DENGAN senyum ia memperlihatkan tabung perak bakar yang
berhiaskan ukiran motif gajah, suatu lambang ilmu pengetahuan.
Di dalam tahung itu terdapat surat promosinya sebagai Doktor
dalam Ilmu Pertanian dengan predikat sangat memuaskan.
Achmad Soedarsan pekan lalu berhasil meraih gelar Doktor itu
dari Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Disertasinya ialah
tentang Pengaruh Beberapa Herbisida Urea dan Sejenisnya terhadap
Alang-alang di Perkebunan Karet.
Dari pengumpulan data areal, walaupun secara angket, Soedarsan
menyimpulkan bahwa daerah distribusi alang-alang sudah sangat
meluas dan merupakan masalah di seluruh perkebunan karet di
Jawa. Kehadiran alang-alang ini menyebabkan susunan akar tanaman
karet tidak sempurna, sehingga penyerapan air dan zat hara
terhalang. Selain gangguan mekanis juga terdapat gangguan
kimiawi. Jumlah akar cabang tanaman karet sangat sedikit dan
pada akar tunggang tampak benjolan. Soedarsan sependapat dengan
beberapa sarjana sebelumnya, bahwa ini mungkin disebabkan adanya
senyawa racun yang diekskresikan akar alang-alang itu.
Pengendalian
Pengamatan selama 8 bulan menunjukkan pertumbuhan batang karet
di tempat yang ditumbuhi alang-alang tingginya hanya bertambah
11% dan lingkar batang hanya 23%, dibanding 100% dan 100%
masing-masing di tempat yang bebas dari alang-alang. Indikasi
lain adalah bahwa berat kering tanaman karet untuk keadaan
pertama hanya 19 gr (10%) dibanding 181,1 gr (100%) bagi
keadaan kedua. Kesimpulannya adalah bahwa jelas alang-alang
menghambat pertumbuhan tanaman karet.
Kemampuan regenerasi alang-alang yang sangat besar mula-mula
menarik perhatian Soedarsono. "Ini bukti bahwa serapan enersi
tanaman ini amat besar," katanya. "Enersi inilah yang disimpan
sebagai pati dalam rimpangnya."
Untuk pengendaliannya, Soedarsan menyarankan pemakaian herbisida
urea sperti juga pendapat beberapa sarjana sebelumnya.
Herbisida urea dapat menghambat proses fotosintesis sehingga
penyediaan enersi dalam rimpang alang-alang terkuras habis dan
ia tidak tumbuh lagi.
Alang-alang merupakan tanaman pengganggu, atau dengan istilah
yang dipakai sekarang "gulma". Menurut kamus Poerwadarminta,
gulma berarti rumput-rumputan, tetapi istilah ini oleh kalangan
pertanian dipakai dalam arti yang lebih luas. Gulma adalah semua
jenis tanaman yang tumbuh tidak pada tempatnya, dan mengganggu
upaya manusia.
Sebagai contoh Soedarsan mengemukakan sebuah sawah yang ditanami
kacang-kacangan, tetapi di antaranya masih tumbuh bekas padi.
"Dalam hal ini padi adalah gulma," katanya. "Sebab tanaman utama
sekarang adalah kacang itu."
Soedarsan tidak setuju dengan pembasmian total alang-alang.
Karena itu ia cenderung untuk mempergunakan istilah
pengendalian. "Pembasmian total bisa berarti merusak ekologi,"
ia jelaskan.
Soedarsan juga menjelaskan bahwa pengaruh herbisida urea berbeda
menurut jenis tanaman. Beberapa jenis herbisida urea tidak
menghambat pertumbuhan bibit karet. Namun ia menyimpulkan bahwa
kemampuan herbisida urea dalam menghambat pertumbuhan bibit
padi, jagung dan sorgum lebih besar daripada kacang hijau atau
kedelai.
Pentingnya pengendalian ini bagi petani transmigrasi jelas
menonjol. Bagi mereka sangat sukar -- dengan tenaga yang umumnya
terbatas -- mengerjakan areal pertanian yang luas. Sering tidak
terkejar pemanfaatan tanah terhadap serangan menjalarnya
alang-alang. Karena itu Soedarsan dalam salah satu dalil
menandaskan bahwa untuk menghindari semakin meluasnya areal
tanah kritis, harus dihindari sistem peladangan yang
berpindah-pindah pada transmigrasi.
Penerapan herbisida urea dalam pengendalian gulma, menurut
Soedarsan, harus dilakukan oleh tim yang khusus terlatih untuk
itu. "Jangan diserahkan kepada petani masing-masing."
Bukan dengan mudah Soedarsan meraih gelar Doktor itu. Sejak
tahun 1974 ia telah mengajukan niatnya membuat lisertasi kepada
promotornya, Dr. ir. Otto Soemarwoto. Setiap hari, selama 5
tahun, di samping bekerja rutin di Balai Penelitian Perkebunan
Bogor, ia belajar, meneliti dan menulis.
"Saya beruntung mempunyai isteri yang berasal dari Aceh," kata
Soedarsan. Kebiasaan isterinya menjalankan shalat, menyebabkan
Soedarsan pun selalu bangun menjelang subuh. Waktu ini
dipergunakannya untuk studi sebelum masuk kantor. "Semua acara
seperti nonton atau kunjungan sosial terpaksa mengalah,"
katanya. "Untung isteri saya seorang yang tabah dan memaklumi."
Soedarsan adalah anggota aktif dari Himpunan Ahli Gulma
Indonesia. Organisasi ini berkedudukan di Medan dan dipimpin
oleh Dr. ir. Soepadio. Kini keanggotaannya sudah mencapai
300-an.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini