Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu hal yang paling dihindari dalam dunia penerbangan dan dianggap cukup membahayakan di saat terbang adalah awan cumulonimbus. Awan ini tergolong pada awan rendah, tetapi cukup berbahaya.
Awan cumulonimbus adalah jenis awan kumulus yang bercampur dengan badai guntur dan hujan lebat. Awan ini merupakan variasi dari nimbus, atau awan yang mengandung presipitasi atau kondensasi uap air di atmosfer.
Awan ini mendominasi wilayah Indonesia yang termasuk wilayah dengan banyak uap air. Bila musim hujan, uap air ini akan bertambah lebih banyak lagi. Dikutip dari situs Universe Today, awan cumulonimbus terbentuk di bawah 20.000 kaki dan relatif dekat dengan tanah. Karena itulah awan ini memiliki begitu banyak kelembapan.
Awan cumulonimbus yang berkembang dengan baik ditandai dengan bagian atas (kubah landasan) yang datar dan mirip landasan, yang disebabkan oleh geseran angin atau inversi di dekat tropopause, dikutip dari The Weather Prediction.
Pembentukan awan cumulonimbus
Awan cumulonimbus juga dikenal sebagai thunderheads atau kepala petir, dengan bentuk unik yang menyerupai jamur. Saat tetesan air yang terionisasi di awan saling bergesekan, maka di dalam awan cumulonimbus ini akan muncul kilatan-kilatan. Muatan statis yang terbentuk itu menghasilkan petir.
Awan cumulonimbus adalah contoh sempurna tentang bagaimana perbedaan ketinggian dapat memengaruhi pembentukan awan.
Menurut situs SKYbrary, awan cumulonimbus akan terbentuk ketika tiga kondisi ini terpenuhi, yakni:
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
1. Harus ada lapisan udara yang tidak stabil.
2. Udara harus hangat dan lembap.
3. Mekanisme pemicu harus menyebabkan udara lembap hangat naik:
4. Pemanasan lapisan udara dekat dengan permukaan.
5. Naiknya tanah memaksa udara ke atas (pengangkatan orografik).
6. Sebuah front memaksa udara ke atas.
Awan cumulonimbus terbentuk di bagian bawah troposfer, yakni lapisan atmosfer yang paling dekat dengan permukaan Bumi. Karena penguapan dan efek rumah kaca, maka wilayah tersebut dapat menghasilkan udara hangat yang memungkinkan terciptanya awan cumulus dan awan cumulonimbus.
Awan cumulonimbus sering dikaitkan sebagai penyebab cuaca ekstrem. Dampak awan cumulonimbus ini dapat menyebabkan berbagai bencana hidrometeorologi, seperti banjir bandang, badai petir, dan curah hujan yang tinggi.
M. RIZQI AKBAR
Baca: Hujan Es di Bangkalan, Warga: Dingin Air Hujan seperti dari Kulkas
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.