Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Tersihir Mangkuk Dinasti Shung

Nelayan Indramayu yang mencuri harta warisan dinasti Shung dilepas. Padahal mereka bisa dijerat dengan Undang-Undang Benda Cagar Budaya.

1 Februari 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DIAM-DIAM sebagian nelayan Indramayu, Jawa Barat, mempunyai mata pencaharian baru. Bosan menjala ikan, mereka belakangan "menjaring" mangkuk-mangkuk kuno dari dasar Laut Jawa. Benda berharga ini lalu dijual ke para penadah di Jakarta. Hanya, sumber penghasilan baru ini tidak bisa ditekuni terlalu lama. Dua pekan lalu, 22 nelayan ditangkap basah sedang menjarah benda peninggalan dinasti Shung tersebut.

Pencurian itu terjadi di perairan Jawa, tepatnya di posisi 5 derajat 15 menit 54 detik Lintang Selatan dan 108 derajat 59 menit dan 98 detik Bujur Timur. Menurut Kepala Kepolisian Resor Kota Cirebon, Ajun Komisaris Besar Siswandi, mereka disergap berdasarkan informasi dari Departemen Kelautan dan Perikanan. Dengan bantuan tim dari Departemen Ke-lautan, tim polisi air dan udara, dan tim dari Mabes Polri, polisi Cirebon memburu mereka dengan dua kapal motor.

Bagaikan dalam film laga, dua kapal motor milik pencuri yang melihat kapal polisi langsung kabur. Setelah sempat kejar-kejaran hampir setengah jam, dan beberapa tembakan meletus, para penjarah harta karun itu menyerah. "Dari penangkapan tersebut terjaring 22 orang yang menggunakan kapal motor Mina Jakarta 24 asal Pulau Seribu dan kapal nelayan yang berasal dari Indramayu, Fitri," kata Siswandi.

Dari para nelayan itu dirampas 1.200 mangkuk putih. Bukan mangkuk biasa yang sering digunakan untuk makan bakso, tapi mangkuk yang berasal dari dinasti Shung. Mangkuk yang "menyihir"para nelayan itu diperkirakan berasal dari abad ke-13, saat dinasti Shung Selatan berkuasa. Diduga masih ada 20 ribu keping yang belum diangkat, karena mereka keburu tertangkap.

Sebagian nelayan berasal dari Tangerang, Jakarta, dan Serang. "Mereka sudah masuk dalam target operasi, karena sudah sering menjarah di sejumlah perairan yang terdapat harta karun dari kapal yang karam," kata Frederik Patiasina, anggota tim pemeriksa para nelayan itu.

Menurut Sultan Keraton Kasepuhan Cirebon, Sultan Maulana Pakuningrat, perairan pantai Cirebon, Losari, dan Indramayu terdapat banyak sekali benda kuno yang berharga. "Karena pada zaman kejayaan Sunan Gunung Jati banyak kapal dari Tiongkok yang datang ke Cirebon tetapi karam," kata Sultan Sepuh. Kapal-kapal tersebut membawa keramik asal Tiongkok yang akan ditukar dengan hasil bumi Indonesia melalui pelabuhan Cirebon.

Sejatinya, menentukan posisi harta karun itu tidak mudah. Menurut Chepot Hanny, Direktur PT Muara Wisesa Samudera (perusahaan pengangkatan harta karun yang pernah mendapat proyek dari pemerintah), untuk bisa mengetahui benda di dasar laut harus menggunakan side scan sonar, echo sounder, dan peralatan navigasi lainnya.

Dalam kasus 22 nelayan yang ditangkap, hanya cara tradisional yang dipakai. Direktur Polisi Air dan Udara Jawa Barat, Ajun Komisaris Besar Abdul Gofur, mengungkapkan bahwa mereka cuma mengandalkan pengalamannya. Saat menjala ikan, sering keramik-keramik tersebut sempat menyangkut di jaring. Di lokasi itulah akhirnya para nelayan menyelam.

Hanya, setelah beberapa hari sempat ditahan, akhirnya para nelayan tersebut dilepas. Alasannya? "Status benda itu benda purbakala atau bukan masih belum jelas. Kalau sudah jelas, kami sebagai aparat kepolisian bisa menerapkan sanksi hukum kepada mereka,"ujar AKB Abdul Gofur.

Alasan tersebut amat ganjil dan tak sepadan dengan pemburuan mereka, karena Undang-Undang No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya jelas-jelas telah mengaturnya. Sesuai dengan undang-undang ini, mangkuk Cina tersebut termasuk yang dilindungi karena telah berusia lebih dari 50 tahun. Bahkan, dalam pasal 27 undang-undang tersebut dinyatakan, pencarian benda cagar budaya bisa diancam hukuman lima tahun penjara dan denda Rp 50 juta.

Tentu saja pelepasan itu membuat para nelayan senang. Samedi, 39 tahun, salah seorang nelayan yang ditangkap, mengaku tidak melakukan pencurian. "Kebetulan saya lagi menganggur lalu diajak teman untuk mengambil harta karun yang katanya dari zaman dinasti Shung di perairan Laut Jawa. Saya mau saja. Lumayan, untuk tambah uang belanja. Kalau perlu untuk beli TV baru," kata ayah tiga anak ini. Semula ia berencana menjual benda itu ke Jakarta.

Ahmad Taufik, Ivansyah (Cirebon)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus