MENGENAI air, berbagai seminar dan lokakarya saling menyusul di
mana-mana. Bagi sebagian penduduk, terutama di wilayah Sahel
yang kering di Afrika, ini rupanya memualkan. Seperti dilaporkan
oleh majalah Jeune Afrique (Maret lalu), tentara Mali yang
menjaga perbatasan sungguh jengkel.
"Terlalu banyak konperensi," kata tentara itu pada rombongan
pejabat UNICEF, suatu badan PBB, yang mengaku datang dari suatu
seminar di Ouagadougou, Upper Volta (Afrika Barat) untuk
menghadiri seminar lainnya di Bamako, Mali. "Yang kami kehendaki
ialah air. Tanpa air kami tak bisa hidup di negeri ini."
Dengan bernafsu dan galak, ia menjelaskan lagi: "Di sini rakyat
minggat. Mereka bawa sekalian ternak mereka ke selatan .... Apa
yang kalian kerjakan, apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi
masalah ini? "
Pertanyaan itu juga terdengar dari banyak negara berkembang --
Dunia Ketiga -- lainnya, sebagai akibat kemiskinan. Ditaksir
lebih dari separuh rakyat Dunia Ketiga tidak mendapat air yang
layak untuk diminum. Puluhan juta manusia masih harus berjalan
kaki berjam-jam untuk mengambil air setiap hari. Wanita dan
anak-anak paling sengsara dibuatnya.
Tanpa air, sanitasi (kebersihan) tak mungkin terpelihara, malah
penyakit gampang berjangkit. Dan air yang tersedia, bila tak
jernih menularkan penyakit pula. Sekitar 80% penyakit, menurut
pengamatan WHO (Organisasi Kesehatan Sedunia), erat kaitannya
dengan air kotor atau kurangnya fasilitas sanitasi.
Sudah disadari bahwa hal ini harus ditanggulangi bersama. Maka
terjadilah berbagai macam seminar itu yang sering melibatkan
para ahli dari berbagai negara dan badan internasional, seperti
WHO, UNICEF, UNDP -- bahkan juga Bank Dunia. Pokoknya, suplai
air dan sanitasi sudah menjadi masalah dunia, terutama sejak PBB
melangsungkan suatu konperensi mengenai air di Mar del Plata,
Argentina, dalam Maret 1977. Di situ dianjurkan supaya selama
dasawarsa 80-an ditanggulangi secara serius masalah tersebut di
Dunia Ketiga lewat kerjasama badan-badan PBB.
Dan November nanti, Sidang Umum PBB khusus menyediakan sehari
untuk meresmikan dimulainya International Drinking Water Supply
and Sanitation Decade (Dasawarsa Suplai Air Minum dan Sanitasi
Internasional). Sasaran dasawarsa itu ialah menyediakan "Air
Bersih bagi Semua" sampai tahun 1990, guna mencegah penyakit
rakyat yang herkaitan dengan air antara lain disentri, kolera,
malaria dan cacingan. Bayangkan, sampai 25 juta orang mati
setahun di Dunia Ketiga karenanya.
Tiap pemerintah sudah diminta menetapkan sasaran yang hendak
dicapainya WHO sudah mencatat, misalnya, suplai air bersih
Indonesia akan menjangkau 75% penduduk perkotaan dan 42%
pedesaan. Sedang sasaran India ialah 100% perkotaan dan 100%
pedesaan, yang mungkin terlalu ambisius. Tapi Bangladesh yang
melarat itu juga bikin target tinggi, yang tampaknya lebih
memberikan prioritas pada pedesaan (100%) ketimbang perkotaan
(66%).
Semua sasaran itu menuntut investasi dan pembiayaannya. Banyak
negara Dunia Ketiga, karena tidak mampu, mengharapkan bantuan
dana dari luar. Bantuan dana itu kini cuma mencapai US$ 2
milyar setahun untuk keperluan air dan sanitasi, sedang program
dasawarsa ini ditaksir meminta US$ 6 milar setahun.
Program ini juga meminta tambahan tenaga kerja yang trampil,
misalnya, untuk merawat pompa dan pipa air yang terpasang maupun
proyek penjernihan air yang terbangun. Walaupun air sudah
tersedia masih ada soal mendidik atau meningkatkan kesadaran
rakyat akan kebersihan. Demikian banyak problemnya, hingga masih
akan banyak seminar diperlukan untuk mengatasinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini