Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

BKSDA Sumbar Catat Peningkatan Konflik Harimau Sumatera dalam 3 Tahun Terakhir

Salah satu faktor seringnya terjadi konflik harimau sumatera akibat berkurangnya pakannya.

29 Juli 2024 | 14.14 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Padang - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat mencatat dalam rentang tiga tahun ke belakang terjadi peningkatan konflik harimau sumatera. Sepanjang 2023 tercatat sekitar 34 kejadian konflik harimau sumatra di Sumbar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kami mencatat memang terjadi peningkatan konflik hewan dengan nama latin Panthera tigris sondaica di Sumatera Barat," kata Plt. Kepala BKSDA Sumbar Lugi Hartanto saat dihubungi Tempo pada Senin, 29 Juli 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia menjelaskan, dalam dua tahun terakhir BKSDA Sumbar menangani sekitar 30 kejadian per tahun. Sementara untuk 2024, hingga Juli ini sudah terjadi 20 kasus. "Catatan kami pada tahun 2022 ada 33 kasus dan 2023 ada 34 kejadian dan 2021 30 kasus," Katanya.

Lugi mengatakan, berdasarkan pengamatan beberapa kali penyelamatan satwa, ditemukan usia harimau sumatera 2 sampai 4 tahun, artinya individu baru. Selain itu semua kejadian konflik terjadi di luar kawasan konservasi, paling sering di Area Penggunaan Lain (APL) atau luar kawasan hutan.

"Kalau sekilas, salah satu faktor seringnya terjadi konflik akibat berkurangnya pakannya. Sementara itu untuk perburuan harimau sumatera di Sumbar beberapa tahun ini tidak menonjol," ucapnya.

Terkait dugaan deforestasi menjadi salah satu penyebab seringnya konflik harimau sumatera, Lugi belum bisa memastikan. Alasannya, dari sekitar 2,28 juta hektare hutan di Sumbar, wilayah BKSDA Sumbar hanya meliputi 247.000 hektare. 

Walaupun demikian, BKSDA Sumbar terus melakukan edukasi kepada masyarakat sebagai upaya perlindungan kawasan hutan. "Kami juga terus melibatkan masyarakat dalam proses perlindungan dengan membentuk Patroli Anak Nagari di tujuh nagari atau desa dan tiga kabupaten rawan konflik harimau sumatera. Serta kami terus mendorong peran pemerintah daerah dan segenap komponen masyarakat untuk ikut dalam upaya perlindungan dan pelestarian harimau sumatera," katanya.

"Kami juga memperkuat kearifan lokal, bahwa harimau sumatera bagian dari keseharian adat dan budaya, termasuk kami imbau agar masyarakat tidak memasang jerat, termasuk jerat babi," katanya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus