Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Aliansi Zero Waste: Negara-Negara di Dunia Gagal Sepakati Perjanjian Internasional Akhiri Pencemaran Plastik

INC-5 berakhir dengan rancangan naskah perjanjian plastik yang kontroversial dan tidak mampu untuk memenuhi mandat resolusi UNEA 5/14.

3 Desember 2024 | 10.48 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Negosiasi Putaran Kelima (INC-5) untuk menyusun Perjanjian Internasional tentang Plastik resmi ditutup pada Senin, 2 Desember 2024, sekitar pukul 3 pagi waktu Busan, Korea Selatan. Negosiasi kelima yang direncanakan menjadi negosiasi terakhir tersebut berjalan dengan lambat dan penuh dinamika.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INC-5 berakhir dengan rancangan naskah perjanjian plastik yang kontroversial dan tidak mampu untuk memenuhi mandat resolusi United Nations Environment Assembly (UNEA) 5/14 guna mengakhiri pencemaran plastik. Forum pleno memutuskan untuk memperpanjang sesi negosiasi melalui INC-5.2 tahun depan. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Negosiasi tanpa hasil memuaskan ini menampilkan kegagalan negara-negara di dunia untuk menyepakati perjanjian penting guna mengakhiri polusi plastik yang menjadi salah satu penyebab utama Triple Planetary Crisis (tiga krisis planet). 

Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) menyampaikan kekecewaan atas hasil INC-5. Meskipun terdapat ekspektasi tinggi terhadap langkah konkret untuk mengatasi krisis plastik global, pertemuan ini gagal menghasilkan kesepakatan yang efektif dan ambisius.

Ketua INC Luis Vayas mengusulkan teks yang diedarkan pada tanggal 1 Desember sebagai draf teks untuk negosiasi tahun depan. Lebih lanjut dia menyatakan tidak ada pasal yang dapat disetujui sampai semua teks diterima oleh semua negosiator.

Pada sesi pleno yang baru dimulai hari Minggu, 1 Desember 2024, pukul 21.00 waktu Busan, sebagian besar anggota negosiasi, 95 negara, mendukung Meksiko untuk tetap memasukkan pengurangan plastik primer global dalam Pasal 3 daf teks. Selain itu, 85 negara juga mendukung Rwanda untuk mewujudkan perjanjian yang ambisius.

Pertemuan negosiasi kelima perjanjian plastik di Busan mirip dengan perundingan perubahan iklim di Baku, Azerbaijan, baru-baru ini, mendokumentasikan dengan komitmen kolektif negara-negara penghasil minyak dan gas untuk mengatasi akar permasalahan pencemaran plastik.

Perundingan terpecah antara negara-negara yang didominasi oleh kepentingan negara-negara penghasil plastik besar dan industri, dan negara-negara korban bukan produsen plastik, yang paling rentan terkena kontaminasi plastik.

Produsen besar plastik menghambat upaya-upaya untuk membatasi produksi plastik secara signifikan dan menghilangkan bahan kimia berbahaya di dalam plastik. Tekanan dari negara-negara migas ini juga terjadi di luar ruang negosiasi. 

Peluang perubahan di INC-5.2

Juliet Kabera, Direktur Jenderal Otoritas Manajemen Lingkungan Rwanda sekaligus Ketua Delegasi Rwanda, dalam pernyataannya yang diikuti dengan tepuk tangan meriah hampir semua delegasi, menyatakan bahwa, “Sudah saatnya kita berpikir serius dan menegosiasikan yang sesuai dengan tujuan dan tidak dibuat untuk gagal.”

Senada dengan Rwanda, Ketua Delegasi Panama Juan Carlos Monterrey Gomez menyatakan bahwa, “Menunda negosiasi tidak akan menghentikan krisis [plastik].”

Para pengamat masyarakat sipil menanggapi INC-5.2 sebagai harapan dan peluang untuk memperkuat pasal-pasal yang akan dinegosiasikan agar perjanjian plastik dapat menjawab mandat Resolusi UNEA 5/14 dan mengatasi krisis kontaminasi plastik global di semua siklus plastik, dari hulu sampai ke hilir.

“Sudah saatnya produsen bahan baku plastik di negara-negara mengakui dan menyadari bahwa strategi mereka harus berubah sesuai perkembangan global dan mempertimbangkan pendanaan lingkungan dan generasi masa depan. Mendorong peningkatan produksi plastik akan meningkatkan polusi, dan mempercepat kepunahan semua makhluk hidup,” kata Yuyun Ismawati dari Nexus3 Foundation kepada Tempo, Selasa, 3 Desember 2024.

“Indonesia juga harus meninjau kembali, rencana strategi industri jangka menengah dan jangka panjang, membatasi produksi plastik-plastik yang berpotensi menimbulkan masalah, menghapus dan mengendalikan bahan kimia plastik, mendorong peningkatan transparansi pelaporan pengendalian emisi dan melepaskan polutan dari industri plastik, dan mengurangi pajanan kimia di seluruh siklus plastik," kata Yuyun menambahkan.

Abdul Ghofar, Juru Kampanye Walhi Nasional, menyatakan bahwa kegagalan negara-negara menyepakati perjanjian plastik pada negosiasi kelima ini patut dicatat. Padahal ada lebih dari 100 negara yang sepakat mendorong pengurangan produksi plastik. Tantangan besar datang dari negara-negara produsen plastik yang menghambat adanya perjanjian yang kuat dan mengikat. 

“Negosiasi tambahan (INC 5.2) harus jadi momentum negosiasi terakhir untuk mengakhiri pencemaran plastik. Kami berharap negara-negara Asia, termasuk Indonesia, bersatu dengan ambisi tinggi negara-negara yang selama negosiasi kelima menunjukkan keberpihakan pada lingkungan hidup dan kesehatan manusia”, kata Ghofar.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus