perdagangan asing, pertanyaannya adalah: apakah produsen lokal sudah mampu menyerap teknologi baru untuk meningkatkan nilai dan produktivitas? Maukah mereka memperbaiki proses produksi dan menciptakan industri baru?
Dalam hal pembangunan kota, pertanyaannya, apakah proses perencanaan kota-kota di Indonesia sudah dilakukan melalui kolaborasi para ekonom dan perencana kota demi mengintegrasikan perencanaan wilayah dengan target-target produktif? Apakah dalam pengembangan wilayah baru, para perencana sudah melakukan analisis spasial berbasis data dan dibantu teknologi kecerdasan buatan?
Indonesia harus mempercepat penerapan berbagai teknologi tersebut. Penggunaan teknologi canggih yang dikembangkan di negara-negara berpenghasilan tinggi akan bermanfaat bagi Indonesia karena negara ini dapat mengakses jaringan dan platform berbagi pengetahuan tentang teknik serta ilmu pengetahuan dasar yang penting untuk merancang kebijakan yang meningkatkan produktivitas dan nilai tambah.
Pertumbuhan produktivitas akan efektif jika Indonesia menempatkan diri sebagai penerima dan penyumbang pengetahuan global. Jalan untuk mencapai target ambisius Indonesia Emas 2045 belum tertutup. Indonesia hanya perlu menentukan model pertumbuhan yang tepat.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Sumber rujukan disebutkan lengkap pada tubuh tulisan. Kirim tulisan ke e-mail: [email protected] disertai dengan foto profil, nomor kontak, dan CV ringkas.
Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti berkontribusi dalam penulisan artikel ini.