Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Pengantin cabutan

Perkawinan saefudin dan imas siti masitoh tidak jadi setelah diketahui bahwa saefudin belum mence- raikan istrinya, entin. akhirnya, imas dinikahkan dengan syarifudin.

29 Juni 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SYARIFUDIN menggantikan Saefudin di pelaminan Imas Siti Masitoh. Berlangsungnya alih "kekuasaan" di Cilutung, Desa Singajaya, Kabupaten Bandung itu hanya beberapa jam. Syarifudin dan Imas- keduanya 20 tahun- awalnya pasangan lama yang rujuk mendadak. Cinta yang mereka bina itu sebenarnya sejak di Tsanawiyah (setingkat SMP), namun berantakan setamat Imas dari Pendidikan Guru Agama (PGA). Gadis hitam manis ini lalu jadi guru SD di Singajaya. Dan Syarifudin berjualan sayur di Desa Batujajar, kampung halamannya yang 4 km dari Cilutung. Sebagai guru, Imas mondar-mandir ke Singajaya, lewat Cisalak. Di desa inilah ia digombali Saefudin, 33 tahun, lelaki berbini dan sudah beranak dua. Imas menyambut gayung dari Saefudin. "Ia mengaku tak cocok lagi dengan Entin, istrinya," kata Imas yang makin mabuk kepayang ketika lelaki itu berniat menceraikan istrinya, Entin. Setelah enam bulan, kemudian mereka mematokkan pesta perkawinannya 6 Juni tahun ini. Akad nikahnya 5 Juni. Tinggal Syarifudin mengurut dada. Ia lemas dan mengadu kepada ibunya. "Imas tak mungkin lagi saya miliki," kata Syarifudin kepada Achmad Novian dari TEMPO. Dan ketika menerima sepucuk undangan dari keluarga Imas, kontan ia memplontoskan rambutnya sebagai tanda berkabung. "Biar sekalian jelek," katanya mengenang. Hari akad nikah tiba. Saefudin memberi emas kawin Rp 1 juta kepada Imas. Rumah mempelai perempuan juga diperbaiki hingga menelan Rp 300 ribu. Dan hiburan layar tancap pun menunggu diputar. Tapi di senja menjelang akad nikah, belang Saefudin ketahuan. Entin, yang ternyata belum dicerainya, kemudian menyatroni rumah Imas. Ia mencak-mencak serta menyeret Saefudin ke Cisalak. Karena malu dan kecewa dikibuli, Imas semaput. Begitu siuman, ia ingat Syarifudin. Lantas ia naik ojek ke Batujajar. Begitu melihat Syarifudin santai di bawah pohon, ia menubruknya. "Saya minta maaf. Sekarang juga saya minta Akang menikahi saya," ujar Imas, menangis. Tapi Syarifudin jual mahal, karena pernah disepelekan. "Saya mesti bicara dengan keluargamu," katanya. Malam itu juga, orangtua Imas menjemput Syarifudin. Kali ini Syarifudin kemudian melepas harga. Dini hari pukul 00.30, awal Juni itu, sejoli itu dinikahkan kadi- yang dicabut mendadak dari rumahnya. Adapun Saefudin, ibarat mengharap hujan dari langit, tapi air di tempayan dibuang. Dua hari kemudian ia cerai dengan Entin, dan kini tak diketahui rimbanya. "Saya jengkel dengan kelakuannya. Biarkan ia pergi," kata Entin, sambil menangis. Priyono B. Sumbogo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus