Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Klaim Hijau Masjid Istiqlal

Masjid Istiqlal mendapat sertifikat bangunan ramah lingkungan dari International Finance Corporation. Melampaui indikator penghematan yang ditetapkan.

30 April 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Masjid Istiqlal mendapat sertifikat EDGE dari IFC yang menunjukkan masjid nasional tersebut telah ramah lingkungan.

  • Penghematan air, energi, dan material menjadi indikator utamanya.

  • Diklaim mampu menurunkan emisi karbon sebesar 476,22 ton CO2 per tahun.

SUDAH 18 hari Amrizal menjadi penghuni sementara Masjid Istiqlal. Ia sengaja jauh-jauh datang dari Gombong, Jawa Tengah, untuk iktikaf—beribadah dengan berdiam diri di masjid. Pria 60 tahun ini mengatakan Masjid Istiqlal sekarang lebih nyaman ketimbang tiga tahun lalu. "Banyak taman, banyak pohon, jadi lebih asri," katanya saat ditemui di dalam masjid, Sabtu, 23 April lalu.

Ingatan Amrizal persis seperti ingatan Mitra Tarigan. Perempuan 33 tahun ini mengungkapkan, membayangkan memasuki area Istiqlal yang dulu membuatnya merasa sesak. "Dulu parkirnya bercampur dengan pedagang-pedagang, ramai sekali. Masuk Istiqlal mesti siap-siap menghirup asap kendaraan yang umumnya bus-bus besar," ucapnya.

Kini, ketika memasuki halaman Istiqlal, ia tak perlu lagi khawatir mesti menghirup asap pekat kendaraan. Setelah direnovasi, area parkir kendaraan terpusat dan berada di bawah gedung. "Masuk ke masjid sekarang kita menghirup udara yang baik, tidak bercampur kepulan asap bus," tutur Mitra.

Pusat kuliner dan aktivitas pedagang juga diatur berada di sayap-sayap gedung utama. "Sekarang jadi lebih tertata, rapi, bersih. Beribadah jadi lebih khusyuk dan nyaman," ujar Tuti Sundari. Perempuan 56 tahun asal Kebumen, Jawa Tengah, ini telah iktikaf di Istiqlal sejak Kamis, 21 April lalu, berbekal surat keterangan bebas Covid-19 dan surat vaksin.

Setelah direnovasi, Masjid Istiqlal pun diganjar penghargaan ramah lingkungan oleh International Finance Corporation (IFC), grup yang terafiliasi dengan Bank Dunia. Istiqlal mendapat sertifikat EDGE, singkatan dari Excellence in Design for Greater Efficiencies. EDGE adalah sertifikat bangunan hijau yang dirancang IFC dengan menilai semua tahap siklus daur hidup bangunan.

Dalam panduan mengenai EDGE yang bisa diunduh dari situs resmi IFC disebutkan, untuk memenuhi persyaratan sertifikasi, sebuah bangunan harus mencapai penghematan energi dan air hingga 20 persen dibanding bangunan konvensional. Termasuk kandungan energi dalam material yang digunakan. Dari penghematan-penghematan tersebut, EDGE juga menargetkan adanya pengurangan emisi gas rumah kaca.

Dalam hal renovasi Istiqlal, Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar mengungkapkan, penilaian dimulai ketika masjid masih dalam bentuk sketsa rancangan. Menurut Nasaruddin, hal utama yang krusial dalam renovasi Istiqlal adalah penataan ulang pemanfaatan air. "Kami mengganti hampir semua keran air dengan sistem otomatis," katanya.

Nasaruddin menerangkan, dengan adanya keran air otomatis, pemakaian air menjadi lebih hemat karena aliran air dapat dihentikan secara otomatis setelah keran tak lagi digunakan. Selain itu, volume air yang dikeluarkan dapat diatur.

Menurut Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Diana Kusumastuti, sistem air di Istiqlal tak hanya ditata ulang dengan penggantian keran air. Ia menyebutkan ada beberapa upaya lain, seperti penggunaan jamban dual flush dan urinal yang bisa menghemat air serta keran wastafel yang juga dirancang hemat air.

Selain itu, Diana menambahkan, dilakukan daur ulang grey water atau air bekas wudu jemaah. Menurut Nasaruddin, air hasil daur ulang tersebut dimanfaatkan untuk menyiram tanaman dan pepohonan di taman. Berkat upaya penataan ulang sistem air, Diana mengklaim, ada penghematan sebesar 35,99 persen dibanding bangunan konvensional.

Sementara itu, penghematan energi dilakukan dengan memugar eksterior dan interior bangunan. "Masjid Istiqlal memiliki desain ventilasi alami yang baik, tapi banyak dilakukan penyekatan yang menghambat kinerja ventilasi alami," ucap Diana. Renovasi dilakukan dengan membuka sekat-sekat tersebut serta mengembalikan fungsi ruang untuk memaksimalkan sistem ventilasi alami.

Melalui cara tersebut, penggunaan penyejuk udara untuk mengatur sistem penghawaan bisa ditekan seminimum mungkin hingga berdampak hematnya konsumsi listrik. Renovasi juga dilakukan dengan mengganti semua lampu menjadi lampu hemat energi berbasis light emitted-diode. Ada pula pemasangan panel surya di atap gedung Istiqlal sebagai sumber energi alternatif untuk menyalakan sebagian kecil sistem penerangan masjid.

Menurut Nasaruddin, kapasitas panel surya yang terpasang belum mencapai 50 persen. "Kami membuka kesempatan kepada umat yang hendak bersedekah energi dengan memasang solar panel di atap Istiqlal," ujarnya. Ia menyebutkan cara tersebut juga merupakan salah satu bentuk pelibatan umat supaya makin banyak yang peduli terhadap penghematan energi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemeriksaan instalasi panel surya di Masjid Istiqlal, Jakarta, September 2020/Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Panel surya yang terpasang saat ini memberikan kontribusi setidaknya sebesar 13 persen terhadap konsumsi listrik Istiqlal sehari-hari. Nasaruddin menuturkan, ada penghematan listrik yang cukup signifikan jika dilihat dari biaya yang dikeluarkan. "Biasanya menjelang dan saat Ramadan biaya listrik bisa mencapai Rp 250-300 juta, saat ini hanya Rp 125 juta per bulan," katanya.

Penghematan energi juga dilakukan melalui penggunaan cat reflektif untuk atap dan dinding luar. Penggunaan cat ini bertujuan meningkatkan insulasi bangunan dengan cara mengurangi panas yang diserap atap dan dinding bangunan. Dengan begitu, penggunaan penyejuk udara untuk mendinginkan bangunan masjid dapat diminimalkan.

Upaya-upaya tersebut diklaim berhasil menghasilkan penghematan energi sebesar 23,07 persen jika dibandingkan dengan bangunan konvensional. Menurut Diana, penghematan air dan energi serta penggunaan material dalam renovasi Masjid Istiqlal berkontribusi menurunkan emisi sebesar 476,22 ton karbon dioksida per tahun.

Diana mengatakan upaya Masjid Istiqlal ini secara umum dapat diterapkan pula pada bangunan-bangunan lain, termasuk tempat ibadah lain. "Masjid Istiqlal memiliki banyak keterbatasan sebagai cagar budaya untuk dirombak dan ditata ulang. Berbeda dengan bangunan lain yang tentu saja bisa dimaksimalkan fungsi bangunannya supaya lebih ramah lingkungan," tuturnya.

Diana menjelaskan, renovasi Masjid Istiqlal menjadi lebih ramah lingkungan adalah bagian dari penerapan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 2 tahun 2015 tentang Bangunan Gedung Hijau yang diperbarui dengan Peraturan Menteri PUPR Nomor 21 tahun 2021 tentang Penilaian Kinerja Bangunan Hijau.

Sementara itu, menurut Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia Hayu Susilo Prabowo, Masjid Istiqlal juga telah mendapat predikat EcoMasjid. Dengan predikat tersebut, Masjid Istiqlal dianggap berhasil menciptakan ekosistem ramah lingkungan.

DINI PRAMITA  
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Dini Pramita

Dini Pramita

Dini Pramita saat ini adalah reporter investigasi. Fokus pada isu sosial, kemanusiaan, dan lingkungan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus