Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

'Warga Baru' dari Memberamo

Tim eskpedisi dari lembaga konservasi internasional menemukan 24 spesies flora dan fauna baru di Papua. Apa maknanya untuk lingkungan?

15 Oktober 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WUJUD katak itu sama dengan binatang jenis amfibi lain: berkaki empat, berkulit kasar, dengan mata besar melotot. Di kota-kota besar seperti Jakarta ataupun di kampung-kampung, makhluk yang sering menjadi judul lagu anak-anak tersebut adalah hewan yang lumrah adanya.

Namun, hewan yang "biasa-biasa" ini ternyata punya andil dalam memperkaya khazanah fauna Indonesia. Ini terbukti dari 24 spesies flora dan fauna baru yang ditemukan tim ekspedisi Rapid Assessment Program (RAP), September lalu, di aliran Sungai Memberamo Hulu di bagian timur Papua. Kegiatan yang didukung oleh lembaga lingkungan Conservation International (CI), yang bermarkas di Washington, DC, Amerika Serikat, ini tepatnya menemukan 16 spesies yang berasal dari jenis serangga air tawar, 7 spesies katak, dan 1 jenis tumbuhan.

Para ahli lingkungan memberikan perhatian lebih kepada katak karena yang ditemukan itu adalah katak spesies (unit klasifikasi dari makhluk hidup yang mempunyai sifat-sifat tertentu yang sama) baru. Nah, spesies baru bisa muncul, antara lain, melalui proses evolusi yang panjang.

Ciri sebagian katak muka baru itu, antara lain, berevolusi dari telur langsung menjadi katak. Sedangkan katak pada umumnya berevolusi dari telur ke kecebong, baru kemudian menjadi katak. Sebagian yang lain memiliki ciri unik: menggigit. "Biasanya katak, bila ditangkap, akan menutup mulut dan tidak menggigit. Tapi yang kita temukan ini menggigit," kata Yance de Fretes, ahli biologi konservasi dari CI Indonesia yang terlibat dalam ekspedisi ini. Katak yang menggigit itu dalam istilah teknis biologi berasal dari famili Hylidae (berkecebong) dan dari spesies Litoria sp.

Adapun katak yang tak berkecobong termasuk dalam famili Microhylidae. Ditemukan pada 1996, katak itu meliputi katak pohon, katak tanah, katak yang hidup di sungai, dan katak yang menggali lubang untuk tempat tinggal. Yang ditemukan tim ekspedisi RAP itu adalah spesies barunya yang namanya, antara lain, Hylophorbus sp. dan Oreophryne sp. 1 "peeper". Sayang, ciri-cirinya belum jelas.

Yang juga istimewa dari temuan tim tersebut adalah spesies tumbuhan dari kelompok mangga. Spesies itu seperti pohon mangga umumnya, yaitu berbatang besar dan berbuah di ujung rantingnya. Bedanya, buah pohon mangga dari Memberamo itu tumbuh di batang pohon. "Yang istimewa, ya, tempat tumbuhnya buah itu," kata Yance.

Apa sebetulnya makna temuan itu bagi lingkungan? Menurut Yance, temuan spesies baru itu mempunyai arti penting untuk kelangsungan hidup lingkungan dalam sebuah ekosistem. "Jika spesies-spesies yang ada itu punah, entah oleh sebab alami atau lainnya, banyak yang ikut merasakan getahnya," kata Yance. Contohnya, bila salah satu jenis tumbuhan punah, akan ada hewan tertentu yang mengonsumsi tumbuhan itu yang ikut punah.

Selain spesies yang dinyatakan baru itu, sebetulnya tim eskpedisi RAP telah mengumpulkan sekitar 400 spesimen. Sisanya masih diteliti. Maklum, untuk menentukan kebaruannya, dibutuhkan waktu sekitar tiga tahun. Sebelumnya, RAP pernah menggarap ekspedisi yang sama di kawasan Sungai Wapoga, bagian barat laut Papua, pada Mei 1998. Tim itu menemukan spesies baru, antara lain, 5 spesies tumbuhan, 38 spesies serangga air, 17 spesies semut, 3 spesies ikan, 29 spesies katak Mycrohylidae, dan 2 spesies reptil yang terdiri atas kadal dan tokek.

Adapun dipilihnya daerah Memberamo di ekspedisi kedua itu karena daerah tersebut, menurut Yance, mulai terancam oleh rencana pembangunan dam di sana. Memang ancaman utama bagi ekosistem Papua adalah proyek besar di bidang infrastruktur seperti bendungan, jalan, pertambangan, serta pengembangan minyak dan gas bumi. Selain itu, konversi hutan untuk perkebunan dan transmigrasi, proyek pertanian, dan introduksi spesies-spesies eksotis juga merupakan ancaman serius.

Untuk menghadang laju ancaman lingkungan akibat roda pembangunan, tak salah bila proyek-proyek lingkungan dimulai di Papua. Maklum, provinsi di bagian timur itu menyumbang 50 persen dari keanekaragaman hayati yang masih dimiliki Indonesia. Sementara itu, menurut laporan Lokakarya Penentuan Prioritas Konservasi Keanekaragaman Hayati Irianjaya pada Januari 1997, Indonesia menduduki peringkat pertama dalam daftar negara dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, mengalahkan Brasil dan Kolombia.

Berdasarkan berbagai laporan, Papua memiliki 20 ribu sampai 25 ribu spesies tumbuhan berpembuluh, 164 spesies mamalia, 329 spesies reptilia dan amfibia, sekitar 650 jenis burung, kurang-lebih 250 jenis ikan air tawar, 1.200 ikan laut, 150 ribu spesies serangga, serta beratus-ratus spesies avertebrata air tawar dan laut.

Dengan luas sekitar 416 ribu kilometer persegi, Papua memiliki sebagian besar hutan hujan tropis yang masih tersisa dan juga beberapa ekosistem terumbu karang yang paling asri di dunia. Berbagai spesies tumbuhan dan hewan yang unik bisa ditemukan di Papua, antara lain burung cenderawasih, kupu sayap burung, kanguru pohon, kuskus, dan beragam jenis anggrek.

Keanekaragaman hayati Indonesia adalah kekayaan yang tak ternilai. Namun, ancaman selalu mengintai. Kabar tak sedap terdengar dari konferensi organisasi konservasi lingkungan internasional di Amman, Yordania, Oktober ini, yang menyebut Indonesia sebagai perusak keanekaragaman hayati keempat di dunia. Sebuah kontradiksi yang menyedihkan.

Kelik M. Nugroho, Rian Suryalibrata

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus