Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti di Pusat Penelitian Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Destario Metusala dan Wisnu Handoyo Ardi berbagi penemuan delapan spesies baru tumbuhan sepanjang 2020. Seluruh temuan itu telah dipublikasikan dalam jurnal ilmiah nasional maupun internasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Destario Metusala telah mempublikasikan empat spesies tumbuhan yaitu: Bulbophyllum acehense, Dendrobium rubrostriatum, Nepenthes putaiguneung, dan Dendrobium sagin. Sedangkan Wisnu Handoyo Ardi untuk empat spesies baru lainnya yaitu: Begonia enoplocampa, Begonia tjiasmantoi, Begonia sidolensis, dan Etlingera tjiasmantoi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam keterangan tertulis yang dibagikan LIPI, Jumat 7 Mei 2021, publikasi spesies-spesies baru tersebut merupakan hasil penelitian kolaborasi. Mereka yang terlibat mulai dari akademisi, peneliti dalam dan luar negeri, filantropis lingkungan, hingga staf Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
Berikut delapan spesies baru tumbuhan yang ditemukan di periode tahun pertama pandemi Covid-19 tersebut,
1. Bulbophyllum acehense
Tumbuhan ini merupakan anggrek epifit yang tumbuh alami di pegunungan hutan Aceh Tengah. Anggrek Bulbophyllum acehense memiliki perbungaan tunggal yang bermunculan dari bagian ruas-ruas rhizome-nya.
Bunganya kuning cerah mengkilap berlilin dengan corak halus garis-garis kuning yang lebih pekat. Walaupun ukuran bunganya hanya berkisar 1,7-2 cm, tapi memiliki bentuk unik yang mana bagian lateral sepalnya terpilin kuat ke belakang.
Spesies anggrek Bulbophyllum acehense, satu di antara delapan spesies baru tumbuhan yang ditemukan di Indonesia sepanjang 2020 lewat penelitian kolaborasi LIPI. (LIPI/DESTARIO METUSALA)
Spesies anggrek baru ini juga memiliki keunikan pada bagian bibir bunganya yang menekuk tajam ke bawah seperti pengait. Epithet spesies menggunakan nama Aceh sebagai petunjuk bahwa kawasan ini memiliki keunikan diversitas anggrek yang tinggi. Penelitian diterbitkan di jurnal nasional Biologi Tropis.
2. Dendrobium rubrostriatum
Ini juga merupakan anggrek epifit yang tumbuh menempel di kulit batang pepohonan. Susunan daunnya berevolusi secara unik membentuk seperti gergaji pipih dengan panjang total hingga mencapai 43 cm.
Perbungaan muncul dari batang semu pipih di bagian ujung. Meski ukuran bunga tergolong kecil, lebar hanya 0,65-0,75 cm, tapi memiliki kombinasi warna bunganya cukup mencolok. Sepal petal bunga berwarna dasar krem dengan garis-garis memanjang merah keunguan.
Spesies baru ini ditemukan di hutan dataran rendah Kalimantan Barat pada ketinggian 200-300 meter. Namun observasi selanjutnya menunjukkan bahwa sebaran spesies baru ini mencapai kawasan Sarawak dan Sabah di Malaysia.
Penelitian ini memerlukan waktu panjang hingga 6 tahun lamanya demi memperoleh data-data spesies pembanding yang akurat. Penelitian spesies baru anggrek D. rubrostriatum ini akhirnya diterbitkan di jurnal internasional Phytotaxa pada tahun lalu.
3. Nepenthes putaiguneung
Nepenthes putaiguneung adalah spesies baru di antara tumbuhan karnivora yang lebih akrab disebut dengan nama kantong semar atau periuk monyet. Indonesia merupakan salah satu gudang pusat keanekaragaman spesies tumbuhan Nepenthes di dunia.
Terdapat sekitar 75 spesies tumbuhan Nepenthes dari seluruh kepulauan Nusantara yang sebagian besar berada di Sumatera. Penelitian Nepenthes baru ini kolaborasi Dee Dee Al Farishy sebagai mahasiswa biologi Universitas Indonesia dengan Destario sebagai salah satu pembimbingnya. Penelitian berlangsung enam tahun sejak 2014.
Spesies terbaru dari kantong semar ini memiliki kantung bawah berukuran tinggi 12-13 cm dan lebar 1,5-2,3 cm dengan bibir peristome merah mengkilap serta berusuk pendek (0,3-0,5 mm). Sedangkan kantung bagian atas lebih ramping berukuran tinggi 8,5-15 cm dan lebar 1,4-2 cm, serta berbibir kehijauan dengan rusuk yang sangat pendek (< 0,3 mm) sehingga tidak nampak jelas.
Nama epithet “putaiguneung” berasal dari bahasa lokal Kerinci, yaitu “putai” (puteri) dan “guneung” (gunung) yang merujuk dari keanggunan sosok spesies dataran tinggi ini, menyerupai puteri gunung.
Spesies baru ini diduga endemik Pulau Sumatera dan memerlukan perlindungan khusus dari perubahan habitat serta ancaman pengkoleksian tak terkendali. Penelitian ini berkolaborasi pula dengan peneliti dari Inggris dan diterbitkan di jurnal internasional Phytotaxa.
4. Dendrobium sagin
Ini adalah anggrek spesies baru berbunga indah dari hutan alami di Papua Barat. Penelitiannya hasil kolaborasi dengan Reza Saputra selaku first author yang juga staf pengendali ekosistem hutan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Papua Barat, dan pernah menjadi mahasiswa biologi Universitas Indonesia bimbingan Destario.
Spesies baru anggrek D. sagin memiliki bunga putih bersih dengan semburat kekuningan berukuran cukup besar dengan rentang lebar antara 3-4 cm. Bibir bunganya yang kekuningan berbentuk obreniform dengan rambut-rambut tegak di bagian tengah helaian.
Meskipun berbunga indah dan berwarna cerah, sayangnya masa mekar bunga anggrek D. sagin ini tidak bertahan lama, yaitu sekitar 1-2 hari saja.
Nama epithet “sagin” diambil dari bahasa lokal suku Moi di Papua Barat yang memiliki arti “rambut”, merujuk pada tonjolan khas menyerupai rambut di bagian bibir bunga spesies baru ini. Penelitian ini dipublikasikan di jurnal internasional Phytotaxa.
5. Begonia enoplocampa
Tumbuhan ini merupakan spesies baru Begonia yang hanya dijumpai di Pulau Selayar, Sulawesi Selatan. Begonia enoplocampa mudah dikenali dengan batang yang berupa rhizome, daun berbentuk bundar telur melebar dengan tepian bergigi hingga bercangap.
Bunganya putih dengan jumlah perhiasan empat helai tenda bunga pada bunga jantan dan tiga helai tenda bunga pada betina. Selain itu spesies ini memiliki bakal buah bersayap tiga berwarna putih.
Jika diperhatikan dengan seksama, sangat mirip dengan ulat hijau berduri yang gatal. Itu sebabnya nama spesies baru Begonia ini diambil dari Bahasa Yunani, yaitu énoplos (νοπλος = senjata, bersenjata) dan kámpë (κμπη = ulat).
Penelitian ini dipublikasikan di jurnal internasional Phytotaxa.
6. Begonia tjiasmantoi
Ini juga spesies endemik Sulawesi dan hanya dapat ditemukan di wilayah kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat. Tumbuhan Begonia tjiasmantoi adalah salah satu Begonia yang terunik karena memiliki kombinasi karakter yang jarang ditemukan di Begonia spesies lainnya di Sulawesi, yaitu berperawakan kecil dengan tinggi hanya sekitar 15 cm.
Daun berbentuk elips berwarna kecoklatan disertai hijau terang pada permukaan atas daunnya. Sedangkan pada permukaan bawah daunnya merah marun. Bunganya kuning, warna yang sangat langka untuk spesies-spesies Begonia yang berasal dari Asia. Sayangnya keberadaan spesies endemik ini semakin terancam karena habitatnya yang sebagian besar telah dikonversi menjadi perkebunan kopi.
Nama spesies ini diberikan sebagai penghargaan kepada filantropis lingkungan Wewin Tjiasmanto dari Yayasan Konservasi Lahan Basah atas dukungannya terhadap pelestarian flora di Indonesia. Penelitian ini diterbitkan di jurnal nasional Reinwardtia.
7. Begonia sidolensis
Tumbuhan ini merupakan spesies endemik Sulawesi Tengah yang hanya dapat dijumpai di sekitar kawasan puncak Gunung Sidole, Kabupaten Donggala. Spesies ini merupakan salah satu hasil kolaborasi penelitian dengan mahasiswa Universitas Tadulako, Eka Putri Dayanti, yang saat itu tengah mengerjakan tugas akhirnya tentang ekologi Begonia di Gunung Sidole.
Spesies ini sangat berbeda dengan spesies-spesies Begonia lainnya di Sulawesi, di antaranya karena perawakan kecil dengan batang yang tumbuh menjalar di atas permukaan tanah. Daun kecil berbentuk bundar telur berwarna kemerahan disertai bercak atau semburat berwarna hijau keperakan. Bunga berwarna merah muda dan berukuran relatif besar jika dibandingkan dengan proporsi ukuran daunnya.
Spesies baru Begonia Sidolensis, satu di antara delapan spesies baru tumbuhan yang ditemukan di Indonesia sepanjang 2020 lewat penelitian kolaborasi LIPI. (LIPI/WISNU HANDOYO)
Nama epithet spesies ini menggunakan nama gunung dimana spesies ini tumbuh dan ditemukan, yaitu Gunung Sidole. Penelitian ini dipublikasikan di jurnal internasional Phytotaxa.
8. Etlingera tjiasmantoi
Etlingera tjiasmantoi menjadi salah satu spesies dari suku jahe-jahean (Zingiberaceae) yang saat ini hanya ditemukan di hutan pegunungan wilayah Tentena, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Ini adalah salah satu hasil dari kegiatan ekspedisi Sulawesi yang dilakukan pada awal 2020, sebelum merebaknya pandemi di Indonesia.
Jenis baru ini di deskripsi bersama peneliti Zingiberaceae dari Pusat Penelitian Biologi, Marlina Ardiyani. Spesies Etlingera tjiasmantoi terlihat mirip dengan kerabatnya Etlingera flexuosa, tapi dapat dengan mudah dibedakan pada tangkai anak daunnya yang lebih panjang, buah yang bulat telur sungsang dan tidak berduri.
Nama spesies baru ini diberikan sebagai penghargaan kepada filantropis lingkungan Wewin Tjiasmanto dari Yayasan Konservasi Lahan Basah atas dukungannya terhadap pelestarian flora di Indonesia. Penelitian diterbitkan di jurnal nasional Reinwardtia.