IKAN grasscarp (Ctenophary ngodon idella Val.) atau ikan kalper
pemakan tumbuhan air berasal dari Sungai Amur di negeri Cina.
Orang Cina menyebutnya Koan, sedang di Amerika Serikat dan Uni
Soviet ikan itu dikenal sebagai White Amur. Ikan itu bisa
berkembang pesat dan rakus sekali memakan berbagai tumbuhan air.
Ia bisa tumbuh sampai 32 kg beratnya. Tumbuhan yang dicernanya
menjadi sumber makanan berharga bagi manusia dalam bentuk
dagingnya yang lezat dan bergizi. Dalam keadaan kering daging
itu mengandung sekitar 80% protein kasar, dan dalam keadaan
timbangan basah sekitar 18%.
Tapi selain sebagai sumber protein berharga, ikan karper di
berbagai negeri kini diperkenalkan sebagai hewan pengendali
gulma air. Ketika (tahun 1970) ikan itu pertama kali
diperkenalkan di Amerika Serikat, misalnya, sekitar 20.000 ha
danau diliputi gulma air di negara-bagian Arkansas. Lima tahun
kemudian semua danau itu bebas gulma akibat ditanamnya ikan itu
di sana. Kini Arkansas jadi salah satu penghasil ikan grasscarp
terbesar di dunia, sementara dagingnya yang putih lezat tak
berminyak itu sangat digemari orang.
Dengan kondisi lingkungan yang baik ikan grasscarp bisa mencapai
berat 1 kg dalam waktu satu tahun. Sesudah itu pertumbuhannya
2-3 kg setiap tahun, bahkan sampai 4,5 kg di daerah tropis.
Lee Chan Lui dari Pusat Penelitian Perikanan Batu Berendom di
Malaka, Malaysia, bahkan menyatakan bahwa ikan itu di tempatnya
bisa tumbuh dari ukuran sejari (20 gr) sampai 22,5 kg dalam
waktu enam bulan. "Sekali ukuran itu tercapai, ikan itu bisa
bertambah satu kg setiap bulan," kata Lee. Artinya dalam satu
tahun ikan itu bisa mencapai berat 8 - 8,5 kg dari ukuran
sejari.
Dengan pertumbuhan seperti itu, grasScarp dapat melalap sejumlah
besar gulma air. Ikan kecil pun yang seberat 1,5 kg memakan
gulma itu sejumlah beberapa kali lipat berat tubuhnya dalam satu
hari. Sedang ikan besar dalam kondisi baik memakan rata-rata
jumlah yang sama beratnya dengan tubuhnya. Tapi hanya 65%
dicernakannya, sisanya dikeluarkan lagi dalam bentuk butiran
padat.
Kotoran ikan ini ternyata juga sangat bermanfaat karena masih
banyak mengandung mineral. Ini merupakan pupuk bagi plangton
yang pada gilirannya menjadi makanan utama berbagai jenis ikan
lain. Kenyataannya bila grasscarp dibudidayakan bersama berbagai
jenis ikan lain seperti tawes (Punctius javanicus), tambakan
(Heleostoma temincki) atau Mola (Hypothalmichthris molitrix),
produksi secara menyeluruh naik.
Ikan grasscarp sangat menyukai ganggang (H. verticillata). Tapi
dalam keadaan makanan yang disukai tidak ada atau sedikit
jumlahnya, ikan ini mau juga makan akar janji (S. cucullata
maupun S. molesta) dan eceng gondok (Eichornia crassipes).
Karper ini jelas bukan pemakan parasit dan sangat berbeda dengan
ikan tawes, misalnya, yang pemakan segala (omnivore).
Di Malaysia, tempat jenis karper ini secara intensif
dibudidayakan, secara rutin ia diberi makan sejenis rumput
darat. Tapi sifatnya sebagai pemakan gulma air jelas sangat
berharga pula bagi pengendalian gulma itu -- seperti eceng
gondok -- di berbagai perairan. Pengendalian gulma air cepat
terwujud jika terdapat lebih 75 ikan per hektar.
Hasil panen sebesar 165 kg ikan per hektar bisa diperoleh dalam
daerah beriklim sedang, bahkan mungkin panen 1.500 kg per hektar
di perairan tropis yang banyak diliputi gulma. Pembudidayaannya
biasanya dilakukan bersama berbagai jenis ikan lain yang
masing-masing punya sumber makanan tersendiri.
Pertama kali grasscarp masuk Indonesia tahun 1949 dari Thailand
dan dipelihara di Balai Penelitian Perikanan Darat (BPPD) Bogor.
Dari stock ini beberapa ekor kemudian dipelihara di BBI Pakem di
Sleman (DIY), namun usaha memijahkannya tidak berhasil. Baru
pertengahan tahun 1975 usaha itu dimulai lagi ketika BBI
Wonocatur -- juga di Sleman -- memperoleh 150 benih ikan itu.
Sisa 30 ekor (antaranya hanya 2 jantan) dari jumlah ini dua
tahun kemudian dipindahkan ke BBI Sentral Cangkringan -- masih
di Sleman juga -- dan baru di tempat ini ikan grasscarp itu
berhasil dipijah.
Di BBI Cangkringan itulah ditemukan teknologi baru dalam
pemijahannya. Saat itu, awal 1979, BBI Cangkringan mencoba cara
hipopisasi tanpa melalui stripping (pengurutan perut). Dengan
sistem Cangkringan itu, ikan grasscarp disuntik dengan cairan
kelenjar hypophyse yang diambil dari ikan mas sejati (Cyprinus
carpio L). "Karena yang digunakan otak ikan donor, maka donornya
mati, " ujar Ir Bram Djokosantoso dari Dinas Perikanan DIY.
Percobaan itu menggunakan seekor betina dengan berat 0,75 kg dan
dua ekor jantan dengan berat 1,25 kg. Baik induk betina maupun
jantan disuntik dengan cairan kelenjar hipopisa. Sesudah itu
keduanya dimasukkan ke dalam happa, kerangkeng pemijahan khusus
yang dapat diatur peredaran airnya. Sehari kemudian ternyata
sudah kelihatan telurnya, yang bentuknya hampir sama dengan
telur ikan tawes. Setelah diambil dan dibersihkan ternyata
jumlahnya diperkirakan mencapai 55.000 butir.
Telur itu kemudian ditetaskan dalam lima buah corong penetasan
dan sore hari sudah mulai menetas. "Dalam tempo 12 sampai 24
jam," ujar Ir. Djokosantoso. Hampir separuh dari jumlah telur
semula berhasil menetas dan ini tiga hari kemudian dipindahkan
ke dalam kolam pendederan seluas 798 mÿFD. Pada hari ke-7 dalam
kolam ini anak ikan diberi makanan berupa campuran konsentrat
dan katul dengan perbandingan 1 : 1. Setelah 38 hari anak ikan
kemudian ditangkap dan ternyata hidup 18.770 ekor. Pemijahan
dengan sistem ini diulang lagi bulan Oktober tahun itu juga, dan
dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa ikan grasscarp dapat
dipijahkan setelah disuntik dengan cairan kelenjar hipopisa.
Masalahnya sekarang ialah apakah benih ikan grasscarp yang
ditanam di waduk Wonogiri dapat berkembang secara alamiah penuh,
tanpa suntikan kelenjar hipopisa. Ir. Djokosantoso optimistis.
"Saya pikir habitat di sini dengan di sana (Cina) tidak terlalu
berbeda," ujarnya. "Buktinya beberapa ikan yang diimpor dari
Taiwan bisa berkembang di sini." Ia maksud ikan Mola
(hypothalmichthis molitrix) dan ikan kijing (Anodonta woodiama
Lea).
Tapi sampai pertengahan tahun 70-an ikan grasscar) tak berhasil
dipijahkan secara alamiah di kebanyakan perairan di luar negeri
leluhurnya. Memang pernah ia segera memijah setelah sekali
dimasukkan benihnya di perairan seperti di Uni Soviet, Jepang
dan Meksiko, tapi itu merupakan kasus unik.
Pemijahannya secara buatan kini sudah banyak berhasil di
mana-mana. Arkansas, misalnya, menghasilkan jutaan anak ikan
gasscarp setiap tahun, sedang tekniknya sudah merupakan rutin.
Menurut Drs. Anthon Sukahar, seorang dosen UGM, mungkin masa
transisi bagi ikan grasscarp di danau aduk Wonogori agak lama.
"Berapa lama ikan itu bisa menyesuaikan diri, perlu penelitian
khusus," katanya.
Memang penelitian ini di seluruh dunia masih berlangsung.
Soalnya pemijahan alamiah di daerah tropis tampaknya tidak
lazim. Ini oleh banyak peneliti disimpulkan bahwa ikan itu
membutuhkan suatu perubahan suhu musiman yang berarti sebagai
perangsang untuk bertelur dan membuahinya. Penelitian terhadap
soal ini serta banyak faktor lain yang mengendalikan pemijahan
grasscarp masih sangat diperlukan. Usaha Indonesia yang berhasil
jelas sumbangan berharga bagi penelitian itu yang saat ini
dilakukan di puluhan pusat penelitian perikanan terbesar di
berbagai negeri di dunia. Apalagi jika percobaan di danau Waduk
Wonogiri kelak ternyata berhasil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini