Sekitar 16 ribu hektare kebun dan pekarangan penduduk dimangsa. Serangan baru diperkirakan Juli dan Oktober nanti. MEMERGOKI rumahnya diserbu ribuan belalang, bukan main galaunya Haji Busra. Hama ganas itu bebas nongkrong di atap rumahnya, di pinggiran Desa Sungai Rangit, Kabupaten Kotawaringin Barat ( Ko-Bar), Kalimantan Tengah. "Tamu tidak diundang itu sedang kelaparan," ujar Busra. Yang dijadikan mangsa adalah atap rumbia di atas rumah bagian belakang Wak Haji itu. "Dalam tempo satu jam, atap itu habis. Yang sisa tinggal lidinya saja," tuturnya lagi. Bahkan, sebagian kawanan belalang ini mampir di rumah tetangga Busra, lalu menjarah jemuran. Dua baju koyak-koyak dibuatnya. Hama belalang ini kini merajalela di daerah Ko-Bar. Sekitar 16 ribu hektare tanah pertanian, di dua kecamatan, compang-camping dibuatnya- 40% di antaranya berupa tanaman padi. Kerugiannya ditaksir Rp 1,1 milyar. Angka itu belum termasuk kerugian dari tanaman perkebunan. Belakangan belalang ini makin tidak memilih sasaran. Kalau serangga itu tidak menemui daun padi atau jagung, rumput gajah yang ditanam penduduk, atau daun kelapa, habis dilahapnya. Sebagian besar jarahannya di areal permukiman transmigrasi di Kabupaten Ko-Bar. Keganasan kawanan belalang ini membuat lemas Sumardi. Ia ini transmigran asal Jawa yang kini bermukim di Pangkalan Lada, Ko-Bar. Kebun jagungnya, seluas 0,25 ha, ludas. Lalu 25 pohon kelapa genjah, yang ditanamnya 8 bulan lalu, licin daunnya. Kawanan serangga itu belum mengusik tanaman singkong, kopi, dan lada, yang banyak ditanam penduduk. Belalang ganas tersebut, dalam kesaksian Lasimin, mulai muncul September tahun lalu. Mula-mula mereka terlihat di SP V, Kecamatan Pangkalan Lada, 23 km dari Pangkalanbun, ibu kota Ko-Bar. "Ketika itu populasinya masih kecil, belum mengganggu," tutur Lasimin. Ia ini satu-satunya petugas pengamat hama di enam SP (satuan permukiman) transmigran di Ko-Bar. Serangga ini dikenali Lasimin sebagai belalang kembara, atau Locusta migratoria. Jika sudah usia dewasa, mereka mencapai panjang 5-7 cm, betinanya berwarna cokelat dan jantannya kuning. Siklus hidupnya sekitar 2,5 bulan. Pada umur sebulan, setelah ditetaskan, tumbuh jadi belalang kembara muda yang siap menebar petaka. Secara berangsur, kawanan serangga itu membangun basis-basis baru untuk bergerilya. Dan sejak tengah Maret lalu, kawanan belalang kembara ini memperlihatkan kekuatannya. Mereka telah membangun ribuan koloni, yang masing-masing beranggotakan ribuan ekor. Serangan secara besar-besaran pun dilancarkan terhadap kebun dan pekarangan penduduk. Gelombang serangan datang dan pergi, seiring perkembangan populasi serangga itu. Mei lalu, kawanan serangga ini beraksi lagi secara besar-besaran. Dan dikhawatirkan bulan Juli-Agustus nanti mereka akan membuat serangan baru yang lebih besar. "Makanya, para petani kini tak berani menanam padi," kata Lasimin. Serangan balasan dilancarkan pula terhadap para pengganggu stabilitas itu. Dengan dipimpin Letnan Kolonel Darman, Bupati Ko-Bar, petugas pertanian dan pemda setempat menyerang posisi strategis kawanan belalang itu. Sasaran juga terhadap lahan berilalang di dekat kebun-kebun transmigran. Tapi sampai 835 liter insektisida disemprotkan, daya serang pasukan belalang itu tidak menyurut. Yang mati oleh insektisida cuma nimfa, belalang muda yang belum bersayap. "Belalang dewasa tenang saja, terbang mencari tempat perlindungan baru," tutur Lasimin. Serangan balasan itu dihentikan. Insektisida dianggap kurang efektif. Bupati Darman mengakui, pihaknya kewalahan mengatasi aksi gerilya kumbara itu. "Belalang itu muncul dalam jumlah amat besar, sulit diatasi dengan dana dan sarana kami yang terbatas," ujarnya. Hama belalang itu, kata Darman, tak merasa asing dengan daerah Ko-Bar. Pada 1972, 1976, dan 1980, serangga ini pernah menjarahnya. Namun, sumber di Dinas Pertanian Ko-Bar menolak bila dianggap terlambat mengantisipasi munculnya belalang kumbara. Aparatnya di lapangan pagi-pagi telah melaporkan gerak-gerik kawanan serangga itu ke Pangkalanbun. Kemudian diteruskan ke kantor kabupaten. Tapi, menurut sumber itu, bupati tak cepat turun tangan. Sedangkan Kepala Dinas Pertanian Ko-Bar, Ifo Hatma Lasman, menolak memberi konfirmasi. "Pak Bupati melarang saya memberi keterangan soal belalang itu," katanya. Gagal dengan insektisida, Bupati Darman menggelar jurus baru. Ia membuat sayembara: siapa bisa menyetor 2.000 ekor belalang, berhak dapat imbalan Rp 1.000. Sampai awal Juni lalu, penduduk menyetor 3,5 kuintal, sekitar dua juta ekor, bangkai belalang. "Tapi angka itu tak ada artinya dibanding jumlah mereka yang milyaran," kata Syahrani, humas Pemda Ko-Bar. Penangkapan terus dilakukan. Tapi belalang tumbuh lebih cepat. Seekor belalang betina sanggup menetaskan lebih dari 250 telur, yang kemudian dibesarkan di sela-sela bongkahan tanah di padang alang-alang, yang ribuan hektare luasnya di Ko-Bar. Ini sulit dijangkau. Dua ahli hama, Prof. Dr. Soemarsono Sosromartono dari IPB, Bogor, dan Dr. Kusumbogo Untung dari UGM, Yogya, didatangkan ke Ko-Bar. Mereka ke sana atas nama komisi pengendalian hama Departemen Pertanian. Dalam kertas kerja yang disampaikan kepada Bupati Darman, kedua ahli serangga itu menyebutkan ancaman belalang itu belum akan berakhir. Mereka bahkan memperkirakan populasi serangga itu akan menurun selama awal pekan pertama bulan Juli. Tapi di akhir Juli hingga Oktober, serangan besar-besaran boleh jadi berlangsung. Dan di Pangkalanbun belum terlihat persiapan ekstra menyambut serangan hama kembara itu. Almin Hatta (Banjarmasin)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini