Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TAK hanya di Norwegia, Norway Retailers’ Environment Fund (NREF) menyebarkan hibah untuk proyek penghindaran sampah plastik ke seluruh dunia. Hingga pertengahan 2024, ada ratusan proyek yang menyerap US$ 152 juta atau Rp 2,4 triliun. “Dua proyek di Indonesia: satu untuk kelompok nelayan di Pangandaran, Jawa Barat, dan satu untuk startup di Jakarta,” kata Stian Kallekleiv, Kepala Komunikasi NREF.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Usaha rintisan yang disebut Kallekleiv adalah Alternative Container atau Alner. Ini startup yang didirikan Bintang Ekananda pada 2020. Nama awalnya Koinpack yang bernaung di bawah PT Solusi Sirkular Indonesia. Bintang, 30 tahun, mendirikan usaha rintisan ini karena terinspirasi deposit wadah makanan dan minuman yang ada di Kota Leeds, Inggris, ketika ia mengambil studi master energi terbarukan di universitas kota itu pada 2018-2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di sana, gerai-gerai menyediakan wadah atau botol tempat makanan atau minuman sehingga pemilik toko tak menyediakan stirofoam atau plastik untuk membungkusnya. Pulang ke Indonesia, Bintang mendirikan toko online yang menyediakan barang kebutuhan rumah tangga dengan wadah yang bisa ditukar. “Pembeli berbelanja lalu kami antar barang ke rumah dan setelah habis wadahnya ditukar,” ucapnya di Jakarta, Selasa, 15 Oktober 2024.
Koinpack berubah nama menjadi Alner pada 2023 agar lebih cocok dengan model bisnis deposit wadah. Ia mulai mengajukan permohonan pendanaan ke lembaga-lembaga donor untuk mengongkosi kegiatan operasional tokonya. Salah satunya NREF, yang setuju memberikan hibah US$ 142 ribu atau Rp 2,2 miliar untuk jangka waktu 18 bulan. “Programnya baru selesai Juni 2024,” tuturnya.
Bintang memakai uang itu untuk membuat wadah, menggaji staf, dan membayar biaya pengiriman barang. Staf Alner mendesain kemasan dari botol dan plastik. Ada 100 ribu kemasan berbagai bentuk yang disesuaikan dengan jenis barang rumah tangga. Tak hanya menjualnya di toko sendiri, Bintang kini sudah menjalin kerja sama dengan 1.000 toko kelontong di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Komponen biaya termahal bisnis Alner adalah ongkos operasional kurir. Alner, yang berkantor di Kemang, Jakarta Selatan, kini memiliki 25 staf. Para kurir mengirim barang pesanan memakai sepeda motor listrik untuk pembeli di Jakarta. Untuk pembeli dari luar Jakarta, ia membuat daftar pemesanan sehingga pengiriman barang dilakukan sekaligus memakai mobil boks.
Untuk mengurangi biaya distribusi, Bintang menjalin kemitraan dengan produsen barang rumah tangga, seperti Unilever, agar bisa mendapatkan harga murah. Ada 10 perusahaan besar yang memasok barang kebutuhan rumah tangga kepada Alner. “Margin tiap item 15-20 persen,” ucapnya. Margin itu ia bagi dengan toko kelontong yang menjadi mitranya.
Dengan model bisnis seperti itu, Bintang menghitung, Alner telah menghindarkan 30 ton emisi karbon setara CO2 selama hampir dua tahun. Hitungan emisi bersih itu datang dari penghindaran pemakaian kemasan plastik sekali pakai, emisi kendaraan, hingga daur ulang air pencucian kemasan. Setiap wadah bisa digunakan hingga 50 kali.
Bintang mengakui bisnis Alner masih terlalu kecil jika dibandingkan dengan 182,7 miliar lembar plastik sekali pakai yang digunakan penduduk Indonesia dalam setahun. Di Jakarta, selain Alner, ada empat usaha rintisan serupa yang bergelut di bisnis sirkular ini. Karena itu, Bintang berharap model bisnis seperti ini merambah kota lain agar pemakaian plastik makin berkurang. Dalam hitungannya, untuk menghidupkan bisnis Alner di lima kota dalam setahun, biaya yang dibutuhkan US$ 1 juta.
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Wadah Plastik Antisampah"