Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RAPPER Yani Oktaviana alias Yacko memamerkan tato di lengan kirinya. Tato bergambar tokoh Srikandi yang mengenakan kain tradisional Sumbawa bermotif batik itu adalah tato terbarunya yang dibuat pada 14 September 2024. “Makanya rasanya masih gatal banget,” kata Yacko ketika berbincang dengan Tempo di kantor SAE Institute, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Selasa, 1 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yacko memang sangat menyukai tato. Beberapa bagian tubuhnya dihiasi aneka tato. Bagi dia, tato juga menjadi tanda capaian. Tato Srikandi di lengannya itu menjadi kenangannya setelah menyelesaikan tur konser di Inggris. “Srikandi kan melambangkan kegigihan dan perjuangan perempuan, makanya tokoh ini aku jadikan tato terbaruku,” ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun kain Sumbawa dengan motif batik yang dikenakan Srikandi dalam tatonya itu lebih menegaskan bahwa sosok tersebut menggambarkan diri Yacko. “Kain bermotif batik itu menandakan akar aku. Ayahku dari Sumbawa dan ibuku dari Jawa,” tuturnya tentang makna kain tradisional dalam tatonya tersebut.
Penyanyi rap perempuan ini baru saja menyelesaikan tur konsernya di Inggris. Selama 10 hari, dari akhir Agustus hingga awal September 2024, ia menggebrak panggung hiphop di beberapa kota di Inggris, termasuk lewat penampilannya di Loud Women Fest di London.
Yacko di panggung Loud Women Fest, Inggris, September 2024. Instagram @itsyacko
Sementara para musikus biasanya menjalani tur konser dengan membawa serta kru dan tim teknisnya, Yacko melakukan aksi panggungnya sendirian karena anggaran yang terbatas. Meski sendirian, ia tetap bisa tampil optimal dan meyakinkan.
Selama tur konser di Inggris, Yacko tak hanya tampil di panggung festival seperti Loud Women Fest. Ia juga berpentas di bar atau panggung komunitas. Jumlah penonton pun beragam. Ada yang ribuan orang, ada pula yang hanya 20-40 orang.
Bagi Yacko, jumlah penonton bukan hal utama. Ia selalu mengapresiasi setiap orang yang ikut menikmati pentasnya. Walau banyak yang tidak tahu latar belakangnya, atau bahkan tidak mengerti bahasa Indonesia dalam lirik lagunya, Yacko mengatakan para penonton terlihat tetap menikmati pertunjukannya.
“Yang penting mereka bisa merasakan energiku. Kepuasan manggung itu tidak hanya bisa diukur dengan angka,” ucapnya.
Apalagi tur konser di Inggris itu menjadi salah satu impiannya yang sangat ditunggu. Yacko mengungkapkan, untuk tampil di Inggris, ia mengirim proposal ke berbagai lembaga di sana.
“Aku mengirimkan sekitar 50 proposal, lalu aku mendapat tujuh tawaran. Tapi, karena ada masalah internal, satu panitia membatalkan jadwal,” katanya. Walau begitu, Yacko merasa semua itu sudah melebihi ekspektasinya.
Yacko bercerita, menjalani tur konser sendirian tanpa dibantu tim memberikan pengalaman unik dan menarik baginya. Ia harus mempersiapkan diri semaksimal mungkin sebelum menjalani tur konsernya.
Ia harus bisa menjadi disjoki atau DJ ketika memainkan musiknya di atas panggung. Ia juga belajar menjadi videografer untuk diri sendiri. Ia perlu membuat video di akun media sosialnya untuk kepentingan para sponsor.
“Yang susah itu ketika aku harus angkat-angkat koper dari stasiun sambil bikin video sendiri. Sudah seperti kompilasi video mendorong koper,” ujar Yacko, lalu tertawa mengingat pengalamannya itu.
Yacko menuturkan, perjalanan konsernya itu benar-benar membutuhkan tingkat kebugaran fisik yang tinggi. Sebab, ia harus menggunakan angkutan umum sendiri sambil membawa koper sekaligus menyiapkan diri tampil di panggung.
Karena itu, Yacko pun sudah mempersiapkan kebugaran fisik secara maksimal sebelum perjalanan konser di Inggris. Ia menyukai olahraga lari untuk menjaga stamina tubuhnya. Ia juga sangat berusaha agar mendapat istirahat cukup.
Selain menjalani tur konser di beberapa kota di Inggris, Yacko, bersama rapper Tuan Tigabelas, pernah tampil di dua festival musik internasional besar: South by Southwest atau SXSW di Amerika Serikat pada 16 Maret 2023 dan Babel Music XP di Prancis pada 23 Maret 2023.
Yacko menilai suatu kehormatan bagi dia bisa berpentas di Amerika Serikat karena musik hiphop berasal dari Negeri Abang Sam. “Istilahnya waktu itu kayak lagi umrah,” ucapnya.
•••
LAHIR di Surabaya, Jawa Timur, pada Oktober 1979, Yacko tertarik pada musik hiphop sejak remaja. Debutnya di kancah rap ditandai dengan single “Nongkrong” yang masuk album kompilasi Pesta Rap 2 (1996).
Sejak saat itu, langkahnya sebagai rapper tak terbendung. Hingga kini Yacko sudah berkiprah lebih dari dua dekade di jagat hiphop. Sepanjang kariernya, ia telah menelurkan tiga album, antara lain Refleksi dan Mendua.
Musik rap menjadi pilihan Yacko untuk berekspresi dan menyuarakan kegelisahan hati, terutama tentang isu perempuan. Banyak lagu rap karya Yacko yang mengangkat isu perempuan, dari kesetaraan gender hingga pelecehan seksual.
Sebut saja single “Hands Off” (2017) yang menceritakan perlawanan terhadap pelecehan seksual. Yacko mengungkapkan, lagu itu tercetus dari pengalamannya ketika menggelar konser. Saat itu ia melakukan crowd surfing, melompat ke area penonton dan kemudian diangkat para penonton.
Rapper Yani Oktaviana alias Yacko di gedung SAE Indonesia, Pasar Minggu, Jakarta, 1 Oktober 2024. Tempo/Ilham Balindra
Aksi tersebut, Yacko menambahkan, sebetulnya dilakukan sebagai bentuk fan service-nya. Namun tak disangka ada penonton yang meremas payudaranya. Yacko pun langsung naik pitam dan melontarkan sumpah serapah kepada penonton konsernya itu. Di sisi lain, kejadian itu justru kemudian memacunya untuk menciptakan lagu “Hands Off”.
Lalu ada pula lagu “Women King” (2023). Lagu ini menceritakan upaya membuat ruang aman di bidang seni grafiti bagi perempuan.
Menurut Yacko, tantangan yang sering dialami para seniman grafiti perempuan adalah direndahkan secara verbal. Saat menggambar, mereka sering mendapat lelucon bahwa perempuan dianggap lebih gampang terkenal namanya di dunia grafiti hanya karena gender mereka.
Isu perempuan dalam lagu-lagu rap kemudian melekat pada Yacko. Situs resmi penyelenggara Loud Women Fest 2024 di Inggris sampai memperkenalkan Yacko sebagai rapper Indonesia yang memerangi pelecehan seksual serta menyuarakan kesetaraan gender. “Isu kesetaraan gender jarang diangkat,” ucapnya memberikan alasannya ia ingin berfokus pada isu tersebut.
Yacko juga kerap menjadi tempat curhat kolega-koleganya yang mengalami masalah kekerasan dalam rumah tangga ataupun pelecehan seksual. Ia pun pernah mengalami hal yang sama.
“Aku tahu bagaimana rasanya jadi korban. Aku jadi berpikir bahwa ini harus dijadikan lagu. Lagian hiphop itu kan awalnya datang dari isu sosial, dari ekonomi bawah,” ujarnya.
Meski begitu, Yacko mengungkapkan, bukan perkara mudah mengangkat isu perempuan dalam ranah lagu-lagu hiphop. Beberapa tantangan pernah dia alami ketika mengangkat masalah kesetaraan gender dan isu perempuan lain di atas panggung.
Misalnya, ia pernah batal mendapat dukungan sebuah sponsor karena lagu soal perempuan itu dinilai tidak sesuai dengan misi perusahaan tersebut.
Selain itu, konser hiphop biasanya didominasi penonton laki-laki. Dengan demikian, Yacko melanjutkan, ketika dia menyanyikan lagu soal kesetaraan gender dan isu perempuan lain, ada kemungkinan para lelaki itu merasa diceramahi. “Seolah-olah mereka diceramahi sama aku yang perempuan,” ucap rapper yang juga gemar menulis itu.
Yacko mengakui ia menerima peringatan dari rekannya yang seorang feminis bahwa ada risiko ketika ingin menjadi aktivis perempuan. Namun Yacko tidak goyah. Ia berencana terus mengangkat isu perempuan dalam lagu-lagu hiphopnya.
“Konsekuensi ini sudah aku terima. Kalau dilihat terlalu vokal dan radikal, lalu ada yang tersinggung, artinya pesan aku sampai, kan?” tutur dosen creative entertainment business, talent scouting, dan creative entertainment studies ini.
Saat ini Yacko masih menyimpan beberapa mimpi yang hendak dia wujudkan. Salah satunya menulis buku tentang sejarah musik hiphop di Indonesia.
Keinginan ini berawal ketika ia menjadi program director pameran hiphop di Flavs Festival dalam beberapa tahun terakhir. Ia pernah membuat pameran sejarah pergerakan hiphop se-Indonesia. Ia ingin mengabadikan perkembangan musik hiphop itu dalam bentuk buku.
“Selama ini literasi hiphop dalam bentuk buku masih minim, jadi ingin meneruskan proyek itu,” kata alumnus University of Wollongong, Australia, yang juga menjadi Academic Coordinator of SAE Institute Indonesia tersebut.
Yacko mengatakan mengabadikan perkembangan hiphop dalam bentuk buku bisa membantu orang, terutama akademikus yang ingin mencari tahu lebih dalam soal genre musik tersebut.
Namun, Yacko menambahkan, tantangan dalam pembuatan proyek ini pun cukup banyak. Salah satunya kendala sumber dana. Dalam mewujudkan mimpinya, ia perlu banyak bepergian ke berbagai daerah, dari Aceh hingga Papua, untuk menelusuri para rapper serta komunitas hiphop yang berkembang di daerah terpencil.
Menurut Yacko, seni hiphop di setiap daerah pun berbeda-beda. “Hiphop Indonesia itu sangat beragam, bineka tunggal hiphop,” ujarnya.
Mimpi lain yang hendak segera Yacko wujudkan adalah membuat kolaborasi rapper perempuan di Indonesia. Yacko menjelaskan, talenta rapper perempuan makin banyak di Indonesia. Ia ingin membuat album yang berisi kompilasi karya para penyanyi rap perempuan itu. “Aku ingin perempuan punya lebih banyak kesempatan untuk bersuara,” ucapnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo