Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Proyek tol laut harus segera dibenahi agar lebih efektif memangkas ongkos pengiriman logistik. Program Presiden Joko Widodo yang menjadikan laut sebagai jalur utama pengiriman barang dari kota-kota besar ke daerah dan sebaliknya ini masih mengandung banyak kelemahan.
Anggaran negara digelontorkan untuk menambah rute tol laut dari 6 menjadi 13 rute. Jalur baru itu ternyata belum bisa dimanfaatkan secara maksimal. Banyak kapal yang masih kosong karena lemahnya koordinasi Kementerian Perhubungan dengan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian.
Presiden Joko Widodo pernah memprediksi harga daging sapi di Jakarta akan turun bila ada kapal khusus yang mengangkut sapi dari Nusa Tenggara Timur. Maka dioperasikanlah kapal Camara Nusantara 1 pada tahun lalu. Dari Nusa Tenggara Timur, kapal ini direncanakan membawa sapi-sapi secara reguler ke Surabaya, Semarang, Cirebon, dan Jakarta. Nyatanya, dalam dua dari tiga kali pelayaran, Camara Nusantara 1 gagal mengangkut sapi.
Subsidi pemerintah sekitar Rp 1 miliar untuk rute baru itu terbuang sia-sia. Harga daging sapi di Jakarta tetap mahal. Dari Pelabuhan Tanjung Priok atau Pelabuhan Tanjung Perak menuju pelabuhan di daerah, kapal itu juga tidak mengangkut banyak barang. Para pedagang mungkin sudah terbiasa dengan jalur lain dalam mengirim barang ke daerah.
Pemerintah mengklaim proyek tol laut telah menurunkan harga bahan kebutuhan pokok di wilayah Indonesia timur sebesar 20-25 persen. Untuk harga sebagian bahan kebutuhan pokok, itu mungkin benar. Di Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku, harga beras dan telur menurun. Tapi harga terigu, minyak goreng, gula, dan daging masih mahal. Begitu pula harga bahan bangunan seperti tripleks dan semen.
Pemerintah seharusnya membidik jalur-jalur yang belum digarap swasta. Jalur Jakarta-Makassar atau Jakarta-Pontianak, misalnya, biarlah diurus swasta karena sudah ramai. Layanan kapal milik pemerintah juga masih lebih lambat dibandingkan dengan kapal swasta. Bolehlah tarif pengiriman peti kemas yang dikelola kapal milik pemerintah lebih murah, tapi lamanya perjalanan bisa membuat barang-barang kebutuhan pokok membusuk.
Monopoli pedagang besar dalam pengiriman barang ke daerah juga perlu diberantas. Merekalah yang mendikte harga barang di daerah. Itu sebabnya, penyediaan pusat logistik di beberapa wilayah merupakan langkah bagus. Pusat logistik yang diberi nama "Rumah Kita" ini sudah terdapat di lima wilayah, yakni Natuna, Tahuna, Manokwari, Larantuka, dan Timika. Dari pusat penampungan ini, barang kemudian dikirim lagi ke daerah lain.
Tol laut memang bukan proyek jangka pendek. Pemerintah juga telah merancang pembangunan pelabuhan besar dan kecil hingga tahun 2030 dengan biaya sekitar Rp 626 triliun. Sebagian besar biaya ini ditanggung swasta. Pembenahan dilakukan terhadap 52 pelabuhan berstatus pelabuhan utama, 261 pengumpul, 224 feeder daerah, dan 704 feeder lokal.
Hanya, efektivitas penggunaan anggaran negara tetap harus diperhatikan dalam pelaksanaan proyek raksasa itu. Setiap tahun sekitar Rp 380 miliar dihabiskan untuk mensubsidi transportasi laut di rute-rute baru. Subsidi ini harus sampai ke tangan penduduk daerah terpencil dalam wujud murahnya harga bahan kebutuhan pokok di sana. Jangan sampai subsidi justru dinikmati pedagang atau terhambur sia-sia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo