Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PEMERINTAH wajib bergegas menerapkan strategi bersaing bila Indonesia tak ingin tergilas dalam persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN, mulai Desember 2015. Hanya dalam beberapa bulan mendatang, ASEAN, kawasan berpenduduk sekitar 600 juta jiwa, akan menjadi pasar tunggal. Arus barang, jasa, keuangan, investasi, tenaga terampil, dan modal intrakawasan bergerak bebas, nyaris tanpa hambatan.
Contoh kedigdayaan daya saing sudah bertengger di depan mata, seperti kehadiran beberapa bank Singapura, yaitu OECB, UOB, dan DBS, serta bank Malaysia, CIMB dan Maybank. Bila dibandingkan dengan Singapura, Malaysia, Thailand, bahkan Vietnam, Indonesia masih menyandang banyak kekurangan. Dalam sektor perdagangan-bidang paling maju sejak konsep MEA dibakukan pada 2007-indikator penting kemampuan perdagangan adalah ongkos logistik yang dibebankan ke konsumen. Untuk perdagangan efisien, ongkos logistik tercatat 7 persen, sedangkan di Indonesia angka itu masih pada kisaran 14,08 persen atau yang tertinggi di ASEAN.
Satu-satunya keuntungan konkret bagi Indonesia adalah faktor konsumen. Sekitar 40 persen besaran pasar ASEAN ada di Indonesia, dan konsumen negeri ini bisa menikmati berbagai barang dan jasa lebih murah setelah MEA diterapkan. Di luar itu, kesiapan Indonesia masih jauh di bawah standar. Bahkan tingkat pemahaman tentang MEA dari para pemangku kepentingan masih rendah. Adapun perhatian pemerintah dan banyak pihak lain lebih terpusat pada pemilihan anggota legislatif dan presiden. Bisa dipastikan, persiapan MEA luput dari pusat perhatian.
Sementara itu, negara pesaing kita terdekat, yakni Thailand, sudah lebih melek konsekuensi MEA. Thailand membentuk badan koordinasi otonom tingkat nasional, National Economic and Social Development Council, yang untuk selama tiga tahun (2012-2015) berpacu menerapkan strategi nasional menyambut MEA. Meski Negeri Gajah Putih beberapa kali dilanda turbulensi politik, persiapan menjelang MEA tetap berjalan dan tak diabaikan.
Di Indonesia, pemerintah baru akan membentuk badan nasional berupa Komite Persiapan MEA, yang rapatnya baru dilakukan pada Maret lalu. Komite ini akan memiliki payung hukum peraturan presiden. Namun bisa dipastikan pembentukan komite ini belum akan terlaksana, mengingat masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera berakhir, dan pemerintah baru akan terbentuk pada Oktober mendatang.
Artinya, penerapan strategi menjelang dan menghadapi MEA akan berjalan paling cepat akhir tahun ini. Pemerintah baru perlu didesak agar serius dan berfokus menangani pasar bebas regional ini. Strategi cerdas dan jitu wajib diformulasikan berdasarkan masukan dari para teknokrat dan profesional yang memang sudah mumpuni di bidangnya. Setiap pemangku kepentingan, terutama yang banyak dirugikan bila daya saing tak dibenahi, seperti pengusaha kecil dan menengah, dirangkul dalam strategi nasional yang komprehensif.
Banjirnya produk Cina ke Indonesia setelah penerapan ASEAN-China Free Trade Agreement pada 2010 harus menjadi pelajaran serius. Konsumen memang senang atas melimpahnya barang murah dari Cina, tapi industri dalam negeri yang tak mampu bersaing akan kojor terkapar.
Berita terkait klik Disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo