Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tiap malam, Sumo, 70 tahun, kini punya acara tetap: berbaring dan memandangi langit-langit rumah sambil menahan rasa sakit yang berkejaran di dadanya. Batuk juga hampir tiap menit menyapa. "Rasanya, dada tidak kuat. Sesak dan sakit," ujarnya. Tangannya yang keriput terus memegang tulang-tulang dadanya yang menonjol.
Ini memang bukan batuk biasa. Sesak dan sakit itu singgah di dadanya setelah dia menghirup asap pabrik kimia PT Petrowidada. Sumo masih ingat, Selasa pekan lalu dia sedang di rumahnya, yang cuma berjarak dua kali panjang lapangan bola dari pabrik itu, ketika ledakan menggetarkan ratusan rumah yang berderet di Jalan Raya Meduran, Desa Roomo, Kecamatan Manyar, Gresik. Asap segera memenuhi langit, lalu menelusup lewat dinding-dinding kayu dan bambu. Baunya menusuk hidung dan membikin pening kepala.
Saat itu Sumo dan istrinya, Fitri, tertatih-tatih berjalan menjauhi kepulan asap. Namun makin lama kakinya terasa makin berat. Ia merasa seperti lumpuh. Bau zat kimia yang tumpah ke kampungnya itu juga menusuk perih ke mata, membuat buta. Sejenak tubuh mereka limbung, nyaris roboh, saat mereka melangkah gontai di atas jembatan. Di bawah, api menjilat-jilat di selokan, membakar cairan kimia yang tumpah. "Saya berusaha terus berjalan dan mengatur napas," kata Fitri, nenek berusia 60 tahun. Untung, cucu mereka datang memapah, menjauhkan mereka dari pabrik. Kalau tidak, mereka belum tentu selamat.
Malamnya, batuk panas hebat menyergap sepasang aki-nini itu. Dan entah mengapa, Sumo juga harus bolak-balik ke kamar mandi. "Saya pipis 13 kali semalam, enggak biasa," katanya sembari terbatuk-batuk. Kini tinggal batuk dan sesak yang masih menyiksanya saban hari, saban malam.
Bau kecut seperti cuka itu tak cuma membuat mereka limbung dan sesak napas. Menurut Sutrisno, Ketua RT 01/02 Dusun Maderan, beberapa orang yang sudah uzur merasakan hal yang sama. "Bahan kimia itu berdampak pada yang tua-tua. Yang muda-muda masih kuat," ujarnya.
Kepala Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Surabaya, Supriyanto Margono, menjelaskan bahwa bahan kimia maleic anhydride (MA) dan phthalic anhydride (PA) yang luber ke perkampungan Meduran memang berefek ganda. Selain membikin mata perih, racun ini membikin iritasi tenggorokan dan kulit. "Bahan ini bisa membawa efek kronis asma dan bronkitis bagi yang menghirupnya," kata Supriyanto.
Dokter Imawan, salah seorang dokter di Rumah Sakit Petrokimia yang merawat korban-korban ledakan di Petrowidada, menyebut semua korban ledakan mengalami gangguan pernapasan. Selain terkena asap yang hitam pekat, kata Imawan, mereka terkena hawa panas dari cairan kimia. "Cuma, derajat sakitnya berapa, tergantung yang dihirup," kata dia. Pasien yang tak bisa ditangani akhirnya dikirim ke Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo.
Wakil kepala pelayanan medis Instalasi Rawat Darurat RSUD Dr. Soetomo, Dokter J. Iswanto, mengatakan bahwa hampir semua korban yang dikirim ke RSUD Dr. Soetomo mengalami kerusakan pada saluran napas atau inhalation injury. Dia menduga kerusakan itu akibat gas beracun dari bahan kimia atau tekanan gas saat terjadi ledakan. Tekanan ledakan sangat tinggi, sehingga pasien banyak mengalami kerusakan pada bagian jalan napas. Untuk memulihkan kesehatan pasien, untuk tahap awal mereka memberikan bantuan oksigen.
Dalam jurnal-jurnal kedokteran, maleic anhydride, yang rumus kimianya C4H2O3, sudah lama dikenal sebagai pemicu asma dan bronkitis. Dengan konsentrasi 0,7 mikrogram per meter kubik udara, bubuk kimia berwarna putih ini sudah bisa menggerus sel-sel epitel di saluran pernapasan tikus, hamster, dan monyet. Padahal sel epitel adalah sel pelapis permukaan yang berhubungan dengan udara. Bila pelindung ini rusak, bisa dibayangkan betapa mudahnya kuman masuk ke tubuh. Phthalic anhydride (C8H4O3), yang warnanya kuning pucat, punya efek merusak yang sama seperti sobatnya, maleic anhydride. Bedanya, phthalic anhydride juga menyebabkan iritasi pada mata.
Dua sejoli racun ini sudah sejak 1991 diketahui sebagai perusak saluran pernapasan. Hasil penelitian OEHHA, badan penguji kesehatan kerja di California, Amerika Serikat, menunjukkan, bila kedua racun itu mencemari pabrik dengan konsentrasi 0,83 mikrogram per meter kubik udara, itu sudah cukup untuk memicu bronkitis dan asma.
Petaka yang bisa muncul dari si Putih dan si Pucat itulah yang kini tak disadari masyarakat Meduran. Hingga Kamis lalu, satpam Petrowidada masih petantang-petenteng berjaga di pabrik tanpa masker. Itu yang mengejutkan Supriyanto. "Saya langsung memberitahukan agar mereka mengenakan masker," ujarnya.
Empat hari setelah ledakan, bau dua racun masih melekat di pabrik dan dusun sekitarnya. Entah berapa kandungan racunnya. Yang pasti, aroma seperti plastik dibakar dan kecut cuka masih menyengat. Kendati begitu, Kamis pekan lalu, satu per satu penduduk mulai kembali ke rumahnya. "Rasanya waktu pertama kembali ke sini, bernapas terasa berat. Tapi kita terpaksa menjaga rumah," kata Sunardi, salah satu penduduk itu.
Burhan Sholihin, Sunudyantoro dan Adi Mawardi (Gresik)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo