Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Lagu begitu kok menang

Lomba cipta lagu remaja ii yang diadakan "prambors rasisonia" sarat dengan peserta. christ manuputi, 21, tommy ws, 20, pemenang, mengeluh karena lagu "khayal"-nya jadi lain ketika dinyanyikan dipanggung.

20 Mei 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK tersangka, lombacipta lagu remaja ke II yang diselenggarakan oleh 'Prambors Rasisonia' dirubung oleh 1.295 buah lagu. Juri yang diketuai achmad Albar, dengan barisannya Mus Mualim, Rahadi Purwanto, Temmy Lesanpura, Bens Leo, Donny Fatah, Keenan dan Yoki, sampai kelabakan pasang kuping. Akibatnya keputusan yang seharusnya dikoar-koarkan pertengahan April baru 4 Mei yang lalu bisa dimunculkan dalam bentuk pergelaran 'Dasa Tembang Tercantik 1978'. Potensi anak muda dalam musik memang bikin kejutan. Bayangkan dari sekian lagu, juri masih mampu menunjuk 33 buah yang dianggap lolos saringan. Jago tua penggubah lagu pop pribumi kini, si genit Titiek Puspa, sempat melongo dan menahan nafasnya. "Saking banyaknya yang ikut saya jadi seneng banget. Dan rata-rata lagu mereka bagus. Apalagi waktu saya mendengar lagu Khayal, pemenang pertama, saya jadi merinding," ujarnya kepada TEMPO. Christ & Tommy Khayal, lagu terbaik, dikarang oleh Christ & Tommy. Biji yang dikumpulkannya 166,5. Tempat berikutnya diisi oleh Yang Kuasa & Esa ciptaan Baskoro (164,5) yang sekaligus juga mendapat mahkota lirik terbaik. Di tempat ketiga lagu Saat Harapan Tiba karya Dedy Gusrachmadi (161,5). Ketiga lagu itu berasal dari warga muda Jakarta. Sementara para pemenang harapan berturut-turut pantas kita deretkan di sini, meskipun panjang: Kelana (Hotma Soeharton, Yogya, 161), Resah (Christ & Tommy, Jakarta, 160,5, Apatis (Ingrid, Jakarta, 159,5), Dalam Cita & Cinta (Oetari Saptarini Oesman, Semarang, 158,5), Awan Putih (Dedy, 154), Kidung (Chris M. Manusama, Jakarta, 153,5), Sesaat (Harry Sabar, Jakarta, 153). 10 lagu tersebut dipergelarkan di Balai Sidang dengan karcis yang harganya Rp 4.000, Rp 3.000 dan Rp 2.000. Toh 2 hari sebelum pertunjukan anak-anak muda Ibukota sudah sulit mendapatkan. 4000-an kursi di Balai Sidang tak kuasa menahan serangan penonton yang melewati perkiraan panitia. Semua orang sudah gendeng, kerasukan mendengar lagu. "Dan herannya kali ini banyak penjabat minta undangan. Entah apa yang menyebabkan mereka tertarik," ujar seorang panitia tak menutupi rasa bangganya. Malam lagu cantik itu dibuka dengan dagelan yang lucu dari badut-badut 'Warung Kopi Prambors'. Cepat disusul Grup Vokal SMA III, yang dilambungkan terus oleh Grup Tari Cikini. Kemudian ada Chrisye, Keenan dan Mogi Darusman. Begitu gedung jadi panas, dilepaslah lagu Khayal yang dibawakan oleh Grup Vokal Prambors, didampingi penciptanya sendiri. Barisan vokal itu bergaya, sementara lagu meluncur seperti setan cepatnya lewat pita play back. Disusul lagu Apatis yang dinyanyikan sedemikian rupa sehingga rasanya tidak kena. Ingrid Wijanarko, penciptanya, menggeleng-gelengkan kepala selama lagu itu terdengar. Waktu ditanya apa puas atau tidak, ia lama baru bisa menjawab "Puas-puas nggak." Kampungan Berturut-turut kemudian kesepuluh lagu pilihan itu mendapat giliran. Tak kurang dari 4 jam acara bertahan. Baru tengah malam para muda yang kerasukan musik itu pada pulang. Chris dan Tommy, selain mengantongi paket tur ke Singapura, juga harus menjinjing piala bergilir dari Sudomo. Juara kedua juga kebagian tiket ke Singapura, sedang juara tiga dianggap cukup ke Bali saja -- demikian juga pemenang penulisan lirik lagu. Lalu Titiek Puspa kasih komentar "Untungnya anak-anak muda ini ada yang menampung. Kalau tidak? Mudah-mudahan saja Pemerintah menyediakan tempat dan kesempatan buat berkreasi." Albar sendiri yang barusan nikah, di samping jadi ketua juri juga tak mau ketinggalan berkoar. God Bless meloncat ke panggung dan menyerakkan lagu-lagu tua mereka. Hanya muka Albar sedikit kecut ketika ada gangguan teknis pada amplinya, sehingga pertunjukannya tak dapat dikatakan sukses. Meski begitu ia masih sempat titip kesan atas kecantikan lagu-lagu yang sudah dihakiminya. "Lagu-lagu mereka rata-rata bagus. Juga untuk liriknya, tak ada yang kampungan," kata Albar. Albar mengakui bahwa lagu-lagu yang dipergelarkan tersebut belum disempurnakan. "Kalau akan dikasetkan, pasti aransemennya sedikit dirubah dan hasilnya pasti lebih bagus." Persoalan yang biasanya timbul, bahwa lagu pemenang bisa kalah populer dari lagu yang di bawah tangga kemenangannya, diperhitungkan Albar juga. "Memang. Karena selera juri lain dengan selera awam. Kemelut yang tahun lalu juara toh kalah populer dengan Lilin-Lilin Kecil, kata Albar dengan tenang. Yang dipakai kriteria penjurian adalah: melodi, lirik dan harmonisasi. Kedua jagoan Christ Manuputi (21 tahun) dan Tommy Ws (20 tahun) terus terang mengatakan: mereka sebetulnya mengirimkan 5 buah lagu, dalam kaset rekaman disertai not balok. Tiga buah lolos saringan. 2 di antaranya termasuk 10 yang tercantik. Mereka mengeluh pada Rien Djamain yang menyanyikan lagu Resah. "Rien memotong 2 kata dalam lagu kami dan lagi tak ada penjiwaan dalam membawakan." Christ yang gemuk, keriting, sedikit hitam, sekarang masih kuliah di Sekolah Tinggi Publisistik tingkat III. Ia tukang makan gitar sejak SD kelas II. Ia mewarisi darah seni dari ayahnya. Bersama Tommy, Christ membentuk grup vokal 'Emerson'. Di samping itu sering menjaga keyboard Band Fantastic. Adapun Tommy baru 5 tahun terakhir ini disentuh gitar. Tahun ini ia tamat SMA tapi tetap nganggur. Bermula pengin kuliah di LPKJ -- TIM. Tapi ragu-ragu apa nanti bisa berdiri sendiri kalau selesai pendidikan. Christ dan Tommy menggarap ke-5 lagu yang diikutsertakan dalam lomba hanya dalam tempo 2 minggu. Percaya saja ya? Mereka bekerja seperti Si Paul dan Si John (Beatles): kalau yang satu bikin lagu, yang lain bikin lirik. Kadangkala Chris yang bikin melodi lalu disempurnakan -- Tommy. Rukun-rukun saja tapi tak bisa dipaksa-paksakan. Katanya sampai sekarang masih berdasarkan inspirasi. Belum komersiil. "Lagu kami, Khayal, jadi lain dengan kaset yang kami kirimkan. Mustinya apa yang dinilai juri itulah yang didengar penonton," keluh mereka berdua. Kalau soal puas menang, mereka berdua memang mengiyakan. "Cuma lagu ini kan didengar orang. Lalu bagaimana kata orang kalau mereka bilang -- wah lagu begitu kok bisa menang -- mustinya panitia tak perlu merubah intro dan iramanya."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus