Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Cari Angin

Tak Cukup Hanya Memangkas Anggaran

Jika Prabowo lebih berani lagi main pangkas, sebaiknya dievaluasi kabinet yang gemuk ini. Anggota kabinet terlalu mengada-ada.

1 Februari 2025 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi: Tempo/J. Prasongko

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Presiden Prabowo menerbitkan Inpres memangkas anggaran hingga Rp 306,6 triliun.

  • Inpres pemangkasan anggaran ini disambut baik karena rakyat tak dirugikan.

  • Jika Prabowo lebih berani lagi main pangkas, sebaiknya dievaluasi kabinet yang gemuk.

KEBIJAKAN berani Presiden Prabowo Subianto mengawali tahun ini adalah memangkas anggaran di kementerian dan lembaga negara. Lewat Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pemerintah menargetkan dapat memangkas anggaran hingga Rp 306,6 triliun. Sangat besar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ke mana dana itu dialihkan? Presiden tak menyebutkan hal pasti, hanya disinggung selintas, bahwa dengan efisiensi itu, banyak sekolah bisa kita perbaiki. Adapun Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pengelolaan anggaran tahun ini lebih difokuskan untuk belanja yang manfaatnya dirasakan langsung oleh masyarakat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tak disebutkan, misalnya, dana hasil penghematan itu untuk keberlangsungan program makan bergizi gratis (MBG), yang sudah dimulai pada 6 Januari 2025. Program ini memang memakan banyak biaya. Perlu anggaran Rp 800 miliar sehari untuk menjangkau 3 juta anak. Bayangkan kalau sampai 17 juta anak sebagaimana target awalnya, berapa triliun rupiah yang harus disediakan. Belum lagi program lain Prabowo, seperti bantuan sosial, penyaluran bibit dan pupuk kepada petani, serta pemutihan utang bagi kaum tani dan nelayan. Dan yang akan menyusul pada Februari ini adalah cek kesehatan gratis buat semua penduduk yang waktunya dikaitkan dengan hari ulang tahun. Program ini pasti akan lebih riuh lagi, sementara para tenaga kesehatan di pusat kesehatan masyarakat mulai bingung: “Memang setiap puskesmas punya alatnya?”

Tapi setiap program yang langsung menyasar kebutuhan rakyat pasti disambut gembira. Terbukti menurut survei, kepuasan rakyat terhadap pemerintah mencapai 80 persen lebih, termasuk kepuasan soal program MBG. Barangkali karena surveinya dilakukan di daerah tempat program MBG sudah berjalan.

Inpres pemangkasan anggaran ini disambut baik karena rakyat tak dirugikan. Berbeda dengan rencana kenaikan pajak pertambahan nilai dari 11 persen menjadi 12 persen. Kenaikan 1 persen itu, yang diperkirakan menambah penerimaan negara Rp 70 triliun, ternyata gagal. Rakyat memprotes, kenaikan pun dibatalkan.

Memang siapa yang keberatan atas pemangkasan anggaran di kementerian dan lembaga negara itu? Rakyat justru senang jika pejabat negara mau berhemat. Tak perlu lagi membikin pesta di hotel kalau aula kantor sudah memadai. Kurangi perjalanan ke luar kota karena sudah banyak media komunikasi untuk berinteraksi. Wakil Presiden mungkin tak perlu menonton sepak bola sampai ke Surabaya, hanya bermaksud memberikan semangat kepada tim nasional dalam pertandingan yang tak penting. Biaya pengamanan dan protokoler tentu besar. Kalau nonton-nya di Jakarta, bolehlah. Yang mencengangkan ternyata anggaran belanja alat tulis kantor (ATK) itu besar sekali, sampai Rp 44 triliun. Astaga, berapa kertas dan pulpen yang dibeli, sementara dokumen yang menjadi materi pembahasan bisa dibagikan dalam bentuk digital? Era sudah canggih begini masih saja membaca dokumen lewat kertas.

Jika Prabowo lebih berani lagi main pangkas, sebaiknya dievaluasi kabinet yang gemuk ini. Jumlah anggota kabinet terlalu mengada-ada hanya untuk membalas jasa. Untuk apa Kementerian Hak Asasi Manusia berdiri sendiri dan apa yang dikerjakan selama ini? Kementerian Transmigrasi memang masih punya tugas penting sekarang? Apakah masih membina transmigran yang sudah berhasil hidup mapan di daerah baru? Kehidupan eks transmigran ini sudah setara dengan masyarakat sekitar non-transmigran. Malah ada yang lebih makmur. Justru mereka mendatangkan keluarganya dari daerah asal tanpa fasilitas apa pun.

Kementerian dengan irisan berdekatan sebaiknya tetap seperti dulu, digabungkan. Kementerian Koperasi dengan Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Kementerian Kehutanan dengan Kementerian Lingkungan Hidup. Dulu di era Presiden Soeharto terkenal ada kementerian (waktu itu sebutannya departemen) TKTK, singkatan dari tenaga kerja, transmigrasi, dan koperasi. Tak ada masalah. Padahal antara transmigrasi dan koperasi jauh kaitannya.

Sekarang gabungan seperti itu seolah-olah ditabukan. Makin boros anggaran lagi karena tiap menteri mempunyai wakil. Lalu menteri bebas mengangkat staf khusus. Bayangkan kemudian betapa berat anggaran menggaji mereka untuk pekerjaan yang tak jelas manfaatnya bagi rakyat.

Jika semua anggaran ini dipangkas, pemerintah bisa mendapat anggaran lebih banyak untuk program prorakyat, terutama untuk program makan bergizi gratis. Makan bergizi dengan lauk lebih layak ketimbang belalang, ulat, laron, dan serangga lain.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Putu Setia

Putu Setia

Mantan wartawan Tempo yang menjadi pendeta Hindu dengan nama Mpu Jaya Prema. Tinggal di Bali

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus