Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Bom laut di natuna

Kapal ikan singapura, smf 469 tertangkap patroli tni/al, ketika melakukan pemboman ikan. penangkapan ikan seperti ini merusak ekosistem, dan memusnahkan ikan.

20 Mei 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ISI perut ikan itu hancur berantakan dan gelembung udaranya pecah. Sebagian besar siripnya robek, sisik-sisiknya terkelupas dengan mata merah berdarah. Itulah ciri-ciri korban pemboman ikan dengan bahan peledak yang digunakan kapal ikan Singapura, SMF 469, yang tertangkap oleh patroli Kamla di perairan Natuna, Riau, baru-baru ini. Ada lima ton ikan hasil tangkapan dengan cara itu ditemukan di geladak SMF 469 ketika kapal ikan itu dipergok patroli TNI/AL di sekitar pulau Tarempa. Dengan demikian, terbuktilah bahwa laporan para nelayan setempat ke Pangkalan TNI/AL Natuna selama ini bukan isapan jempol. Hanya saja -- berbeda dengan di perairan Maluku nun di Timur sana -- kapal-kapal patroli Kamla (Keamanan Laut) di perairan Riau Kepulauan selama ini jarang berhasil memergoki ulah kapal ikan nelayan bernomor register Singapura (SMF). "SMF 469 ini residivis," begitu dikemukakan pihak Dispen Daeral II. Maksudnya, kapal Singapura itu sudah pernah ditangkap, dihukum, lalu dibebaskan kemudian beroperasi lagi. Kendati demikian, penangkapan kapal Singapura yang satu ini dipandang sebagai momen yang baik oleh Dinas Perikanan Kepulauan Riau. "Soalnya perairan Riau selama ini memang dijadikan sasaran utama operasi SMF dengan bahan peledaknya itu," kata seorang pejabat Perikanan di Tanjung Pinang. Adapun "jaring-jaring yang mereka bawa, itu cuma topeng," tambahnya lagi. Sulit Dipulihkan Kembali Kawasan manakah yang rusak oleh pemboman ikan itu ? Menurut laporan nelayan setempat, yang banyak disebut-sebut adalah pulau-pulau sekitar Tarempa, Sedanau dan Tambelan. Kemudian pulau-pulau sekitar Bintan Timur dan Bintan Utara. Pihak Lembaga Penelitian Perikanan Laut (LPPL) Kepulauan Riau, belum dapat menyebut dengan persis tempat yang sudah terbukti rusak. Alasannya itu-itu juga: belum ada survei yang teliti. Tapi Suharmoko B.Sc., Kepala LPPL Kep. Riau, tahu pasti betapa hancurnya Pulau Telang -- sebuah pulau di Bintan Timur -- oleh bahan peledak. Itu dilihatnya ketika bekerjasama dengan sebuah perusahaan swasta dalam percobaan penanaman rumput laut di sana. Bukan cuma ikannya yang berkurang, tapi juga "karang laut di kawasan itu sudah sulit dipulihkan kembali," tuturnya kepada Rida K. Liamsi dari TEMPO. Sementara itu, beberapa penduduk Pulau Tujuh juga melaporkan bahwa mereka tiap hari mendengar "pemboman ikan" dekat kampung-kampung di pantai. Malah ada yang menyaksikannya dengan mata kepala sendiri. Itu sudah mereka laporkan kepada yang berwajib. Tapi laporan itu belum nampak diperhatikan. Tentang jenis bahan peledak yang digunakan, Suharmoko tak dapat menyebutnya persis. Disinyalir, mereka menggunakan sejenis TNT (tri-nitro-toluena) keras, yang sanggup membunuh ikan sampai sejauh « km. Pihak Daeral-II sendiri belum mengumumkan jenis bahan peledak yang digunakan SMF 469 yang tertangkap. Tapi jelas, "itu bukan dari kelas tradisionil," komentar kalangan Dinas Perikanan di Tanjung Pinang. Akibat pemboman ikan model Singapura itu rupanya lebih dahsyat daripada pukat harimau yang menguras isi laut dangkal dari ikan dewasa sampai ke telur-telurnya, Kalau dibiarkan terus-menerus, para ahli perikanan di sana khawatir bahwa kelestarian laut akan sangat terganggu -- berikut sumber penghasilan nelayan pondok pula. Sebab sasaran utama kapal-kapal SMF itu adalah daerah pantai berkarang. Di situlah tempat berkumpulnya ikan yang secara tradisionil menjadi pengiring nasi ke perut nelayan pribumi. Seperti ikan delah alias ekor kuning (Caesio erythrogaster), jenis ikan merah dan kakap merah (Lucanu spp), jenis ikan selar (Caranx spp), serta berbagai jenis ikan kering lainnya. Dr Hardenberg, seorang ahli perikanan bangsa Jerman berpendapat, penggunaan bahan peledak itu tak ubahnya seperti pemusnahan hutan. Karang yang terserang ledakan akan hancur menutupi lingkungan hidup ikan. Kerusakan ekosistem itu tak dapat dipulihkan secara alamiah dalam 5 sampai 10 tahun. Kalaupun karang dapat tumbuh kembali, daerah itu tak dapat kembali jadi tempat penangkapan ikan yang subur. Artinya, jenis ikan tertentu tak dapat berbiak lagi di sana. Tanda-tanda itu sudah mulai terasa di perairan Kepulauan Riau. Dan menurut Suharmoko, beberapa jenis ikan karang seperti ekor kuning sudah sulit ditemukan. Kalaupun ada, seperti ikan dingkis misalnya, harganya lebih mahal daripada udang. Radar Ikan Yang tak kurang mencemaskan Tatan Sujastani B.Sc., seorang peneliti perikanan yang tahun lalu bertugas di sana, adalah penggunaan semacam radar kecil (fish finder). Radar begini dapat menentukan jarak dan jumlah gerombolan ikan, sehingga bom yang diledakkan dapat membunuh ikan itu sampai ke cucu-cicitnya. Padahal kalau pusat gerombolan ikan itu dibantai, yang tersisa adalah laut yang kerontang dan miskin ikan. Kisah ancaman yang muncul dari geladak kapal-kapal Singapura bersandi SMF ini, bukan baru sebulan dua. Tapi sudah bertahun-tahun. Sampai-sampai Laksamana Muda Teddy Asikin Natanegara, ketika masih menjabat sebagai Panglima Daeral-II sudah menyatakan rasa penasarannya akibat teror ikan dari Singapura (TEMPO, 31 Juli 1976). Sekarang ini -- menurut informasi yang diterima TEMPO -- sudah 200-an kapal ikan jenis itu menjamah perairan Laut Natuna (d/h Laut Cina Selatan) itu. Kalau begitu, apakah nelayan pribumi-yang sayangnya masih ikut-ikutan juga membom ikan secara kecil-kecilan -- harus siap-siap berganti profesi?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus