Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral melansir gempa Maluku magnitudo 7,9 disebabkan oleh aktivitas penunjaman di Laut Banda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Berdasarkan posisi lokasi pusat gempa bumi, kedalaman, data mekanisme sumber dari BMKG, USGS Amerika Serikat dan GFZ Jerman, maka kejadian gempa bumi ini disebabkan oleh aktivitas penunjaman di Laut Banda dengan mekanisme sesar naik,” demikian keterangan Badan Geologi, Selasa, 10 Januari 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melaporkan pada Selasa, 10 Januari 2023, pukul 00:47:34 WIB terjadi gempa dengan magnitudo M7,9 (diperbarui menjadi M7,5) pada kedalaman 131 kilometer.
Pusat gempa terletak di Laut Banda pada koordinat 130,18 Bujur Timur dan 7,25 Lintang Selatan, berjarak 151,2 kilometer barat laut Kota Saumlaki, Kepulauan Tanimbar, Maluku.
Sementara USGS Amerika Serikat mencatat lokasi pusat gempa berada pada koordinat 130,038 Bujur Timur dan 7,049 Lintang Selatan dengan kekuatan M7,6 pada kedalaman 105,1 kilometer. Lalu GFZ Jerman mencatat lokasi pusat gempa berada pada pada koordinat 129,98 Bujur Timur dan 7,11 Lintang Selatan dengan kekuatan M7,6 pada kedalaman 108 kilometer.
Guncangan gempa dilaporkan terasa cukup kuat di Kabupaten Kepulauan Tanimbar dan Maluku Barat Daya. BMGK mencatat guncangan gempa terasa pada skala V MMI di Saumlaki. Gempa tersebut dilaporkan mengakibatkan terjadinya kerusakan pada rumah penduduk, kantor, dan hotel di Kecamatan Waurlobar dan Saumlaki. Gempa yang relatif kuat tersebut tidak menimbulkan tsunami meskipun lokasi pusat gempa berada di laut.
“Kejadian gempa bumi ini tidak menimbulkan tsunami meskipun lokasi pusat gempa bumi terletak di laut, karena tidak mengakibatkan terjadinya deformasi dasar laut yang dapat memicu terjadinya tsunami,” demikian keterangan Badan Geologi.
Data Badan Geologi mencatatkan sebaran permukiman penduduk yang terlanda guncangan gempa bumi berada pada Kawasan Rawan Bencana (KRB) gempa bumi tinggi hingga rendah.
Data Badan Geologi mencatat area pantai di Kabupaten Kepulauan Tanimbar dan Maluku Barat Daya tergolong rawan tsunami dengan potensi tsunami di garis pantai lebih dari 2 meter. Kejadian tsunami pernah melanda wilayah di sekitar Laut Banda pada tahun 1629, 1852, 1938 dan 1975.
Wilayah terdekat dengan lokasi pusat gempa adalah Kabupaten Kepulauan Tanimbar dan Maluku Barat Daya. Kedua wilayah tersebut tersusun oleh morfologi dataran, dataran bergelombang, dan perbukitan. Umumnya terdiri dari batuan sedimen, batu gamping, endapan pantai dan sungai yang memiliki sifat lunak, lepas, belum kompak, dan dapat memperkuat efek guncangan sehingga rawan gempa bumi. Morfologi area perbukitannya tersusun oleh batuan yang telah mengalami pelapukan dan rentan terjadi gerakan tanah yang dipicu oleh guncangan gempa bumi kuat dan curah hujan tinggi.
Badan Geologi meminta masyarakat untuk tetap tenang dan mengikuti arahan dan informasi petugas BPBD setempat. Warga juga diminta tetap waspada dengan kejadian gempa bumi susulan. “Kejadian gempa bumi ini diperkirakan tidak berpotensi mengakibatkan terjadinya bahaya ikutan (collateral hazard) berupa retakan tanah, gerakan tanah dan likuefaksi,” demikian keterangannya.
Baca:
Peringatan Dini Tsunami Gempa M7,5 Maluku Berakhir, Bangunan Runtuh di Saumlaki
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.